Genap 31 tahun usianya, Rafardhan Faaz Imtiyaz belum kembali memiliki keinginan untuk menikah. Kegagalan beberapa tahun lalu membuat Faaz trauma untuk menjalin kedekatan apalagi sampai mengkhitbah seorang wanita.
Hingga, di suatu malam semesta mempertemukannya dengan Ganeeta, gadis pembuat onar yang membuat Faaz terperangkap dalam masalah besar.
Niat hati hanya sekadar mengantar gadis itu kepada orang tuanya dalam keadaan mabuk berat dan pengaruh obat-obatan terlarang, Faaz justru diminta untuk menikahi Ganeeta dengan harapan bisa mendidiknya.
Faaz yang tahu seberapa nakal dan brutal gadis itu sontak menolak lantaran tidak ingin sakit kepala. Namun, penolakan Faaz dibalas ancaman dari Cakra hingga mau tidak mau pria itu patuh demi menyelamatkan pondok pesantren yang didirikan abinya.
.
.
"Astaghfirullah, apa tidak ada cara lain untuk mendidik gadis itu selain menikahinya?" Rafardhan Faaz Imtiyaz
Follow Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 04 - Amunisi Pengantin Baru
"Ck, pakai acara istighfar segala ... dikira aku sebangsa jin apa gimana?" gumam Ganeeta begitu pelan, tapi masih terdengar jelas di telinga Faaz yang memang tidak begitu jauh darinya.
Tanpa peduli Faaz akan segera tidur atau masih ingin merenungi nasib, tapi yang pasti Ganeeta sudah mencari posisi nyaman sembari membelakangi pria itu.
Perlahan Ganeeta memejamkan mata, rasa kantuk secara alami menyerang setelah sempat mengeluarkan tenaga hanya demi melampiaskan amarah.
Secepat itu dia berlabuh dan mengarungi bahtera mimpi setelah apa yang terjadi. Sebaliknya, Faaz justru tak bisa tidur meski sudah dia paksa.
Semakin dicoba, rasanya semakin gelisah hingga Faaz kembali duduk dan bersandar di sandaran tempat tidur. Sejenak, pria itu memandangi sekeliling yang persis kapal pecah.
Lama dia berpikir, sampai pada akhirnya mencoba mencari kesibukan dan banyak gerak. Menurut yang dia ketahui, salah-satu cara jitu jika sulit tidur ialah harus lelah lebih dulu.
Karena itulah, meski tanpa izin yang punya kamar, Faaz merapikan kamar istrinya itu. Toh lama kelamaan akan jadi kamarnya juga. Sesuai dengan kesepakatan, hingga waktu yang tidak ditentukan Faaz memang akan tetap tinggal di kediaman keluarga Darmawangsa.
Bukan tanpa alasan kenapa Papi Cakra tidak mengizinkan Faaz mandiri bersama putrinya, tapi dia khawatir Ganeeta akan semakin kurang ajar jika hanya berdua saja.
Tentang hal ini Faaz tidak keberatan, dia tahu betul yang dilakukan mertuanya lagi dan lagi demi kebaikan. Sementara itu, di sisi lain kedua orang tuanya juga tidak masalah.
"Luar biasa ... badan sekecil itu bisa menggeser meja seberat ini?" Faaz bermonolog di sela-sela kegiatannya.
Setelah selesai dengan mengumpulkan berbagai barang kecil yang berserakan, Faaz beralih menata yang berat-berat.
Meski belum pernah masuk ke kamar ini sebelumnya, tapi dengan posisi mejanya yang menyilang seperti ini Faaz dapat menyimpulkan bahwa Ganeeta memang telah menggesernya.
Entah dengan ditendang atau didorong, Faaz juga tidak mengerti. Dia yang laki-laki saja agak butuh perjuangan untuk meletakan meja belajar itu hingga bersentuhan dengan tembok.
Selesai dengan meja belajar, Faaz beralih ke meja rias dan di sana dia memijat pelipis tatkala melihat kacanya sudah retak seribu dengan serpihan beberapa kemasan produk perawatan kulitnya.
"Astaghfirullahaladzim ...." Sembari mengelus dada, Faaz menarik napas dalam-dalam sebelum kemudian dia embuskan perlahan.
Setelah dirasa cukup tenang, baru Faaz kembali melanjutkan kegiatan bersih-bersih di kamar yang luasnya mengalahkan tiga kamar santri di pondok pesantren milik abinya.
Total dua jam hingga semuanya benar-benar tuntas dan kamar itu sedap dipandang mata. Cukup lama karena Faaz tak tanggung-tanggung dalam menyelesaikan pekerjaan.
Bahkan, dia beberapa kali keluar demi meminta alat yang bisa menunjang aktivitasnya kepada bibi. Tak heran, saat ini tubuh Faaz merasakan efek sampingnya dan terkapar di tempat tidur.
Baru juga hendak tertidur, Ganeeta yang berada di sebelahnya justru terjaga. Tanpa malu sedikit pun, dia menguap lebar-lebar sembari menggaruk kepala hingga rambutnya kian acak-acakan.
Sesekali menggaruk leher dan ya, persis hewan primata yang tidak akan Faaz sebut lebih jelasnya.
"Jam berapa?" tanyanya terdengar tak jelas karena memang sambil menguap.
"Hampir jam 12," jawab Faaz seketika membuat Ganeeta panik dan matanya membulat sempurna.
"Se-serius jam 12?"
"Iya, benar."
"Aduh, berarti telat dong ... kenapa tidak dibangunkan? Aku ada kelas pagi hari ini," ucapnya dengan suara yang terdengar berbeda, seperti menahan amarah.
"Malam, bukan siang," jelas Faaz hampir saja tertawa kecil lantaran sang istri terlalu lucu.
Ganeeta menghela napas lega, beberapa saat terdiam dan kembali memandang sekeliling kamar. Tadinya sempat mengira hari sudah pagi karena kamarnya terlihat rapi, begitu tahu masih jam 12 malam, jelas muncul pertanyaan baru di benaknya.
"Kamarnya siapa yang beresin? Bibi?"
Faaz menggeleng, bukan maksud ingin jasanya terlihat oleh Ganeeta, tapi mau tidak mau dia harus mengakui hasil kerjanya.
"Mas lah, siapa lagi? Memangnya kamu lihat orang lain di kamar ini?"
"Oh."
Alih-alih berterima kasih, Ganeeta hanya meloloskan satu kata begitu tahu bahwa Faaz telah membersihkan kamarnya.
"Oh saja?" tanya Faaz berusaha memancing Ganeeta untuk berbuat lebih.
"Maksudnya?"
"Lupakan, kamu lapar?" tanya Faaz mengalihkan pembicaraan.
Tutup buku masalah terima kasih yang memang tidak tidak dapat diharapkan, Faaz kembali fokus pada amanah mertuanya untuk memastikan perut Ganeeta harus terisi malam ini.
Tak menjawab dengan lisan, Ganeeta mengangguk dan bergegas turun dari tempat tidur. Sudah tentu tujuannya adalah turun untuk urusan perut.
Faaz yang tahu tujuan Ganeeta tak tinggal diam, segera dia ikuti hingga langkah Ganeeta seketika terhenti.
"Aku bisa sendiri, tidak perlu ditemani," ucapnya terdengar lebih lembut meski tetap masih menolak ujung-ujungnya.
"Mas mau minum, haus." Faaz beralasan hingga Ganeeta tidak dapat berbuat apa-apa.
.
.
Begitu turun ternyata di ruang tamu masih ramai karena di isi oleh para sepupunya. Jujur saja Ganeeta malas dan sempat terbesit untuk mengurungkan niat.
Akan tetapi, karena Azkara - Kakak sepupunya paling menyebalkan itu sudah telanjur sadar akan kehadirannya, niat Ganeeta mendadak urung.
"Pengantin baru ngapain keluar tengah malam?"
Mulai, Ganeeta sudah memasang wajah datar sedatar-datarnya sebagai peringatan kalau tidak sedang dalam keadaan baik untuk diajak bercanda, tapi si pemantik api itu sudah memulai aksinya.
"Pakai tanya kenapa, jelasnya butuh amunisi, Bro," sahut Ervano, musuh bebuyutan Ganeeta yang tampak paling atas pernikahannya.
"Ha-ha-ha benar juga ... amunisi sebelum atau sesudah kejadian nih, Net?"
Tak ingin ketinggalan, Abimanyu juga ikut-ikutan yang kemudian menciptakan gelak tawa di antara mereka hingga Ganeeta bergegas menuju saklar lampu dan membuat mereka terjebak dalam gulita.
"Aduh, kok gelap?"
"Mungkin kau buta, Bim."
"Buta kepalamu!! Ini lampunya mati, Dong-o!!"
"Habis token mungkin."
"Tidak ada ceritanya Om Cakra kehabisan token, Ervano ... ini sih sepertinya karena penunggu rumah ini marah."
"Aww seram, rumah semegah ini ternyata punya kisah mistis juga?"
"Tentu saja, makhluk ghaib justru suka, Van."
Tindakan Ganeeta justru semakin dijadikan lelucon oleh mereka yang membuat pemilik wajah cantik itu benar-benar murka.
Tanpa berucap sepatah kata pun, dia kembali ke kamar dengan langkah cepat. Lampu yang dia matikan juga berimbas pada langkahnya, beberapa kali hampir salah injak anak tangga tapi dia mampu kembali ke kamar dengan selamat.
Ganeeta merasakan hari ini seperti hari terburuk dalam hidupnya. Tiada yang peduli, bahkan semua orang justru tertawa di atas penderitaannya.
Tak berselang lama, pintu kembali terbuka dengan Faaz yang kini datang membawa sepiring nasi dan juga air untuknya.
"Makanlah, Mas tidak tahu porsi makanmu gimana ... kalau tidak habis jangan paksakan, biar Mas yang habiskan."
.
.
- To Be Continued -
Selamat pagi, kita mulai hari ini dengan Faaz yang super sweet dan meneduhkan hati 🫰
denger dr mulut orang lain lebih sakit hati
gapapa sebagai pengantar tidur
sabar ya ... tapi mas suami mu gak. merasa beban Lo Net ...