Niat hati memberikan kejutan kepada sang kembaran atas kepulangannya ke Jakarta, Aqilla justru dibuat sangat terkejut dengan fakta menghilangnya sang kembaran.
“Jalang kecentilan ini masih hidup? Memangnya kamu punya berapa nyawa?” ucap seorang perempuan muda yang dipanggil Liara, dan tak segan meludahi wajah cantik Aqilla yang ia cengkeram rahangnya. Ucapan yang sukses membuat perempuan sebaya bersamanya, tertawa.
Selanjutnya, yang terjadi ialah perudungan. Aqilla yang dikira sebagai Asyilla kembarannya, diperlakukan layaknya binatang oleh mereka. Namun karena fakta tersebut pula, Aqilla akan membalaskan dendam kembarannya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Balas Dendam Pengganti
“Mau ke mana?” tanya pak Pendi kepada sang putri, Rumi.
Gadis berkacamata dengan bingkai warna pink di hadapannya, tampil agak berbeda. Setelah pak Pendi amati, hingga ia sampai membuatnya menaruh surat kabar dari kedua tangannya, ternyata kali ini sang putri, menghiasi wajahnya dengan rias. Rias di wajah Rumi terbilang menor sekaligus berantakan. Hingga meski Rumi sibuk menunduk menghindari tatapan meneliti dari sang papa, pak Pendi tetap bisa melihatnya.
Setelah bergegas meninggalkan sofa tunggal dirinya duduk, pak Pendi melangkah cepat menghampiri Rumi. “Apa-apaan, ini? Kamu dandan? Gaya ... memangnya kamu sudah bisa lebih baik dari Chilla? Kamu sudah bisa menyabet predikat murid tercerdas sesekolah bahkan Jakarta? SUDAH!” setelah mengusap dan mencoba menghapus riaa di wajah sang putri, pak Pendi yang geregetan, tak segan menghantam punggung kepala sang putri sekuat tenaga.
Rumi langsung sempoyongan dan memilih terduduk pasrah. Ia hanya bisa menangis menahan kekejaman sang papa yang terus menuntutnya sempurna. Terlebih semenjak Chilla ada dalam hidup mereka, dan fatalnya, selain sangat cantik, manis, ceria, menyenangkan, Chilla yang memang paket komplit, juga menjadi murid paling cerdas se–Jakarta.
Posisi murid paling cerdas sekelas seumur hidup Rumi, raib seketika semenjak ada Chilla. Sebab semenjak ada Chilla, yang memiliki predikat tersebut jadi Chilla.
“Tahu-tahu, Papa mau nyalon jadi gubernur. Namun K—kamu!” kecam pak Pendi yang sudah nyaris kembali menghantam kepala sang putri. Tangan kanannya sudah ia angkat tinggi, tetapi detik itu juga, sang putri yang dari segi penampilan baginya sangat kampungan, menggunakan kedua tangannya untuk memegangi kepala. Rumi menunduk dalam dan jelas ketakutan menghindarinya.
Isak tangis lirih dari Rumi, menghiasi kesunyian di sana. Di lain sisi, meski sang putri membuatnya sangat kecewa, rasa iba itu tetap ada di dalam dada pak Pendi. Hanya saja, rasa kecewa pak Pendi membuatnya menutup mata. Ia tak mau, dan memang tak sudi, memiliki putri tak sempurna. Karena andai bisa, ia lebih ingin Chilla yang menjadi putrinya. Alasan tersebut pula yang membuatnya selalu membanding-bandingkan Rumi dengan Chilla, selama enam bulan terakhir, setelah mereka kenal. Sebab memang, baru selama enam bulan terakhir, sejak Chilla dan Rumi satu sekolah, mereka jadi saling kenal.
Tak lama kemudian, dengan hati, perasaan, sekaligus mental yang benar-benar hancur, Rumi melangkah memasuki kamarnya yang ada di lantai bawah. Walau diam, dan tatapan saja kosong, ingatan Rumi justru dihiasi adegan dirinya memapah Chilla yang sudah tak berdaya dari dalam mobil. Saat itu, Rumi tidak hanya sendiri karena Liara dan ketiga temannya juga turut serta. Mereka menggunakan mobil yang sama. Mobil Pajero hitam dan disopiri langsung oleh Liora.
Saat itu, suasana sudah gelap gulita. Mereka yang berhenti di jembatan bendungan besar dan arusnya sedang sangat deras, dengan sadar sekaligus sengaja, mendorong tubuh Chilla ke sana.
Jadi, ketika di balik jendelanya ada wanita muda sangat mirip Chilla, Rumi tidak bisa untuk tidak histeris. Apalagi, sosok di balik jendela tunggal di luar sana, membawa palu dan tak segan menghancurkan kaca jendelanya.
“Rumi!” geregetan pak Pendi.
Pan Pendi yang baru saja duduk, membuka kembali surat kabar dan ia bentangkan menggunakan kedua tangan, bergegas menuju kamar dan pintunya ada di depan sana.
Sesampainya di kamar sang putri yang penuh dengan rak buku, pak Pendi mendapati putrinya meringkuk di bawah jendela, mengenai pecahan kaca. Tangan kanan Rumi memegang palu, sementara selain banyak pecahan kaca di sekitarnya, jendela tunggal dan luarnya merupakan taman, sudah tanpa kaca.
“Sstt! Nih anak g i l a, apa gimana? Bisa-bisanya dia mecahin kaca!” kecam pak Pendi yang tidak ada pikiran bahwa kaca yang dipecahkan dari dalam, harusnya pecahannya lebih banyak terlempar ke luar.
Yang Rumi lihat memang mirip Chilla atau Asyilla. Namun, gadis berwajah dingin itu merupakan Aqilla, kakak sekaligus kembaran Asyilla. Gadis yang sangat mirip dengan Syilla. Kini, Aqilla ada di balik pintu kamar mandi kamar Rumi. Aqilla yang sengaja menyeret Rumi ke dekat kaca, kemudian membuat seolah gadis cupu itu yang berulah, mengintip dari balik pintu kamar mandi yang sedikit ia buka.
“Di dalam kamar ini pasti ada bukti akurat yang bisa menyeret kalian merasakan balasan berkali lipat!” batin Aqilla masih membiarkan luka di wajahnya. Termasuk juga rambutnya yang masih dikuncir tinggi layaknya ekor kuda.
Alasan Aqilla tak langsung mengabarkannya kepada polisi, tentu karena andai langsung diproses, usia Rumi dan pelaku lain, akan membuat kelimanya terbebas dari hukuman. Jadi, Aqilla sengaja melakukan segala sesuatunya dengan cermat. Agar luka yang kembarannya dapat, tak hanya menyisakan lara sekaligus trauma. Namun juga akan membuat para pelaku mendapat balasan berkali-kali lipat.
Bayangkan saja andai Aqilla langsung memprosesnya ke polisi, pasti hanya akan dikatakan kenakalan remaja hanya karena pelakunya masih di bawah umur.
Kemudian, tatapan Aqilla tertuju kepada pak Pendi yang alih-alih mengurus sang putri, justru meminta ART dan sang sopir untuk mengurus Rumi. Malahan dari tatapan maupun sikap pak Pendi kepada Rumi, pria berkepala botak itu tampak tak sudi memiliki putri seperti Rumi.
“Chilla, bahkan papa mama bilang, papanya Rumi yang awalnya merupakan wakil gubernur, akan mencalonkan diri sebagai gubernur di periode sekarang. Ini juga bisa aku manfaatkan untuk serangan balik!” batin Aqilla yang langsung mengerutkan dahi bahkan bibir, di setiap ia melihat wajah Rumi. Bukan karena gaya Rumi sangat c u p u. Melainkan karena wajah Rumi sangat menor, tapi lebih mirip badut lantaran Rumi tak pandai merias wajah.
“Rumi dandan semenor itu, mau ke mana? Ah, mumpung dia lagi pingsan, aku sabotas saja ponselnya!” pikir Aqilla yang lagi-lagi tak ragu untuk kembali melakukan hal nekat.
Setelah Rumi ditinggalkan di kamar sendiri, dan keadaan di sana sudah dibereskan sekaligus sudah kembali rapi, Aqilla menjalankan misinya. Ponsel Rumi menjadi yang Aqilla incar. Dari tas mungil bentuk hati warna pink di meja, Aqilla menemukannya. Karena bertepatan dengan itu, dering disertai getar, terdengar dari sana.
Tepat ketika Aqilla mencoba membuka sandi ponsel Rumi menggunakan jari telunjuk kanan Rumi, detik itu juga kedua mata Rumi terbuka. Tatapan Aqilla dan Rumi bertemu, bertatapan tajam, meski lagi-lagi Rumi cenderung ketakutan. Tanpa pikir panjang, tangan kanan Aqilla yang memegang ponsel meninju hidung Rumi sekuat tenaga. Tak hanya itu karena Aqilla sengaja meraih bantal untuk menindih wajah Rumi.
“Kamu sudah sangat tega kepada Chilla, jangan salahkan aku jika lebih tega dari kamu!” batin Aqilla.
(Assalamualaikum. Ramaikan ya ❤️)
😏😏😏
iya juga yaa,, kalo sdh singgung k Mbah Kakung,, memoriq tiba2 jadi blank🤭😅
ini angkatan siapa ya... 🤣🤣🤣
kayaknya aq harus bikin silsilah keluarga mereka deh... 🤣🤣🤣
beri saja Liara hukuman yg lebih kejam Mb...
Angkasa ....,, tunggu tanggal mainnya khusus utkmu dari Aqilla
Jangan smpe orang tua nya liara berkelit lagi ...