"Cuma karna I-Phone, kamu sampai rela jual diri.?" Kalimat julid itu keluar dari mulut Xander dengan tatapan mengejek.
Serra memutar malas bola matanya. "Dengar ya Dok, teman Serra banyak yang menyerahkan keperawanannya secara cuma-cuma ke pacar mereka, tanpa imbalan. Masih mending Serra, di tukar sampa I-Phone mahal.!" Serunya membela diri.
Tawa Xander tidak bisa di tahan. Dia benar-benar di buat tertawa oleh remaja berusia 17 tahun setelah bertahun-tahun mengubur tawanya untuk orang lain, kecuali orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
"Dok, Dokter nggak berniat mencari calon istri dan menikah dalam waktu dekat.?" Tanya Serra sembari menaik turunkan jemarinya di atas dada Xander. Dua anak manusia itu dalam keadaan telan jang, bersembunyi dibalik selimut putih. Mereka baru selesai melakukan pertarungan lagi yang entah sudah keberapa kali. Yang jelas sekarang pukul 9 malam. Artinya sudah hampir 12 jam mereka berada di dalam villa tersebut.
1 jam yang lalu, mereka baru menyelesaikan permainan di kolam renang. Serra benar-benar mengajak Xander untuk ber cinta di sana. Xander tentu saja tidak mungkin menolak. Dia dengan senang hati mewujudkan fantasi Serra.
Xander menggeleng. "Saya nggak tertarik lagi sama pernikahan, sendiri seperti ini rasanya lebih baik." Sahutnya.
"Sendiri.? Dokter nggak sadar kalau saat ini Dokter selalu sama Serra. Kita hampir setiap minggu berinteraksi, sekarang malah sudah begini." Ujarnya sambil menatap tubuhnya dan tubuh Xander yang sama-sama polos untuk menegaskan bahwa kedekatan mereka benar-benar sangat intim. "Yang namanya sendiri itu harusnya nggak punya temen dekat, apalagi TTM. Teman tapi making love." Seloroh Serra yang hampir terkekeh.
Xander menjentikkan jarinya di kening Serra. "Kamu belajar dari mana sampai jadi se bar-bar ini.? Mulutmu bisa membuat orang lain salah paham."
Serra menyengir kuda. "Termasuk Dokter.? Dokter juga salah paham sama Serra.?" Tanyanya.
Xander menggeleng. "Tujuan kita di awal sudah jelas, untuk apa saya salah paham sama kamu." Jawabnya.
Serra mengangguk mengerti. Ya, dia tau Xander sudah berkomitmen untuk tidak menjalani pernikahan. Hanya orang bodoh yang tetap berharap pada Xander. Serra berusaha untuk tidak menjadi orang bodohnya. Dia tidak akan berharap apapun pada Xander meski seandainya dia hamil anak Xander sekalipun.
...******...
Xander membangunkan Serra pukul 5 pagi. Walaupun sekarang hari minggu, tapi Xander memiliki jadwal di rumah sakit. Ada beberapa pasien yang harus kontrol karna senin akan menjalani operasi. Dan itu mendesak, jadi Xander harus datang ke sana.
"Serra, ayo cepat mandi." Xander mencubit pipi Serra berkali-kali agar membuatnya bangun.
"Eumm,," Serra menggeliat. Selimutnya tersingkap sampai perut. Dia akhirnya membuka mata, itupun karna mendengar Xander menelan ludah.
"Kamu bisa nggak jangan terus-terusan mancing saya.?" Protes Xander lalu menyingkir dari samping Serra.
"Nggak sengaja Dok. Tapi kalau Dokter kepancing, Serra nggak keberatan kita melakukan lagi." Ujarnya enteng. Serra turun dari ranjang dalam keadaan polos, dia memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai. Sedangkan Xander sudah memakai celana pendek.
"Kamu mandi di dalam, saya pakai kamar mandi di bawah." Ucap Xander yang tidak menggubris perkataan Serra. Gadis itu menjadi cemberut.
"Ya sudah kalau Dokter nggak mau, Serra bisa main sendiri di kamar mandi." Katanya kemudian berjalan melewati Xander dan masuk ke kamar mandi. Xander sempat menatap tubuh polos Serra dari belakang sampai menghilang di balik pintu kamar mandi. Pemandangan itu membuat darah Xander semakin panas. Dia tidak tahan melihatnya.
"Sial.! Bocah itu benar-benar ingin mengujiku." Umpatnya kemudian menyusul Serra ke dalam kamar mandi.
Serra terkejut mendengar pintu kamar mandi yang di dorong kencang dari luar. Dia makin terkejut karna Xander langsung mendorong tubuhnya sampai menempel di dinding kamar mandi, lalu di gendong dengan posisi berada di depan. Serra reflek mengalungkan kedua tangannya di leher Xander dan melingkarkan kaki di pinggang Xander agar tidak jatuh.
Wajah Xander memerah, Serra juga mendengar deru nafas Xander yang memburu. Pria itu jelas sudah diselimuti gairah. Sejujurnya Serra sudah tau jika Xander sangat mudah terang sang. Xander tidak akan bisa menahan diri jika di goda.
"Kita belum pernah posisi begini. Boleh.?" Tanya Serra.
Xander tidak menjawab, dia langsung meraup bibir Serra dan men ciumnya kasar. Satu tangannya juga tak tinggal diam, dia memainkan sebelah bukit Serra yang pas di genggamannya.
Setelah cukup dengan pemanasan yang mampu membakar gairah, Xander perlahan melakukannya tanpa mengubah posisi. Dia mengabulkan permintaan Serra.
Baru beberapa kali hentakan, erangan Serra sudah memenuhi kamar mandi. Dia tidak malu mengekspresikan rasa nikmat yang dia dapatkan dari Xander.
Melihat itu, Xander justru semakin semangat melakukannya. Dia terus menghujani Serra dengan kenikmatan yang mungkin tidak akan bisa Serra lupakan rasanya.
...******...
Serra sampai di rumah pukul 10 pagi. Dia membawa banyak belanjaan dan makanan dari Xander. Serra sudah menolak, tapi tetap di paksa untuk membawanya.
"Aku harus pakai alasan apa.? Tante pasti curiga aku bawa banyak makanan setelah 2 hari nggak pulang." Gumamnya pelan. Dia masih berdiri di teras rumah dan belum berani masuk.
"Yeayy Kak Serra sudah pulang. Kakak bawa apa itu.?" Mila yang baru keluar dari rumah langsung berlari menghampiri Serra.
Akbar ikut keluar karna mendengar jeritan adiknya. Dia ikut tersenyum lebar seperti Mila karna melihat Serra membawa banyak makanan.
"Sini Kak biar Akbar bantu bawain." Tawarnya. Serra mengangguk dan memberikan satu kantong belanjaan pada Akbar. Mila juga ingin melakukan hal yang sama. Dua bocah itu kemudian masuk ke dalam rumah, Serra mengekor di belakang.
"Serra, kamu belanja sebanyak ini.?" Sila dari arah dapur bergabung dengan mereka di ruang keluarga.
Serra menggeleng. "Ini dari majikan Serra, Tan. Semalam Serra menemani Ibu belanja, tapi Serra malah dipaksa ikut belanja juga."
Sila menatap dengan kening berkerut. Serra bisa melihat tantenya tidak sepenuhnya percaya dengan jawabannya.
"Tante nggak percaya ya.? Tapi Serra benar-benar di paksa Tan, bukan Serra yang minta." Ujarnya sambil menggeleng cepat.
Sila akhirnya tidak bertanya lagi, dia memilih percaya dengan perkataan Serra walaupun dalam hatinya sedikit mengganjal.
"Tante sudah kemasi sebagian baju-baju Tante dan anak-anak. Kamu juga boleh mencicil dari sekarang, 3 minggu itu nggak berasa. Kita sebentar lagi bisa pindah secepatnya dari sini." Ujar Sila.
Serra mengangguk paham. "Tante, seandainya Serra mau kuliah di Jogja, apa Tante dan Om bakal ngasih ijin.?" Tanyanya hati-hati.
"Kamu nggak mau kuliah di Surabaya.? Di sana juga banyak universitas bagus. Selain itu, Tante dan Om nggak akan khawatir karna kamu bisa tinggal sama kami." Ujar Sila.
"Tante, Serra sebenarnya ingin mencoba hidup mandiri. Selama ini Serra selalu bergantung sama nenek, setelah nenek meninggal, Tante mengajak Serra tinggal disini. Serra sudah dewasa, Serra ingin membuktikan kalau Serra bisa mengandalkan diri sendiri. Semoga Tante dan Om bisa mempertimbangkannya." Serra menatap penuh harap.
Sila menghela nafas berat. Dia mana tega membiarkan Serra tinggal sendiri di kota lain. Serra adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki setelah kedua orang tua dan Kakaknya meninggal. Sila hanya ingin menjaga Serra dan berada di sisinya sampai akhir hayatnya.
"Nanti Tante bicarakan dulu sama Om." Jawab Sila.
"Makasih Tante." Serra memeluk Sila dengan manja.
mstinya lngsng d dor aja pas ktmu td,kn biar ga bs kbur.....tp yg nmanya pnjht,dia jg pst lcik lh....apa lg ada zayn,mngkn anknya bkln d jdiin sndera.....