Velicia dianggap berselingkuh dari Jericho setelah seseorang memfitnahnya. Jericho yang sangat membenci Andrew—pria yang diyakini berselingkuh dengan istrinya, memutuskan untuk menceraikan Velicia—di mana perempuan itu tengah mengandung bayi yang telah mereka nanti-nati selama tiga tahun pernikahan mereka, tanpa Jericho ketahui. Lantas, bagaimanakah hubungan mereka selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lilylovesss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah Sakit
****
"Usahakan untuk tidak terlalu banyak melakukan sesuatu yang berat. Sepertinya akhir-akhir ini kau melakukan sesuatu yang cukup menguras tenaga. Tubuhmu lemah, Nona. Kau tidak bisa melakukan hal-hal berat yang bisa mengancam bayi di dalam kandunganmu."
Velicia mengangguk setelah mendengar penjelas dari dokter. Setelah pertengkarannya dengan Andrew, tak lama Velicia dilarikan ke rumah sakit. Sharine juga ikut serta menemani Velicia bersama Andrew.
Jika saja Velicia tidak sengaja menjatuhkan gelas, mungkin kepura-puraannya masih bisa ia pertahankan. Sayang sekali, Velicia sudah tidak kuat melakukannya. Bahkan menurut dokter yang Velicia temui, Velicia bisa menemukan kemungkinan-kemungkinan keram perut yang sama hanya karena tubuhnya yang terlalu lemah.
"Terima kasih untuk semua sarannya, Dokter," ucap Andrew.
"Sebagai suami, Tuan harus memperhatikan istrinya dengan teliti. Tubuhnya sangat lemah untuk seorang ibu hamil muda sepertinya."
"Maaf, Dokter. Dia bukan suami saya. Kami bersaudara," sela Velicia.
"Oh, maaf. Saya kira Anda adalah suami dari Nona ini."
"Dia saudara saya," ucap Andrew.
Setelah mendapatkan obat penguat janin, mereka akhirnya keluar dari dalam ruang konsultasi. Untung saja ada dokter yang siap menangani Velicia di saat larut malam seperti ini. Untungnya juga, Andrew dan Sharine sedang menginap di rumahnya. Jika tidak, entah apa yang akan terjadi pada janin di dalam kandungan perempuan itu.
"Apa yang kau lakukan selama kita tidak ada di sampingmu?" tanya Andrew saat mereka sudah masuk ke dalam mobil.
Semenjak masik ke dalam mobil, Sharine memutuskan duduk di bangku belakang. Tidak banyak bicara dan hanya mendengarkan obrolan antara Velicia dan juga Andrew. Bukan tidak ingin, tetapi Sharine paham jika Andrew harus menasihati Velicia detik itu juga, alih-alih olehnya yang sudah pasti tidak akan Velicia dengar.
"Tidak ada."
"Tidak mungkin kau mengalami perut keram jika tidak melakukan kegiatan yang sekiranya membebanimu," ujar Andrew, bersikeras agar Velicia jujur padanya.
"Aku berani bersumpah. Tidak ada hal-hal berat yang aku lakukan kecuali mengurus kebun. Kau tahu, kan? Kebun di rumah masih memiliki tanah yang agak sulit kuberikan benih tanaman. Jadi, aku memang sibuk mengurusnya."
Andrew mengusap wajahnya dengan frustasi. Padahal sejak Velicia pindah ke rumah itu, Andrew sudah berpesan jika orang yang akan merapikan kebun dan memberikan benih-benih tanaman adalah dirinya. Velicia hanya perlu menunggu dirinya di hari libur. Akan tetapi, perempuan itu justru tidak memiliki kesabaran sama sekali.
"Kau tidak mendengar apa yang aku katakan terakhir kali saat meninggalkanku kali pertama di rumah itu?"
"Aku mendengarmu."
"Lalu, kenapa kau melakukannya tanpa mempedulikan dirimu sendiri?"
Sharine yang berada di belakang mereka, menatap mereka secara bergantian. Sekarang, mereka seperti sepasang kekasih yang tengah bertengkar hanya karena masalah kecil yang seakan tiada ujungnya.
"Karena aku tidak ingin merepotkan siapa pun, termasuk kau. Kau puas dengan jawabanku?"
"Kenapa kau selalu terganggu saat seseorang menolongmu?"
Velicia tidak menjawab pertanyaan Andrew. Perempuan itu mendadak terdiam dengan wajah yang ia palingkan ke luar jendela. Sementara Andrew, pria itu terlihat menghela napas dalam yang kemudian berakhir dengan ia mulai melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit tanpa melanjutkan obrolannya lagi dengan Velicia.
"Aku sama sekali tidak terganggu. Hanya saja ... aku tidak menyukai seseorang yang memberikan pertolongan padaku hanya karena mereka kasihan atas takdir dan nasibku. Aku tidak menyukainya sejak dulu."
****
Jericho terbangun cukup telat seperti hari biasanya. Hari ini, ia sudah kembali ke kantor setelah memastikan keadaan Nathalie baik-baik juga di rumah. Ayahnya juga sudah kembali, jadi Jericho tidak begitu merasa cemas.
Saat pria itu turun ke lantai dasar, ia harus dikejutkan dengan Seina yang tiba-tiba muncul di bawah tangga. Tersenyum dengan tubuh yang ia bungkukkan sekilas. Menyapa Jericho yang berhasil membuat Jericho sedikit tidak nyaman dengan sikapnya.
"Selamat pagi, Tuan Jericho. Saya sudah menyiapkan sarapan untuk Anda pagi ini. Ibu saya akan datang sedikit terlambat karena ada beberapa keperluan penting di luar. Saya mewakili beliau untuk meminta maaf kepada Tuan Jericho," katanya, tanpa menghilangkan senyumannya sedikit pun.
"Oh, baiklah tidak masalah, Seina."
Jericho hanya mengulas senyum singkat, kemudian kembali melangkah meninggalkan Seina. Akan tetapi, perempuan itu tetap mengikutinya sampai ruang makan. Berdiri tak jauh dari kursi yang ditempati oleh Jericho.
"Seina, kau boleh melakukan pekerjaan lain saat saya sarapan. Tidak masalah kau tidak menemani saya di sini."
"Oh, tidak masalah, Tuan. Saya senang melakukan ini."
Merasa tidak enak hati, Jericho tidak mengatakan apa pun lagi. Ia mulai memfokuskan dirinya menyantap sarapan yang dibuatkan oleh Seina. Rasanya tidak begitu buruk. Cukup enak dan tidak berlebihan. Jujur saja, Jericho sedikit menyukai masakan Seina.
"Saya sudah selesai," ucap Jericho setelah lima belas menit ia habiskan untuk menghabiskan sarapannya.
Pria itu berdiri dari kursinya, kemudian meraih jas yang ia letakkan di kepala kursi. Sebelum meninggalkan ruang makan, Jericho berdiri sejenak menghadap Seina yang sejak tadi masih memperlihatkan senyum manisnya.
"Sarapan buatanmu cocok untuk lidah saya. Saya menyukainya."
"Benarkah? Terima kasih untuk pujiannya, Tuan Jericho," Seina kembali membungkukkan tubuhnya sekilas.
Jericho kemudian bergegas meninggalkan ruang makan. Sementara itu, Seina mulai berpikir panjang. Menarik napas dalam seakan apa yang ia lakukan sudah berhasil sedikit demi sedikit. Sebentar lagi, Seina sangat yakin jika ia akan berhasil mendapatkan perasaan Jericho.
"Masakanku enak? Sarapan yang aku buat enak?" Seina tertawa.
"Padahal aku membelinya. Aku sama sekali tidak memasak, Tuanku. Rupanya, kau memang pria yang sangat gampang dibodohi. Aku bersyukur, setidaknya aku tidak perlu repot-repot memikirkan misi lainnya agar bisa mendapatkanmu secepatnya."
****
"Karena kau masih perlu diperhatikan, aku memutuskan untuk berada di sini dalam beberapa hari lagi."
Velicia hanya bisa terdiam saat Sharine berkata demikian. Sementara Andrew hanya menatapnya dengan senyum tipis bersama kedua tangan yang melipat di atas dada. Pria itu sedang menyandarkan tubuhnya di dinding, sementara Sharine terduduk di kursi rotan dengan raut wajah angkuh.
"Kau harus bekerja besok pagi, Sharine. Jangan aneh-aneh."
"Aku bisa melakukan pekerjaanku di sini. Aku juga membawa laptop."
Andrew hanya bisa tertawa kecil saat Sharine bersikap tidak ingin kalah dari seorang perempuan yang terkenal keras kepala dalam hidupnya. Ia bersyukur, setidaknya Sharine tidak bisa Velicia kalahkan karena dalam detik itu juga Velicia langsung terdiam saat mendengar jawaban dari Sharine.
"Biarkan Sharine berada di sini untuk menemanimu. Bayangkan saja bagaimana keadaanmu jika tidak ada kita semalam? Kau harus memikirkan itu juga, Velicia."
"Ya."
"Menurutlah. Anggap saja kita sangat mengkhawatirkan keadaan janinmu di sana. Jangan mengomeli Sharine saat aku sudah pergi dari sini. Niat Sharine sangat baik. Hanya ingin menemanimu dan memastikan kau baik-baik saja dan selalu meminum obatmu."
"Ya, crewet."
****
kau masuk dalam jerat wanita siluman itu 😏🤨
bahkan kau tak memikirkan perasaan orang tua mu yg ingin sekali bertemu Velicia disaat terakhir nya 😡😡
jika bertemu Valencia dalam keadaan yang lebih baik dan begitu bahagia 🙂