“Kuberi kau dua ratus juta satu bulan sekali, asal kau mau menjadi istri kontrakku!” tiba-tiba saja Alvin mengatakan hal yang tidak masuk akal.
“Ha? A-apa? Apa maksudmu!” Tiara benar-benar syok mendengar ucapan CEO aneh ini.
“Bukankah kau mencari pekerjaan? Aku sedang membutuhkan seorang wanita, bukankah aku ini sangat baik hati padamu? Kau adalah wanita yang sangat beruntung! Bagaimana tidak? Ini adalah penawaran yang spesial, bukan? Kau akan menjadi istri seorang CEO!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irna Mahda Rianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Pergi Ke Rumah Sakit
Kediaman Hardy Satria …
Hardy baru saja selesai makan malam bersama istrinya dan sekretarisnya. Seperti biasa, Hardy memang lebih memilih untuk mengurusi urusan kantor dengan Andi, daripada harus bercengkrama dengan Sisil.
Selama tujuh bulan menikah, Hardy memang masih kesulitan untuk bisa jatuh cinta pada Sisil. Selama ini, Sisil yang yang agresif padanya, tetapi tidak dengan Hardy.
Malam ini, entah kenapa Sisil merasa tak nyaman. Perutnya kram, ia juga merasakan sakit di sekitaran area perut bawahnya.
Sisil memanggil asisten rumah tangganya, agar Hardy segera menemuinya. Hardy pun datang ke kamar Sisil, untuk memastikan apa yang terjadi.
“Kenapa? Ada apa?”
“Sayang, perutku sakit. Sungguh …” Sisil meringis kesakitan.
“Kau ingin ke rumah sakit?”
Sisil mengangguk, semakin ke sini, rasanya semakin tak tertahankan. Padahal, usia kandungannya baru saja menginjak delapan bulan. Perut Sisil memang tak terlalu besar, mungkin karena ini adalah kehamilan pertamanya.
Sisil pun dibawa ke rumah sakit oleh Hardy dan Andi. Hardy berusaha menenangkan Sisil, karena ia juga tak tega, melihat istrinya terus meringis kesakitan.
Rumah sakit besar Harapan Utama …
Sisil masuk ke bagian Obgyn, untuk segera ditangani. Dokter pun mengatakan pada Hardy, jika Sisil akan segera melahirkan. Tentu saja Hardy amat syok dan tak percaya. Mengingat, sepengetahuannya, Sisil baru saja menginjak usia delapan bulan.
“Dok, kenapa ia harus melahirkan sekarang? Usia kehamilannya baru saja menginjak delapan bulan, tak mungkin dia melahirkan sekarang! Aku khawatir jika bayinya prematur!” tutur Hardy.
“Delapan bulan?” Dokter itu sedikit ragu. “Percayakan semuanya pada kami. Istri Anda sudah pembukaan lima, dan tentu saja tak akan lama lagi ia pasti melahirkan, Tuan.”
“Baiklah, lakukan yang terbaik untuk istriku. Aku percayakan semua padamu! Jangan sampai terjadi apapun pada mereka!” perintah Hardy.
“Baik, Tuan, tentu saja, kami akan memberikan yang terbaik untuk anak dan istri Anda. Masuklah, Anda harus menemani istri Anda melahirkan,”
“Aku paranoid terhadap darah, aku tak bisa menemaninya. Aku percayakan semua padamu, yang penting mereka sehat dan selamat. Aku tunggu di sini saja,” jawab Hardy.
“Baiklah Tuan, kami akan melakukan yang terbaik,” Dokter kandungan itu pun kembali ke dalam ruangan.
Hardy menunggu di ruang tunggu bersama dengan Andi. Andi segera memberi tahu keluarga besar Hardy dan Sisil, perihal kabar bahagia ini.
“Ini aneh, apa yang terjadi? Kenapa dia harus melahirkan lebih dini?”
“Bukankah Nona Sisil selalu melakukan check up kehamilan secara rutin? Sudahkah kau melihat hasil dan perkembangan janinmu, Tuan?” tanya Andi.
“Aku tak terlalu memperhatikan hal itu. Ketika dia berkata akan diantar oleh ibunya, yasudah aku tak ikut campur.”
“Jadi, Nona Sisil melahirkan premature?”
“Sepertinya begitu, tapi biarlah, yang penting bayiku selamat,” ujar Hardy.
“Amin, Tuan, aku pun berharap begitu.”
.
Malam ini, Alvin tidur sendirian di apartemennya. Rasanya ada yang hilang, ia merasa sepi dan sunyi saat ini. Aneh sekali, padahal biasanya pun Alvin selalu sendiri, jika Doni tak menginap di apartemennya.
Ada perasaan tak nyaman dan resah ketika ia sendirian. Berbeda hal nya ketika ada Tiara di apartemennya. Meskipun selalu ada saja drama yang terjadi setiap malamnya.
Ada yang berbeda, ketika Tiara sudah memasuki kehidupan Alvin. Alvin jadi merasa kesepian, ini sangat tak menyenangkan. Dia mengumpat habis-habisan, dirinya tak biasanya seperti ini.
“Sial, kenapa aku merasa kesepian? Kenapa aku merasa tak nyaman sekali! Tak biasanya aku begini! Aarrgghh, kenapa sulit sekali untuk memejamkan mata?” Alvin gelisah, ia menatap layar ponselnya berulang kali, namun waktu masih menunjukkan pukul delapan malam.
Pekerjaannya sudah selesai, ia kini bisa bersantai. Namun ternyata, bersantai bukanlah hal yang menyenangkan saat ini. Alvin malah merasa kesepian, dan hati kecilnya berkata, ia ingin ditemani.
“Astaga, bukankah aku melupakan sesuatu? Jam tangan rolex milikku ada pada di wanita munafik itu ‘kan? Besok ada meeting dengan dewan direksi, aku harus meminta dia mengembalikannya! Biar kusuruh dia untuk mengembalikannya padaku sekarang!”
Alvin pun membuka ponselnya, ia segera menghubungi Tiara. Berharap jika Tiara segera mengangkatnya. Panggilan pertama tak ada jawaban. Alvin mulai gusar saat ini.
“Keterlaluan! Berani-beraninya dia tak mengangkat panggilanku! Awas saja, jika panggilan kedua ini ia tak mengangkat lagi, aku akan memberi hukuman padanya!”
Alvin menghubungi Tiara lagi. Beberapa deringan masih saja dihiraukan oleh Tiara. Saat deringan terakhir, ternyata Tiara mengangkat teleponnya.
“Halo, kau dimana! Lama sekali tak mengangkat panggilanku!”
“Halo, Tuan, maaf, maafkan aku. Aku sedang berada di rumah sakit, adikku kejang, ia kritis lagi. Maafkan aku jika aku tak bisa menuruti perintahmu saat ini. Adikku dalam darurat, dan aku harus mengutamakannya. Mohon maafkan aku,”
“Di mana kau?” tanya Alvin serius.
“Di Rumah sakit besar Harapan Utama, Tuan. Besok aku akan menemuimu, maafkan aku untuk hari ini,”
“Aku akan ke sana!”
“Tuan, tak perlu! Kau tak perlu ke sini!” Tiara berusaha mencegah Alvin.
Alvin tak mengindahkan perkataan Tiara. Dengan sigap, ia mengambil jaket dan kunci mobilnya, lalu segera pergi ke rumah sakit harapan utama.