Bagaimana perasaan jiwamu jika dalam hitungan bulan setelah menikah, suami kamu menjatuhkan talak tiga. Lalu mengusirmu dan menghinamu habis-habisan.
Padahal, wanita tersebut mengabdi kepada sang suami. Dia adalah Zumairah Alqonza. Ia mendadak menjadi Janda muda karena diceraikan oleh suaminya yang bernama Zaki. Zaki menceraikan Zumairah karena ia sudah bosan dan Zumairah adalah wanita miskin.
Bagaimana nasib Zumairah ke depannya? Apakah dia terlunta-lunta atau sebaliknya? Yuk, cap cus baca pada cerita selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Sekti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wiwin
Saat siang Zaki datang dan marah meminta diperhatikan kepasa Bu Dijah dan Zumairah.
Bu Dijah yang sedang menikmati makan siang berdiri mendekati Zaki dengan tatapan tajam. "Pergi dari sini dan jangan ganggu anak saya lagi! Saya tidak mau mendengar ucapan dustamu itu," kata Bu Dijah dengan lirih.
Ia memerintah Zaki untuk pergi dari tempat tersebut dengan ucapan lirih. Ia tidak mau tetangganya tahu.
Zaki berkerut. "Salah saya apa Bu? Saya hanya ingin memperbaiki rumah tangga saya dengan Zumairah itu saja."
Zaki berpura-pura tidak bersalah dan tetap pada pendiriannya.
Bu Dijah tersenyum masam. "Kamu pura-pura tidak tahu dengan kesalahan kamu? Kesalahan kamu banyak. Kamu dzolim kepada Zumairah serta kamu itu munafik dan egois. Cepat pergi dari sini atau saya panggil semua warga di sini untuk mengusir kamu!"
Bu Dijah tidak lagi berbasa-basi karena tidak mau anaknya celaka karena Zaki.
Zaki geram. "Ibu kok berubah galak? Ibu itu dihasut pria licik itu pasti? Bu dengarkan penjelasan Zaki. Zaki itu sangat mencintai Zuma. Izinkan saya menikah lagi, Bu. Selebihnya saya tidak akan mengganggu!"
Zaki menuding kepada Arga dan mengatakan bahwa Arga licik. Zaki memelas satu kali lagi. Ia bersujud di bawah kaki Bu Dijah agar Bu Dijah luluh.
Bu Dijah geleng-geleng kepal. "Kamu masih ngeyel? Sekarang saya berteriak dan memanggil warga agar mengarak kamu agar cepat pergi dari kampung ini! Yang licik itu kamu!"
Bu Dijah meminta Zaki segera pergi, jika tidak ia akan memanggil warga.
Zaki tetaplah Zaki. Ia tidak takut dengan amukan warga. Ia tetap bersujud di bawah kaki Bu Dijah. Menangis dan memohon agar bisa menikah lagi dengan Zuma.
Melihat pemandangan tersebut, Zuma menghampiri sang ibu dengan wajah gelisah. "Bu, biarkan dia seperti itu. Nanti kalau dia capek, akan pergi sendiri. Selama dia tidak bikin onar. Lebih baik Ibu melanjutkan makan siang," kata Zuma kepada ibunya agar menjauhi Zaki dan tak menghiraukannya.
Kemudian Bu Dijah menuruti perkataan sang anak. Bu Dijah sudah merasa kenyang karena datang Zaki yang melakukan hal konyol.
"Nak, kita pulang saja yuk. Ini mendung, sepertinya hujan akan turun. Pekerjaan ini dilanjutkan besok saja," kata Ibu yang memerintah sang anak dan Arga untuk segera pulang.
Akhirnya mereka pulang lewat jalan biasa karena lewat jalan alternatif pun Zaki mengetahui keberadaan mereka.
Melihat Bu Dijah pulang bersama keluarga kecilnya, Zaki juga berjalan mengikuti dari belakang.
Setelah melewati kebun singkong dan pekarangan luas, Zaki ingin berbuat sesuatu
Buk!
"Awas aku masih punya urusan denganmu!"
Karena Zaki sangat cemburu dengan Arga Dinata, ia mendorong Arga dari belakang dan Arga terjatuh. Zaki berubah dendam dengan Arga Dinata.
Bu Dijah menoleh dan dengan raut wajah panik. "Ada apa ini? Zaki kenapa kamu menyerang Nak Arga! Hentikan perbuatan keji mu itu!"
Zaki berusaha menyerang Arga yang jatuh tersungkur dan hidungnya mimisan seketika karena terbentur pohon Pinus yang tidak jauh dari ia berdiri.
Zuma berlari dan mencoba menolong Arga yang terluka. Lap bersihnya ia berikan kepada Arga untuk membersihkan hidung yang mimisan.
Setelah puas membuat Arga terluka, Zaki lari terbirit-birit dari tempat tersebut, takut Bu Dijah akan melaporkan kepada warga.
Bu Dijah panik. "Ternyata Zaki memang pria kejam. Duh Gusti, paringono balasan kangge Zaki sing pantes!"
Bu Dijah mendoakan Zaki agar diberi balasan yang setimpal.
Arga mencoba berdiri dengan pelan-pelan. "Arga tidak apa-apa Bu. Yuk, kita pulang sebelum hujan tiba. Yang terpenting, Zaki sudah pergi dan tidak berulah," kata Zaki menenangkan hati Bu Dijah dan menahan rasa sakit kepalanya karena terbentur.
Akhirnya mereka berjalan cepat agar sampai rumah.
Setengah jam kemudian, akhirnya mereka sampai di rumah. Bu Dijah segera membuka gembok pintu yang terpasang di belakang rumah. Setelah berhasil mereka membersihkan diri dan beristirahat.
Zuma segera ke dapur untuk merebus air dan membuat seteko kecil berupa kopi hitam.
Bres!
Tiba-tiba hujan deras menambah suasana kampung tersebut terasa dingin namun sejuk.
Tidak lama, kopi pun jadi. Kopi tersebut ia suguhkan kepada Arga yang duduk di bangku panjang untuk istirahat. Bu Dijah juga ikut duduk dan menikmati kopi.
Arga dan Bu Dijah mulai menyesap kopi secara perlahan-lahan. Setelah meminum kopi tersebut, pikiran menjadi fres kembali.
"Nak, tidurlah di kamar kosong sana jika mengantuk. Sepertinya kamu kelelahan. Besok kita panen. Dan beberapa tetangga akan membantu kita. Persiapkan diri mu Nak agar besok sehat. Kamu juga istirahat Zuma!"
Setelah Bu Dijah memerintah kepada sang anak dan Arga, akhirnya mereka menuruti kata sang ibu. Mereka tidur sejenak untuk melepas penat.
Bu Dijah pun juga tertidur di bangku panjang yang ada di ruang tamu.
Tok tok tok!
Ketika keluarga Bu Dijah sedang beristirahat, terdengar suara orang mengetuk pintu. Bu Dijah terbangun dan membuka pintu rumahnya segera.
Tidak lama, pintu pun terbuka. Bu Dijah terkejut. "Ya Alloh Wiwin. Kenapa dengan wajah kamu? Kamu menaburi wajah dengan bedak tebalnya lima senti? Kok kamu berubah kaya Lenong saja. Haha!"
Bu Dijah tertawa dengan kedatangan wanita berumur sekitar 25 tahun yang membawa bingkisan dan ia berdandan menor.
Wiwin melongok ke kanan dan kekiri. Matanya melihat keseluruh sudut ruangan dan mencari-cari sesuatu.
"Bu, ini ada sedikit buah mangga yang manisnya rasa madu. Di mana pangeranku Bu? Eh, maksudnya pria tampan yang tadi ikut Ibu di sawah?"
Ternyata Wiwin mengincar Arga Dinata. Ia rela berdandan menor dan memakai pakaian serba mini untuk mencuri perhatian Arga.
Bu Dijah berkerut. "Oh, jadi kamu naksir sama Nak Dirga! Bibir berwarna cabe rawit gitu, mana mungkin Nak Arga suka. Mbok ya dandannya biasa saja seperti biasanya. Dasar orang kampung, seperti nggak pernah lihat orang kota, Win, Win!"
Wiwin yang biasanya memakai pakaian khas desa, kini berubah memakai pakaian wanita yang dipakai saat di Diskotik. Malah terkesan norak.
Wiwin membisikkan suara di dekat Bu Dijah. "Bu, namanya juga usaha. Siapa tahu dia kepincut diriku. Biasanya cowok itu suka wanita yang berpakaian mini gini, Bu! Lihat saja nanti! Aku tunggu Mas Arga keluar. Aku duduk ya Bu!"
Wanita itu menunggu Arga bangun dari tidur. Ia ingin mencari perhatian kepada Arga.
Bu Dijah semakin tertawa. "Haha. Coba saja kalau bisa nanti tak kasih ayam Ibu satu. Tapi kamu jangan sembrono lho!" kata Bu Dijah berkelakar.
Tidak lama, Arga bangun. Disusul oleh Zuma yang bangun namun, ia menuju dapur untuk meminum air bening.
Karena Arga tidak enak, berada di kamar lama, akhirnya ia menuju ruang tamu, sontak, ia terkejut melihat wanita yang berdandan seperti orang kota.
Mengetahui Arga ke arah ruang tamu, Wiwin segera mendekati Arga dan memberikan bingkisan berupa mangga.
"Bolehkah saya memberikan ini untukmu. Ini buang mangga untuk Mas. Dicoba ya pasti enak. Oh ya, kenalkan, aku Wiwin? Kamu Mas Arga 'kan?"
Arga sedikit risih. "Iya saya Arga. Maaf, nggak usah repot-repot. Tolong kita jaga jarak. Kita bukan muhrim!" kata Arga dengan nada agak tegas. Arga berjalan mundur untuk menjaga jarak. Namun, Wiwin semakin mendekati Arga dan merangkul pundak Arga karena sangat gemas. Wanita tersebut agresif sekali.
Wiwin kemudian merangkul Arga. Arga berusaha melepas tangan Wiwin yang sangat kuat namun, Wiwin melakukan aksi sangat cepat.
"Cup! Enak nggak Mas? Aku beri satu ci— uman kecil untukmu. Aku gemas banget dengan ketampananmu. Mas Arga mau nikah dengan Wiwin ya?"
Wanita itu berani sekali mendaratkan gincu dengan susah payah di pipi Arga yang bersih. Karena Arga tinggi, Wiwin berjingkat untuk bisa melakukan aksi beraninya. Dan ia berhasil memberi tanda merah di bagian pipi Arga.
Arga berusah mendorong wanita tersebut hingga Wiwin terjatuh.
"Haduh, Mas Arga kasar banget! Aku ini gemas banget sama Anda!"
Arga terdiam mematung melihat Wiwin yang terjatuh. Ia tidak menolong wanita tersebut karena Arga sedang marah namun, ia tahan. Sementara Bu Dijah mematung dengan apa yang dilakukan Wiwin.
"Wiwin! Kamu apakan Nak Arga!" bentak Bu Dijah yang sedang marah.
'Sialan! Wanita itu berusaha membangunkan pusakaku! Tapi tak semudah itu! Aku masih punya harga diri sebagai pria sejati. Dasar wanita norak,' batin Arga yang berbicara pada hatinya sendiri. Hampir saja pusakanya berdiri karena Wiwin memberikan sesuatu yang membuat lelaki lemah.
Setelah mematung, Arga ke belakang untuk mencuci mukanya yang terkena gincu.
Di dapur ia melihat Zuma sedang terdiam.
"Zuma kamu ngapain?" tanya Arga penasaran. Beberapa menit Arga menunggu Zuma menoleh ke arahnya, namun, ia masih diam membisu dalam keadaan berdiri bagai patung.
Apa yang sedang terjadi?
demi harta sanggup berjual beli...tampa memikirkan perasaan anak....egois....tepi....adakah Arga akan bahagia...pasti saja tidak...Arga amat mencintai Zuma...walaupun demikian....Arga perlu bertegas pada Papa Wira Arga....bahawa kamu tetap dengan keputusan mu memilih Zuma....kebahagiaan adalah penting walaupun nama mu di coret dalam keluarga....bawa diri bersama Zuma ke tempat lain dan buktikan bahawa tanpa harta keluarga kamu boleh bahagia gitu..lanjut...