Setelah dikhianati sang kekasih, Embun pergi ke kota untuk membalas dendam. Dia berusaha merusak pernikahan mantan kekasihnya, dengan menjadi orang ketiga. Tapi rencanya gagal total saat Nathan, sang bos ditempatnya kerja tiba tiba menikahinya.
"Kenapa anda tiba-tiba memaksa menikahi saya?" Embun masih bingung saat dirinya dipaksa masuk ke dalam KUA.
"Agar kau tak lagi menjadi duri dalam pernikahan adikku," jawab Nathan datar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DIBAWA KE KUA
Embun gelisah saat dia berada dalam satu mobil dengan Dimas. Pria itu tak banyak bicara. Bahkan saat Embun bertanya mereka akan kemana, Dimas hanya menjawab, nanti kau akan tahu. Membuat Embun makin pusing tujuh keliling.
Pagi ini, Embun tiba tiba dipanggil oleh asisten Nathan tersebut. Pria itu lalu mengajaknya pergi dan mengatakan jika itu suruhan Nathan. Kalau sudah nama Nathan disebut, mana bisa Embun menolak. Terpaksa dia ikut dengan Dimas.
Embun mengerutkan kening saat mobil yang dikendarai Dimas masuk ke halaman KUA.
"KUA? Untuk apa kita kesini?" tanya Embun sambil menoleh kearah Dimas.
"Nanti kau akan tahu," jawab Dimas datar.
Keduanya lalu turun dari mobil dan berjalan menuju gedung KUA. Embun mendadak diliputi rasa cemas. Tempat ini jelas untuk orang yang mau menikah, lalu untuk apa dia dibawa kesini? Apakah ada yang akan menikah dan dia disuruh jadi saksi?
"Siapa yang mau menikah Pak?" Embun kembali bertanya.
"Nanti kau juga akan tahu." Lagi-lagi, Dimas memberikan jawaban yang sama.
Laki laki ini benar-benar misterius, aku jadi takut.
Embun kaget bukan main saat melihat Rama keluar dari pintu KUA. Matanya membulat lebar dan jantungnya seperti merosot keperut. Dia jadi ingat jika 3 hari yang lalu, Rama mengajaknya menikah.
Jangan bilang kalau hari ini, Rama mau menikahiku. Tapi kenapa semalam dia tak bilang? Dan bukankah dia bilang nikah siri, lalu kenapa ke KUA?
Sementara Rama, dia tak kalah terkejut saat melihat Embun bersama Dimas. Tadi malam, Navia memberitahunya jika hari ini jam 10, Nathan menyuruh mereka datang ke KUA.
"Kenapa berhenti, ayo." Panggil Dimas yang sudah berada beberapa langkah didepan Embun.
Aku harus kabur dari sini. Ini diluar rencana. Amit-amit kalau harus nikah sama suami orang.
Embun memegangi kepalanya. "Se,-sepertinya kepala saya pusing Pak. Sa-saya pulang dulu." Embun langsung balik badan dan bersiap mengambil langkah seribu. Tapi rupanya Dimas bisa membaca gerak geriknya, pria itu lebih dulu mencekal lengan Embun.
"Mau kemana? Kita masuk dulu."
"Aduh Pak, aduh Pak," Embun merintih. "Kepala saya rasanya berputar putar. Sepertinya saya mau pingsan. Saya berat, jadi lebih baik lepaskan saya dan biarkan saya pulang daripada Bapak harus menggendong saya nantinya," cerocosnya.
Dimas membuang nafas berat, dia yakin jika Embun hanya berakting. Mana ada orang yang awalnya baik-baik saja mendadak mau pingsan.
"Waktunya sudah mepet, ayo masuk." Dimas sedikit menyentak lengan Embun.
Enggak, aku gak mau nikah sama Rama.
Disaat genting seperti ini, Embun tak bisa lagi berfikir jernih. Dan satu-satunya cara yang terfikir dikepalanya hanyalah pura-pura pingsan.
"Pak, Pak, kok gelap sih Pak." Embun memejamkan mata sambil pura pura hendak jatuh. Melihat itu, Dimas langsung menahan tubuhnya.
"Embun, bangun. Aku tahu kamu cuma pura-pura," Dimas memutar kedua bola matanya malas.
Embun masih setia dengan pura-pira pingsannya, hingga tiba-tiba, tubuhnya terasa melayang. Meski dia tak melihat, dia tahu jika seseorang menggendongnya. Siapa lagi kalau bukan Dimas.
"Buka matamu! Aku tahu kau hanya pura-pura pingsan."
Deg
Embun kaget mendengar suara tersebut. Itu bukan suara Dimas. Dia pernah mendengar suara itu, tapi tak ingat itu suara siapa. Jadi kalau bukan Dimas, siapa yang sedang menggendongnya sekarang? Apakah Rama? Tidak, itu juga bukan suara Rama. Dan bau parfum yang tercium, juga bukan parfum Rama.
"Aku bilang bangun!" Seru pria itu tertahan.
Bukannya bangun, Embun malah makin merapatkan matanya.
"Baiklah, jika kau tak mau membuka mata, aku akan melepaskan kedua tanganku. Dan sepertinya aku tak perlu menjelaskan apa yang terjadi padamu. Aku hitung mundur mulai sekarang. Tiga..."
Embun panik, tubuhnya gemetaran. Baru membayangkan saja, rasanya sudah sangat sakit, apalagi jika benar benar jatuh.
"Aku tak hanya melepaskan tanganku. Tapi menghempaskanmu dengan keras," bisiknya. "Aku pastikan tulang punggungmu akan langsung patah. Dua.....sa_"
"JANGAN!" pekik Embun sambil membuka mata. Mulutnya menganga lebar saat tahu siapa yang menggendongnya. Pria tersebut adalah Nathan, CEO ditempat dia bekerja.
Nathan tersenyum miring melihat wajah pucat Embun. "Ternyata selain pandai merayu suami orang, kau juga pandai berakting," ledek Nathan.
Rama, pria itu bergeming melihat Nathan menggendong Embun dan berjalan kearahnya. Perasaannya langsung tidak enak. Jangan-jangan Navia sudah mengadukan perihal perselingkuhannya dengan Embun. Apa yang sebenarnya terjadi? Sama seperti Embun, Rama juga merasa ketakutan. Bahkan saat Navia menyentuh pundaknya, pria itu langsung terjingkat kaget.
"Kamu kenapa Mas?" Navia sampai heran. Dia yang baru keluar dari KUA, mengerutkan kening melihat kakaknya menggendong seorang wanita. Sama seperti Rama, Navia juga tidak tahu kenapa Nathan menyuruhnya datang ke KUA. "Siapa perempuan yang digendong Kak Nathan?" gumam Navia.
Embun gelisah dalam gendongan Nathan. Jika Rama mau menikahinya, kenapa ada Nathan disini? Mungkinkah pria itu tiba-tiba datang untuk merusak rencana pernikahannya dengan Rama? Tapi darimana dia tahu jika Rama mau menikahinya? Astaga, kepala Embun sampai beneran pusing sekarang, bukan pura-pura lagi.
"Tubuhmu berat, kau bisa jalankan?" tanya Nathan ketus.
"I-iya."
Turun dari gendongan Nathan membuat Embun merasa sedikit bisa bernafas. Tapi saat melihat kearah KUA, dia terkejut bukan main saat melihat Navia berdiri disamping Rama. Ada apa ini, kenapa ada Navia juga.
"Embun." Mata Navia membulat sempurna saat tahu jika wanita yang digendong kakaknya adalah Embun.
Melihat Embun yang hanya mematung, Nathan yang tak sabar langsung menarik lengannya menuju pintu masuk.
"Tunggu, kenapa ada dia?" Navia menghalangi jalan mereka sambil menatap tajam kearah Embun.
"Ayo masuk," titah Nathan.
"Jelaskan dulu, kenapa Kakak menyuruhku dan Mas Rama datang ke KUA? Dan kenapa dia juga ada disini?" Navia masih belum puas sebelum mendapatkan jawaban pasti.
"Aku bilang masuk." Nathan mendorong Navia pelan lalu membawa Embun masuk kedalam KUA.
Embun dan Rama saling menatap. Keduanya terlihat sama-sama bingung. Sampai seseorang tiba tiba muncul.
"Kamu udah datang Mbun?"
"Pak Lik!" Embun kaget bukan main melihat Pakliknya ada disana juga.
"Paklik barusan dari toilet."
"Kenapa_"
"Mules," jawab Paklik sambil mengusap perutnya.
"Bukan, bukan itu," Embun menggeleng. "Maksud Embun, kenapa Paklik ada disini?"
"Oh...itu. Paklik_" Ucapan Paklik terhenti saat seorang yang memakai seragam keluar dari sebuah ruangan.
"Saudara Nathan dan Embun, segera bersiap siap. Sebentar lagi giliran kalian."
"Bersiap-siap apa?" Embun makin terlihat seperti orang bodoh.
"Kita akan menikah," sahut Nathan.
"APA!" Pekik Embun dan Rama bersamaan.