Aksa harus menelan pil pahit saat istrinya, Grace meninggal setelah melahirkan putri mereka. Beberapa tahun telah berlalu, tetapi Aksa masih tidak bisa melupakan sosok Grace.
Ketika Alice semakin bertumbuh, Aksa menyadari bahwa sang anak membutuhkan sosok ibu. Pada saat yang sama, kedua keluarga juga menuntut Aksa mencarikan ibu bagi Alice.
Hal ini membuat dia kebingungan. Sampai akhirnya, Aksa hanya memiliki satu pilihan, yaitu menikahi Gendhis, adik dari Grace yang membuatnya turun ranjang.
"Aku Menikahimu demi Alice. Jangan berharap lebih, Gendhis."~ Aksa
HARAP BACA SETIAP UPDATE. JANGAN MENUMPUK BAB. TERIMA KASIH.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Tiga
Cuaca di malam itu begitu suram. Hujan deras yang mengguyur kota menambah kesan mencekam di sepanjang jalan menuju rumah sakit. Ruang ICU, tempat yang biasanya penuh dengan kehidupan dan harapan, kali ini dipenuhi oleh kepanikan dan kegelisahan.
Dr. Yudha, seorang dokter berusia empat puluh tahun dengan pengalaman yang luar biasa, berdiri di dekat ranjang Dicky. Kekasihnya Ghendis itu tampak terlentang lemah di sana. Meskipun penuh dengan peralatan medis canggih, suhu di ruangan itu terasa dingin dan hampa.
Aksa yang penasaran juga ikut mengintip dari kaca jendela. Dia melihat semua dokter yang berusaha mengembalikan kesadaran pria itu. Ada rasa nyeri di dada Aksa melihat semua itu.
Dr. Yudha segera memeriksa keadaan Dicky. Pernapasan pria itu tampak tidak teratur dan lemah, sementara denyut nadinya semakin melemah. Jantungnya berdetak tidak stabil, menandakan keadaan serius yang harus ditangani dengan cepat.
Dalam kepanikan yang melanda, Dr. Yudha memanggil seluruh tim medis yang ada di sekitar. Perawat, ahli jantung, dan dokter bedah bergabung dengannya dalam upaya untuk menyelamatkan nyawa Dicky. Meskipun demikian, situasi semakin memburuk. Setiap upaya yang mereka lakukan tampak sia-sia.
Tangan Dr. Yudha gemetar saat dia mencoba menjaga kestabilan detak jantung Dicky. Dia mencoba berbagai tindakan darurat.
Wajahnya dipenuhi rasa putus asa dan frustasi. Dia merasa seperti kehilangan kendali atas situasi ini. Di mata Dr. Yudha, ia melihat refleksi ketidakpuasan. Ketidakpuasan karena tidak dapat menyelamatkan nyawa seorang pasien yang begitu muda dan penuh potensi.
Tiba-tiba, denyut jantung Dicky berhenti. Semua suara di ruang itu seakan-akan berhenti. Deru mesin yang biasanya mengisi telinga mereka sekarang berganti dengan kesunyian yang menakutkan.
Dr. Yudha, yang masih dalam kepanikan dan kebingungan, tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ia melihat tubuh Dicky yang tak bergerak, dan saat itu juga ia menyadari, Dicky telah pergi. Kegelisahan dan panik merasuki dirinya ketika ia menyadari bahwa ia telah kehilangan pertempuran melawan waktu dan bahwa salah satu nyawa telah terambil.
Dengan penuh kesedihan, Dr. Yudha melangkah ke luar ruang ICU. Hujan masih terus turun, dan suara gemuruhnya seolah bersekutu dengan kesedihan yang di rasakan.
Melihat dokter itu keluar, Aksa berjalan dengan cepat menghampirinya. Dia ingin kepastian mengenai keadaan Dicky.
"Dok, bagaimana keadaan teman saya?" tanya Aksa dengan suara gemetar.
Dokter Yudha terdiam sesaat. Tampak menarik napas dalam. Raut wajah kesedihan jelas terlihat dimukanya.
"Apakah Anda keluarga pasien yang bernama Dicky?" Dokter itu balik bertanya.
"Iya, Dok," jawab Aksa.
Aksa memang yang bertanggung jawab pada Dicky dan Ghendis. Dia sudah mencoba mencari tahu tentang keberadaan keluarga pria itu, tapi tak ada satupun petunjuk. Sehingga dia memutuskan untuk bertanggung jawab sepenuhnya.
"Maaf, Pak. Kami telah berusaha sekuat tenaga untuk memulihkan kesehatan pasien, tapi semua kehendak Allah tak bisa kita hindari. Pasien yang bernama Dicky telah tiada. Kami harap Bapak dapat menerima ini dengan ikhlas dan sabar," ucap Dokter Yudha dengan suara lembut.
Tubuh Aksa terasa lemah, dia langsung bersandar ke dinding. Tak percaya jika secepat ini pria itu pergi. Di saat dia masih syok mendengar ucapan dokter, dia dikagetkan lagi dengan ucapan perawat pada Dokter Yudha.
"Dok, pasien atas nama Ghendis kembali koma. Detak jantungnya berhenti," ucap perawat itu.
Dokter Yudha tanpa pikir panjang langsung berlari menuju ruang perawatan Ghendis. Aksa mengikuti dari belakang.
Tampak kegiatan dokter yang sibuk seperti saat di kamar Dicky tadi. Aksa tampak sangat kuatir dan cemas.
Setengah jam berlalu, akhirnya dokter keluar dari ruang Ghendis. Aksa lalu mendekati dokter itu kembali.
"Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Aksa dengan kuatir. Di rumah sakit hanya tinggal dia seorang. Ibu Novi telah pulang.
"Alhamdulillah kami bisa mengembalikan denyut nadi dan detak jantungnya. Namun, keadaannya masih belum stabil. Berdoalah agar Bu Ghendis bisa melewatinya," ucap Dokter itu.
Aksa menarik napas berat. Dari tadi dia dibuat sport jantung dengan keadaan Dicky dan Ghendis. Tiba-tiba dia teringat pria itu.
Aksa lalu pamit dengan dokter. Dia masuk ke ruang di mana jenazah Dicky berada. Semua alat bantu telah diputuskan dari tubuh pria itu.
"Dicky, padahal aku berharap kamu bertahan. Agar Ghendis juga bisa sembuh. Apa yang akan aku katakan saat nanti istriku sadar dan bertanya tentang kamu. Aku tak siap menghadapi ini nantinya," ucap Aksa dalam hatinya.
Aksa menghubungi anak buahnya untuk mengurus kepulangan jenazah Dicky dan mengurus pemakamannya nanti. Dia benar-benar tak tahu harus berkata apa jika nanti Ghendis sadar.
Dari ucapan Dicky kemarin, dia dapat melihat betapa pria itu sangat mencintai istrinya. Dia merasa bersalah karena memisahkan dua orang yang saling mencintai itu. Jika saja waktu bisa di putar kembali, pasti Aksa tak akan menikahi Ghendis dan membantunya untuk mewujudkan impiannya menikah dengan pujaan hati. Aksa juga berjanji dalam hatinya untuk mencari tahu tentang hubungan istrinya dan mertua. Selama di rumah sakit tak tampak kekuatiran di wajah mertuanya, sangat berbeda saat istrinya Grace masuk ruang operasi. Ibu Novi tak berhenti menangis.
"Dicky, aku akan pegang amanahmu untuk menjaga Ghendis. Aku minta kamu doakan dari atas sana, untuk kesembuhan Ghendis. Aku janji akan menjaganya. Tak akan aku biarkan air mata jatuh membasahi pipinya. Aku akan berusaha mencintainya dengan ikhlas. Selamat Jalan, Dicky. Kamu pasti orang baik, sehingga Tuhan memanggilmu secepat ini," gumam Aksa dalam hatinya.
...----------------...
baca cerita Gendist ...
terasa semakin sakit di hati
hatiku ikut sakit