Jihan yang polos dan baik hati perlu mengumpulkan uang dalam jumlah yang besar untuk membayar tagihan medis ibunya yang sakit parah. Terpaksa oleh situasi, dia menandatangani kontrak pernikahan dengan CEO perusahaan, Shaka. Mereka menjadi suami istri kontrak.
Menghadapi ibu mertua yang tulus dan ramah, Jihan merasa bersalah, sedangkan hubungannya dengan Shaka juga semakin asmara.
Disaat dia bingung harus bagaimana mempertahankan pernikahan palsu ini, mantan pacar yang membuat Shaka terluka tiba-tiba muncul...
Bagaimana kisah perjalanan Jihan selama menjalani pernikahan kontrak tersebut.?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Jihan melongo tak bisa berkata-kata. Dia bingung harus bahagia atau menyesal ketika di sambut dengan ramah oleh orang tua Shaka, sepulang dari hotel. Senyum tulus dari wajah mereka cukup membuat Jihan terbebani. Seakan banyak harapan yang mereka gantungkan pada pernikahannya dengan Shaka. Rasanya tak akan tega jika mengganti kebahagiaan mereka dengan kesedihan dan kekecewaan suatu hari nanti.
"Ayo masuk,, bawa kopernya ke kamar Shaka." Mama Sonia menggandeng tangan menantunya memasuki rumah. Sikapnya sangat hangat, seperti orang tua kandung sendiri. Perbedaan status sosial tak membuat orang tua Shaka menatap Jihan sebelah mata, justru menerima dengan suka cita.
"Kemarin lemari di Shaka sudah di rapikan, ada beberapa space untuk kamu menaruh pakaian." Jihan menatap haru Mama mertuanya. Hanya perkara lemari saja sampai diperhatikan sedetail itu, tidak ingin menantunya bingung menaruh baju dimana. Gambaran buruk seorang mertua perempuan yang pernah Jihan lihat di sinetron dan beberapa novel, langsung dipatahkan oleh kebaikan mertuanya. Jihan merasakan sendiri bagaimana Mama mertuanya memperlakukannya seperti anak sendiri.
Sementara itu, Shaka dan Papanya malah berhenti di ruang keluarga. Keduanya duduk di sana membahas beberapa hal soal perusahaan. Shaka tak ambil pusing ketika melihat antusias Mama Sonia yang ingin menunjukkan kamarnya pada Jihan.
Jihan turun bersama Mama Sonia selepas meletakkan koper di dalam kamar. Tadinya Jihan ingin sekalian menatanya di lemari, tapi Mama Sonia malah mengajaknya turun untuk bergabung dengan Shaka di ruang keluarga.
"Bik, tolong buatkan minum dan bawakan cemilan." Mama Sonia menyuruh salah satu ARTnya ketika berpapasan di dekat ruang keluarga.
"Biar Jihan saja Mah," Jihan langsung menyusul Bibik setelah mendapat anggukan setuju dari Mama Sonia.
Wanita paruh baya itu lantas duduk di sofa, bergabung dengan suami dan putranya.
"Kamu kapan punya waktu.? Jadi Mama bisa siap-siap booking tiket dan hotelnya buat kamu honeymoon sama Jihan."
Shaka melirik malas bola matanya. Honeymoon, disaat semua pasangan pengantin baru sangat menantikan momen tersebut, Shaka justru kesal setiap kali Mamanya membahas soal honeymoon.
"Aku sibuk akhir-akhir ini, mungkin satu sampai dua bulan Ke depan. Banyak proyek baru yang harus di awasi, belum lagi ada sedikit masalah di perusahaan." Elak Shaka untuk menghindari pergi honeymoon. Lagian percuma saja pergi honeymoon, tidak bisa melakukan apa-apa juga. Yang ada hanya buang-buang waktu dan tenaga dalam perjalanan.
Obrolan terjeda ketika Jihan datang membawa nampan berisi 4 gelas minuman dan beberapa camilan. Gadis itu dengan sopan meletakkan gelas dan camilan di atas meja, lalu mempersilahkan Mama dan Papa mertuanya untuk minum. Lalu ikut bergabung dengan duduk di sebelah suaminya yang sedatar TV LCD.
"Rencana kalian setelah ini apa.?" Mama Sonia menatap menantunya.
"Maksud Mama, Jihan mau tetap bekerja di perusahaan atau berhenti.? Apa kalian sudah membahas hal ini.?" Kini giliran Shaka yang di tatap.
Jihan ingin menjawab, tapi sudah keduluan oleh Shaka.
"Nanti kami bicarakan lagi berdua. Kalaupun Jihan masih ingin bekerja, aku nggak masalah." Pria berwajah datar itu menjawab santai. Mama Sonia mengangguk-angguk sebagai tanggapan.
"Setidaknya kamu pindahkan Jihan ke bagian yang lebih baik kalau masih mau bekerja." Ujar Papa Mahesa.
Shaka mengangguk paham tanpa membantah. Bukannya setuju, dia hanya malas berdebat cuma gara-gara membahas Jihan.
...******...
"Bisa tidak, pakai bajunya di kamar mandi. Jangan keluar tanpa baju seperti itu." Protes Jihan setelah berbalik badan membelakangi Shaka. Matanya ternodai lagi untuk kesekian kalinya. Walaupun hal untuk di nikmati, tapi rasanya malu kalau terang-terangan mengagumi keindahan tubuh suaminya. Roti sobeknya membuat tangan Jihan gatal ingin mengusapnya. Selama ini dia hanya bisa melihat di ponselnya ketika menonton drama korea ataupun melihat aktor-aktor asia berbadan atletis di ponselnya. Jadi tidak tau bagaimana rasanya menyentuh pahatan roti sobek yang berjumlah 6 itu.
'Astaga,, sadar Jihan, jangan mesum.!'
Jihan membatin sendiri dalam hati. Terkadang mulut dan pikirannya tidak sejalan.
"Kamu lupa ini kamar siapa.? Aku mau telan-jang sekalipun, nggak jadi masalah." Jawabnya dingin.
Jihan berdecak kesal dan memilih keluar kamar. Dia pergi dapur dan membatu ART menata makanan di atas meja untuk sarapan.
Pagi pertama tinggal di rumah mertuanya, Jihan malah bangun kesiangan. Gara tidur di sofa lagi, wanita itu baru bisa memejamkan mata tengah malam. Alhasil bangun siang.
"Udah Non, nggak usah. Nanti saya dimarahin Den Shaka kalau istrinya masuk ke dapur kotor." Bik Susi menghentikan langkah Jihan yang hendak pergi ke dapur kotor karna ada masakan yang belum matang. Niatnya ingin membantu karna sudah selesai menata makanan dan piring di meja makan.
"Bik Susi bisa aja. Mas Shaka nggak bakal marah. Saya loh sudah biasa masak di rumah Bik." Jihan menyelonong ke dapur belakang, Bik Susi tanpa pasrah tanpa bisa mencegahnya lagi.
"Memangnya seafood wajib ada ya Bik.?" Jihan bertanya sambil mengaduk penggorengan berisi udang saus mentega.
Bik Susi dan satu rekannya terkekeh geli mendengar pertanyaan Jihan.
"Kok pada ketawa.? Saya ada salah bicara ya.?" Jihan bingung sendiri.
"Non Jihan ini bagaimana, masa makanan kesukaan suami sendiri nggak tau." Kata Bik Yati yang masih menahan senyum.
'Mampus.!'
Batin Jihan panik. Untung pertanyaan tadi tidak dia ucapkan di depan mertuanya, bisa-bisa mereka akan curiga.
"Ta-taulah Bik, masa sudah kenal bertahun-tahun nggak tau." Elak Jihan.
"Maksud saya, memangnya Mas Shaka nggak mau makan kalau nggak ada seafood.? Padahal kalau di luar, dia nggak harus makan seafood." Jihan sedikit berbohong agar tidak dicurigai, padahal beberapa kali makan bersama Shaka, pria itu memang selalu memesan makanan seafood. Tapi Jihan baru sadar sekarang. Karna sebelumnya tidak memperhatikan.
"Mama cari kamu kemana-mana, rupanya disini."
Kedatangan Mama Sonia menghentikan obrolan mereka.
"Itu Loh Buk, saya sudah larang Non Jihan ke sini, tapi kekeuh pengen bantuin." Seloroh Bik Susi. Sepertinya takut kena semprot majikannya karna membiarkan menantunya masuk dapur kotor.
"Nggak apa-apa Bik Susi, senyamannya Jihan saja. Biar kayak di rumah sendiri."
Jawaban bijak Mama Sonia membuat Jihan mengukir senyum.
"Ayo ke ruang makan." Ajak Mama Sonia.
Sampainya di ruang makan, Jihan malah di sambut lirikan masam suaminya. Perasaan dia tidak melakukan kesalahan sebelum keluar kamar, tapi kenapa muka Shaka tidak bersahabat. Tatapan matanya seolah ingin mengomeli Jihan habis-habisan.
"Setelah sarapan, kamu siap-siap ya. Tadi Mama sudah minta Shaka mengantar kamu pulang. Mama kamu pasti kangen sama anak perempuannya. Mumpung kalian masih libur, jengukin sekarang sebelum sibuk kerja."
Jihan rasanya ingin menghambur ke pelukan Mama mertuanya dan menangis. Tapi wanita itu mencoba menahan air matanya, malu kalau harus menangis di depan keluarga Shaka.
Rasanya seperti mimpi memiliki mertua seperti Mama Sonia.
Tapi tunggu.?
Jangan-jangan wajah masam Shaka karna pria itu sebenarnya tidak mau mengantarnya pulang.?
Pria itu memang menyebalkan. Sifatnya tidak seperti kedua orang tua dan kakak perempuannya.