Bintang, CEO muda dan sukses, mengajukan kontrak nikah, pada gadis yang dijodohkan padanya. Gadis yang masih berstatus mahasiswa dengan sifat penurut, lembut dan anggun, dimata kedua orang tuanya.
Namun, siapa sangka, kelinci penurut yang selalu menggunakan pakaian feminim, ternyata seorang pemberontak kecil, yang membuat Bintang pusing tujuh keliling.
Bagaimana Bintang menanganinya? Dengan pernikahan, yang ternyata jauh dari ekspektasi yang ia bayangan.
Penuh komedi dan keromantisan, ikuti kisah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3.
Bella menyerahkan ponsel sang putri dengan senyum-senyum tidak jelas. Bahkan, mencubit paha Sera dengan gemas. Ia mengenal suara calon menantunya.
"Kenapa, Kak?"
"Jam berapa kamu selesai kuliah?"
"Jam empat, Kak."
"Aku akan jemput. Kita perlu bicara."
"Baik, Kak."
"Baiklah, selamat malam i-s-t-r-i-k-u."
Sang mama histeris minta ampun, seperti baru mendapat pernyataan cinta. Ia tersenyum, tertawa dan meliuk-liuk tidak jelas.
Ck, Oh mamaku tersayang, jika saja kau paham dia sedang menyindirku.
"Wah, Mama tidak sangka, loh. Dia langsung suka sama kamu."
Suka dengkulmu! Tuhan, beri gue kesabaran!
"Mama, mau beritahu papa kamu dulu." Bella melompat dari atas kasur. "Besok, kamu harus berdandan cantik," ujarnya lagi, pas diambang pintu.
Tak mau dibuat pusing, Sera memilih untuk membuka obrolan grup organisasi dikampus.
"Besok jangan lupa, gaess. Kita meeting, istirahat siang."
"Oke, sip."
"Spanduk, udah siap?"
"Belum, ready. Kegiatannya kan masih seminggu."
"Tahu.Tapi, kan bagus, kalo udah kelar. Kerjaan lain, masih banyak."
"Iya-iya."
Sera hanya membaca, tanpa meninggalkan komentar. Ia sedang malas, untuk berkoar- koar. Padahal, ia paling aktif jika ada masalah dan paling rajin memprotes.
Sera tidur terlentang, menatap langit-langit kamarnya. Menerawang jauh dan memikirkan hal pernikahan, yang tidak pernah terlintas sedikitpun dalam pikirannya. Jangankan menikah, pacaran saja tidak terbayang sama sekali.
Ia lebih menyukai menikmati masa muda, bersama teman-temannya. Memiliki pasangan, seperti mengikat rantai dikedua kakinya. Izin kesana kemari, jika ingin pergi. Sungguh melelahkan!
Sudah lelah dengan meminta izin pada orang tuanya. Ia harus meminta izin lagi, pada pasangan. Cih, membuang waktu. Ibarat ke pesta, mungkin makanan sudah habis, baru ia tiba.
🍓🍓🍓
Pukul delapan pagi. Sera sebenarnya, sudah lama bangun. Tapi, enggan bangkit. Ia sudah memprediksi, apa yang akan terjadi dimeja makan.
Sudah pasti nasehat sang ibu, yang membuat sarapannya selalu tersangkut di tenggorokan. Apalagi, kali ini nasehat sang ibu sepertinya akan lebih panjang.
Tok tok tok.
"Non, bangun! Ditunggu ibu dan bapak, sarapan!"
"Iya," teriak Sera.
Sera bangkit, masih menggunakan piyama. Rambutnya hanya diikat asal, dengan penjepit.
"Mama sudah siapkan baju ganti, untuk kamu ketemu menantu Mama."
Kalimat pembuka, saat Sera baru saja duduk. Al hasil, selera makannya lenyap tak tersisa. Sop hangat, seperti potongan sayur layu yang tak enak dilihat. Jus jeruk, entah mengapa terlihat akan menyakiti tenggorokannya.
"Ser, Papa tahu, kamu masih berat dengan perjodohan ini. Tapi, percayalah, ini untuk kebaikan kamu."
Kebaikan? Jadi, gue harus berterima kasih? Begitu yang mulia.
"Iya, Ser. Seperti, yang Mama dan Papa bilang. Kamu masih bisa kuliah dan kerja, setelah menikah. Kami sudah sepakat. Jadi, jangan khawatirkan masa depan kamu. Lagi pula, suami kamu itu, sudah mapan."
Sera hanya membisu, sembari mengaduk makanannya. Matanya memanas, tapi ia berusaha untuk mengalihkan pikiran.
Mapan? Kebaikan? Kalian tidak mengerti, apa yang aku mau?
"Habiskan sarapanmu, Mama akan antar papa ke depan."
Sera mengangguk, tanpa berniat menyendok makanan itu.
Aku hanya ingin kuliah, kerja, seperti mereka. Tanpa perlu, terikat aturan dan meminta izin.
Satu tetes air mata, jatuh tepat didalam piring Sera. Ia masih mengaduk dan berbicara dalam hati, tentang keinginannya.
Aku sudah melakukan, apa yang kalian harapkan. Aku lelah jika terus menjadi pengganti dan bayangannya.
Kenapa?
"Ser, cepat dong! Nanti kamu telat. Wita, sudah menunggu dalam kamar."
"Iya, Ma."
Sera menghapus wajahnya dan menyendok makanan, sesuap dalam mulut. Ia langsung bangkit dan berlari masuk kamar.
"Pagi, Non," sapa Wita.
"Pagi," balas Sera dengan lesu, "gue mandi dulu."
Wita meletakkan semua make up dan krim wajah diatas meja. Ia juga meletakkan pakaian yang akan digunakan diatas tempat tidur. Seperti biasa, pakaian sudah dipilih oleh Bella.
"Kalian langsung pulang saja, setelah anterin aku," ujar Sera, saat menggunakan sepatu.
"Tapi, ibu bilang harus nungguin. Karena, Non, mau dimake up katanya."
"Gue bisa sendiri. Sini, berikan tasnya!"
"Jangan, Non. Nanti, saya sama pak Herman dimarahin ibu."
Sera menarik napas panjang, dan langsung keluar kamar. Ia malas berdebat, yang pada akhirnya ia akan tetap kalah.
"Wit, pakaian ganti sudah dibawa?"
"Sudah, Bu. Wita sudah siapin semua."
Sera berpamitan dan segera masuk dalam mobil. Untuk pertama kalinya, ia merasa malas untuk ke kampus. Padahal, ia sangat menyukai kegiatan ditempat itu. Ia bisa nongkrong dikantin, dan makan mie rebus pedas favoritnya.
Seperti biasa, Wita harus menghapus kembali make up, yang sudah payah dilakukannya dirumah tadi. Ia juga harus membiarkan sang majikan, mengganti pakaian.
"Ayo, pak, jalan!" ujar Wita, kepada pak Herman yang menunggu diluar.
Pak Herman memberhentikan mobil dipinggir jalan yang sepi, dan tidak Jauh dari gedung universitas. Dari sini, Sera harus berjalan kaki, sementara pak Herman membuntuti dari belakang.
Beginilah, keseharian mereka bertiga, yang kompak.
"Sera," panggil seseorang. "Naik, gue antar!"
Tanpa pikir panjang, Sera langsung naik diatas motor. Rio yang merupakan teman sekelasnya, langsung melesat.
"Tumben, lu diam hari ini."
"Gue lagi, pms," jawab Sera dengan nada lesu.
"Oooo, lagi sensitif, rupanya."
Sera sedang tidak PMS, pikirannya sedang kacau. Ia sibuk mengatur rencana dalam diam. Bagaimana caranya, agar si calon suaminya itu, menolak dijodohkan dengannya? Apa dia harus buka kartu? No, no, itu adalah kartu As, yang belum saatnya terekspos.
"Ren," bisik Sera, saat pelajaran sudah dimulai.
"Apa?"
"Gue, mau nanya. Kalau lu, dijodohin. Tapi, lu nggak suka sama cowoknya. Lu, mau buat apa?"
"Lu, dijodohin?" bisik Renata, dengan menatap Sera.
"Lu, pikir orang tua gue sekaya apa, mau jodohin gue," sanggah Sera, "ini ada teman gue dari kecil. Kasihan dia."
"Tinggal ngomong, ke orang tua gue."
"Kalo mereka, nggak mau?"
"Yah, ngotot lah. Masa iya, mau maksa. Kan kita yang jalani, bukan mereka. Lu, tinggal buka pikiran mereka dengan pemikiran lu."
"Oke, deh. Nanti gue, sampaikan ke dia."
Waktu kuliah sudah selesai, seperti biasa, Sera harus kembali berdandan dan berganti pakaian. Sesuai kesepakatan, sang calon suami akan menjemput didepan mini market. Tentu saja, Sera memberikan banyak alasan, agar pria itu tidak menjemput langsung ke kampus. Bisa runyam, masalahnya!
Sera memesan jus mangga dan cheese cake. Dengan sok imutnya, Sera meletakkan pipet dibibir, dengan pandangan mata ke arah lain. Males banget menatap pria freezer di depannya.
"Baca!" ujar pria itu tiba-tiba dan meletakkan secarik kertas diatas meja.
"Apa ini, Kak?"
"Aku tidak mau berbasa basi, karena aku sudah memilihmu."
Sera membaca secarik kertas itu dalam hati. Perlahan, bibirnya sedikit tertarik keatas.
Kontrak!
...🍓🍓🍓...
ceritanya bagus, jadi ga sabar nunggu up