Di tahun 70-an, kota ini penuh dengan kejahatan yang berkembang seperti lumut di sudut-sudut gedung tua. Di tengah semua kekacauan, ada sebuah perusahaan detektif swasta kecil tapi terkenal, "Red-Eye Detective Agency," yang dipimpin oleh Bagas Pratama — seorang jenius yang jarang bicara, namun sekali bicara, pasti menampar logika orang yang mendengarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairatin Khair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16
Pagi itu, koran-koran lokal, stasiun radio, dan berita televisi dipenuhi laporan tentang jaringan Bayangan dan nama-nama besar yang terlibat di dalamnya. Identitas Bayu Setra sebagai dalang dari organisasi itu kini telah diketahui publik, dan kota pun geger. Pengungkapan ini mengguncang reputasi para pejabat dan pengusaha yang selama ini dikenal bersih, namun kenyataannya terlibat dalam jaringan rahasia yang mengendalikan banyak aspek di kota.
Bagas dan Siti mengikuti perkembangan berita ini dengan seksama dari kantor mereka yang kini dijaga oleh beberapa petugas kepolisian. Mereka tahu, langkah terakhir ini telah memecahkan jaringan Bayangan, tetapi perjuangan mereka belum selesai. Bayu Setra mungkin kalah dalam permainan ini, namun ancaman terhadap keselamatan mereka masih terasa.
Siti menatap layar televisi di mana wajah Bayu Setra terpampang di berita utama. “Pak Bagas, kita berhasil. Semua orang tahu kebenarannya sekarang,” ucapnya, dengan perasaan lega sekaligus waspada.
Bagas mengangguk, tetapi tetap waspada. “Benar, Siti. Tapi kita harus tetap berhati-hati. Bayangan adalah jaringan besar; meski kita sudah meruntuhkan pucuknya, sisa-sisa mereka masih bisa bergerak.”
---
Bayu Setra yang Terpojok
Beberapa jam kemudian, sebuah kabar mengejutkan datang. Bayu Setra telah melarikan diri dari kota, dan polisi sedang mengejarnya. Pihak kepolisian berhasil menangkap beberapa anggota Bayangan yang merupakan orang-orang dekat Bayu, tetapi sang pemimpin berhasil menghilang sebelum mereka tiba.
Siti mendesah cemas. “Kalau Bayu Setra berhasil kabur, dia mungkin akan mencoba membalas dendam, Pak. Dia tahu kita adalah orang-orang di balik pengungkapan ini.”
Bagas menghela napas panjang. “Aku sudah menduga dia takkan menyerah semudah itu. Bayu bukan sekadar tokoh publik; dia licin dan punya banyak koneksi. Tapi kita sudah memiliki perlindungan. Selama kita tetap waspada, kita masih punya kesempatan untuk menghadapi langkah terakhirnya.”
---
Ancaman Terakhir
Malam itu, ketika Bagas dan Siti hendak meninggalkan kantor, sebuah panggilan telepon masuk. Siti mengangkatnya, dan suara di ujung sana terdengar pelan dan penuh ancaman.
“Detektif Bagas, kau memang pandai memainkan peranmu. Tapi ingat, permainan ini belum selesai. Aku akan menemukanmu, dan kau akan membayar harga yang mahal,” ucap suara dingin yang tak lain adalah Bayu Setra.
Siti merasakan bulu kuduknya berdiri, sementara Bagas hanya mendengarkan dengan tenang. Setelah sambungan terputus, Siti menatap Bagas dengan cemas. “Pak, dia pasti akan mencoba memburu kita.”
Bagas menatapnya dengan tegas. “Aku tahu, Siti. Tapi kita sudah terlalu jauh untuk mundur. Selama kita punya perlindungan, dia takkan bisa bertindak sembarangan.”
Namun, jauh di dalam hati, Bagas tahu bahwa ancaman dari Bayu Setra adalah sesuatu yang tidak boleh mereka remehkan. Mereka berdua sadar bahwa perburuan ini bisa berubah menjadi permainan hidup dan mati.
---
Pengejaran di Tengah Malam
Beberapa hari setelah ancaman itu, intel dari kepolisian melaporkan bahwa Bayu Setra terlihat di kawasan pinggir kota, bersembunyi di sebuah rumah milik seorang pengusaha yang masih setia padanya. Menyadari bahwa ini adalah kesempatan untuk menangkap Bayu, Bagas memutuskan untuk membantu pihak kepolisian dalam operasi pengejaran terakhir ini.
Bagas dan Siti bergabung dalam operasi penyergapan, di mana mereka mengikuti mobil kepolisian menuju rumah persembunyian Bayu. Sesampainya di sana, suasana terasa mencekam. Rumah itu dijaga ketat oleh beberapa pria yang tampaknya sudah bersiap menghalangi siapa pun yang datang.
Siti memandang Bagas dengan ekspresi tegang. “Pak, kalau kita masuk, kita mungkin akan menghadapi perlawanan dari anak buah Bayu.”
Bagas mengangguk. “Aku tahu. Kita harus ekstra hati-hati. Ini adalah kesempatan terakhir kita untuk menyelesaikan semuanya.”
Operasi dimulai. Polisi menyebar, mengepung rumah itu dari berbagai arah. Bagas dan Siti mengikuti di belakang, mengawasi setiap jendela dan pintu yang ada. Tiba-tiba, suara tembakan terdengar dari dalam rumah, menandakan bahwa Bayu dan anak buahnya siap melawan.
Dengan penuh kewaspadaan, Bagas dan Siti memasuki rumah bersama beberapa petugas kepolisian. Mereka menyusuri ruangan demi ruangan, hingga akhirnya mereka melihat Bayu Setra berdiri di ujung lorong, menatap mereka dengan tatapan penuh kebencian.
Bayu tersenyum dingin. “Jadi, ini cara kalian mengakhiri semuanya, ya? Berpikir kalian bisa menangkapku begitu saja?”
Bagas menatap Bayu dengan tenang. “Permainanmu sudah berakhir, Bayu. Semua orang tahu siapa kau sebenarnya.”
Namun, Bayu hanya tertawa. “Kau tak mengerti, Detektif. Aku adalah Bayangan, dan bayangan takkan pernah hilang.” Dengan gerakan cepat, Bayu melarikan diri ke arah pintu belakang, meninggalkan anak buahnya untuk menghadang Bagas dan polisi.
Bagas dan Siti terlibat dalam perkelahian singkat dengan anak buah Bayu, namun akhirnya berhasil mengatasi mereka dan melanjutkan pengejaran. Mereka berlari keluar rumah, menyusuri jalan setapak di belakang rumah yang mengarah ke hutan kecil. Bayu Setra terus berlari, tetapi kali ini, polisi sudah mengepung seluruh area.
---
Akhir dari Bayangan
Di tengah hutan, Bayu akhirnya terpojok, dikelilingi oleh petugas kepolisian yang telah siap menangkapnya. Bagas dan Siti tiba di sana, menyaksikan Bayu yang akhirnya tak lagi punya tempat untuk lari.
Bayu menatap Bagas dengan kebencian yang mendalam. “Kau pikir ini sudah berakhir, Bagas? Selama orang-orang masih punya ambisi, akan selalu ada Bayangan baru yang muncul.”
Bagas hanya menatapnya dengan tenang. “Mungkin benar. Tapi yang penting sekarang adalah, Bayanganmu telah sirna.”
Polisi segera memborgol Bayu, membawanya pergi dari hutan itu. Bagas dan Siti menyaksikan saat Bayu Setra dibawa ke mobil polisi, mengakhiri perjuangan panjang mereka melawan jaringan Bayangan yang selama ini tersembunyi.
Siti menghela napas lega. “Akhirnya, Pak. Kita berhasil menghentikan mereka.”
Bagas tersenyum, merasa bangga atas pencapaian mereka. “Ini adalah langkah besar, Siti. Mungkin Bayangan yang lain akan muncul, tapi untuk saat ini, kita telah melakukan yang terbaik.”
---
Kembali ke Kehidupan Normal
Beberapa minggu kemudian, suasana di kota mulai pulih. Nama Bayu Setra dan jaringan Bayangan telah menjadi masa lalu yang penuh aib. Para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam organisasi tersebut telah diadili, dan kota pun perlahan-lahan pulih dari bayang-bayang gelap yang pernah menguasainya.
Bagas dan Siti kembali ke kantor mereka, melanjutkan pekerjaan detektif dengan tenang. Mereka sadar bahwa ancaman selalu ada, namun mereka juga tahu bahwa selama mereka tetap setia pada prinsip dan integritas mereka, mereka bisa menghadapi apa pun yang datang.
Suatu sore, saat mereka sedang menyusun berkas kasus baru, Siti menatap Bagas dan tersenyum. “Pak, menurut saya, kita ini bukan hanya detektif. Kita adalah pemburu bayangan yang selalu siap melawan kegelapan.”
Bagas tersenyum, merasa puas dengan perjalanan panjang yang telah mereka lalui. “Kau benar, Siti. Selama kita ada, bayangan takkan pernah bisa menguasai semuanya.”
---
Semangat.