Ini kelanjutan kisah aku istri Gus Zidan ya, semoga kalau. suka🥰🥰🥰
****
"Mas, saya mau menikah dengan Anda."
Gus Syakil tercengang, matanya membesar sempurna, ia ingin sekali beranjak dari tempatnya tapi kakinya untuk saat itu belum mampu ia gerakkan,
"Apa?" Ia duduk lebih tegap, mencoba memastikan ia tidak salah dengar.
Gadis itu menganggukan kepalanya pelan, kemudian menatap Gus Syakil dengan wajah serius. "Saya bilang, saya mau menikah dengan Anda."
Gus Syakil menelan ludah, merasa percakapan ini terlalu mendadak. "Tunggu... tunggu sebentar. mbak ini... siapa? Saya bahkan tidak tahu siapa Anda, dan... apa yang membuat Anda berpikir saya akan setuju?"
Gadis itu tersenyum tipis, meski sorot matanya tetap serius. "Nama saya Sifa. Saya bukan orang sembarangan, dan saya tahu apa yang saya inginkan. Anda adalah Syakil, bukan? Anak dari Bu Chusna? Saya tahu siapa Anda."
Gus Syakil mengusap wajahnya dengan tangan, mencoba memahami situasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Gagal nikah juga
Pagi ini seperti rencana awal, Sifa mengantar Syakil ke rumah sakit tempat dokter Nino praktek,
"Mas...,semangat ya." ucap Sifa sembari mengangkat tangannya memberi semangat.
"Kalau pun tidak di sini, mas juga bisa terapi." Ucap Syakil dengan dingin.
"Mass.....,"
Dokter Nino dan seorang dokter pria sudah menunggunya. Kedatangan mereka langsung di sambut hangat, setelah bertanya banyak hal pada Syakil sang Dokter segera memeriksa kaki Syakil memastikan jika kaki Syakil masih bisa berfungsi kembali.
Dokter pun menjelaskan bagaimana keadaan kaki Syakil.
"Kondisi kaki anda cukup baik. Denyut nadi dan reflek masih ada, ini berarti saraf dan otot kaki anda masih berfungsi."
"Jadi, apakah saya masih bisa berjalan lagi?"
"Kemungkinan besar, iya. Tapi masih perlu dilakukan fisioterapi dan rehabilitasi untuk memulihkan kekuatan dan mobilitas kaki anda. Kami memerlukan beberapa tes untuk memastikan tidak ada kerusakan permanen pada otot dan saraf kaki anda."
"Baik dok, saya siap melakukan apa saja asal kaki saya bisa kembali sembuh."
Selagi Syakil melakukan serangkaian tes, Sifa dan dokter Nino pun menunggu sembari mengobrol.
"Minumlah, aku membelinya di kantin." ucap dokter Nino sembari menyerahkan satu cup kopi yang tampak masih hangat.
"Terimakasih," Sifa pun tanpa sungkan menerimanya dan mulai meneguknya.
"Bagaimana kabarmu, Sifa?" pertanyaan dokter Nino berhasil membuat Sifa menoleh, ia pun meletakkan cup kopi itu di atas meja kecil di sampingnya.
"Seperti yang kamu lihat, aku baik." jawab Sifa santai,sebenarnya ia tidak begitu nyaman berada berdua dengan dokter Nino seperti ini. Ia sudah pernah menolak pria itu beberapa waktu lalu saat papanya mempertemukan mereka.
"Om Ahsan bilang_," ucap dokter Nino tapi dengan cepat Sifa memotongnya bahkan sebelum dokter Nino menyelesaikan kalimatnya, "Jangan percaya kata-kata pa pa, aku baik-baik saja. Bahkan lebih baik saat bersama mas Syakil." ucap Sifa dengan begitu yakin sembari mengangkat kedua bahunya.
"Sifa, kamu jangan membohongi diri kamu sendiri." dokter Nino masih tidak terima,
Sifa menoleh pada dokter Nino, mengerutkan keningnya, ia tahu apa yang di maksud dokter Nino, ini soal pernikahannya, "Kenapa aku harus berbohong, lagi pula ini keputusan saya."
Dokter Nino menatap ke arah Syakil yang berada di kejauhan, "Kamu masih terlalu muda untuk tahu mana yang baik dan mana yang buruk, aku harap kamu bisa berpikir jernih."
"Yah, kamu benar. Aku tahu mana yang terbaik untukku dan terimakasih untuk dokter yang sudah kamu datangnya."
Setelah selesai melakukan pemeriksaan, mereka pun memutuskan untuk pulang. Sebelum sampai di rumah, Sifa teringat jika ia perlu membeli sesuatu di minimarket, mereka pun mampir di minimarket dekat pasar.
"Memang apa yang mau kamu beli?" tanya Syakil saat Sifa mendorong kursi rodanya memasuki minimarket.
"Pembalut." bisik Sifa pada daun telinganya Syakil.
Mereka pun berjalan menuju ke rak pembalut, tapi ternyata beberapa barang yang harusnya bukan pembalut mampir ke keranjang mereka.
"Katanya beli pembalut, kenapa keranjangnya penuh?" protes Syakil.
"Aku pikir sekalian, ini di rumah nggak ada, semua yang aku ambil di rumah nggak ada." ucap Sifa beralibi. Bagaimanapun ia seorang wanita, setiap kali melihat ada barang diskon pasti akan tergiur meskipun itu tidak begitu dibutuhkan untuk saat ini.
"Baiklah, terserah kamu." ucap Syakil sembari kembali fokus pada layar ponselnya. sepertinya akhir-akhir ini ia cukup sibuk dengan beberapa email yang masuk.
Saat Syakil tengah sibuk membalas beberapa email yang masuk ke ponselnya, tiba-tiba Sifa menyapa seseorang dan berhasil membuat Syakil menoleh.
"Farah....,"
"Sifa ...., kamu di sini juga?" ternyata Farah tidak kalah terkejut, Sifa segera mendorong trolinya mendekati Farah. "Kamu sendiri?" tanya Farah lagi karena belum melihat keberadaan Syakil.
"Iya, aku dan mas Syakil lagi membeli kebutuhan rumah tangga," ucap Sifa bersamaan Syakil yang mu cul di belakangnya bersama kursi roda. "kamu sendiri?" tanya Sifa kemudian.
Farah menatap Syakil sejenak, kemudian kembali beralih ke Sifa, senyumnya sedikit lebih tipis dari sebelumnya, "Ya, kebetulan lewat jadi mampir buat belanja."
"Bagus deh, ini aku udah selesai, bagaimana kalau kita ngobrolnya sambil beli mie rebus dan duduk di sana, biar enak." tawar Sifa sembari menunjuk ke bangku yang sengaja disediakan untuk bersantai pengunjung sembari menikmati mie instan atau minuman.
Syakil dan Farah saling bersitatap sejenak, tapi dengan cepat Farah mengalihkan tatapannya, "Tapi Sifa ....,"
"Kamu juga senggang kan?" tanya Sifa lagi memastikan.
"Iya sih, tapi...,"
Sifa tidak mau mendengar penolakan Farah, ia segera menarik tangan Farah dan mengajaknya duduk, "Anggap saja ini gantian buat traktir es kemarin. Jadi hari ini aku yang traktir. Ya walaupun pakek uang mas Syakil sih...,"
Wajah Farah berubah menceles tapi ia tetap mempertahankan senyumnya. Syakil tidak punya pilihan selain mengikuti mereka dari belakang.
"Seneng ya, akhirnya tahu rumah kamu nggak begitu jauh dari rumahku. Tapi mas Syakil nggak pernah cerita tentang kamu. Pengen deh, sekali waktu datang ke rumah kamu, kamu pasti jago masak, mau dong di ajari masak." cerocos Sifa sembari menunggu pesanan mereka datang, Syakil tidak ingin mie, ia menikah minuman dingin saja untuk menemani mereka.
"Ee..., iya..., boleh." jawab Farah canggung, berada diantara Syakil dan Sifa selalu membuatnya canggung. Sebelumnya meskipun mereka sudah sempat ingin menikah, tapi ia tidak pernah memiliki kesempatan sedekat ini dengan Syakil. Tapi sekarang meskipun fisik mereka dekat, tapi sebenarnya mereka begitu jauh.
Sifa kemudian menoleh pada Syakil dan Farah bergantian, "Kalian saling kenal kan?" tanya Sifa masih tidak percaya,
"Iya...," jawab Farah ragu.
Sifa mengerutkan keningnya, "Tapi kenapa nggak ngobrol santai sih?"
Syakil tidak ingin meletakan Farah di posisi yang sulit, "Sifa, aku sibuk." ucap Syakil bergaya sedang membalas chat dan Sifa percaya karena sedari di rumah sakit tampak Syakil begitu sibuk dengan layar ponselnya.
"Baiklah, baiklah..., aku tidak akan memaksa, aku harap kamu bisa maklum ya Farah, mas Syakil emang gitu orangnya." ucap Sifa lagi sembari melirik Syakil tapi dengan candaan Sifa yang ia anggap biasa saja itu berhasil membuat hati Farah terasa sakit. Ia masih belum bisa terima, pria yang bahkan hendak meminangnya itu kini memiliki prioritas lain, bukan dirinya tapi wanita lain yang seharusnya ini menjadi posisinya.
"Iya, aku tahu." jawab Farah sembari menyuapkan mie yang masih panas itu ke mulutnya hingga membuat Farah mengaduh.
"Hati-hati Farah, masih panas." dengan cepat Sifa mengingatkan dan Syakil segera menoleh pada Farah memastikan wanita itu baik-baik saja.
"Minumlah dulu." ucap Syakil sembari menyodorkan minuman dinginnya pada Farah, dan Farah pun menerimanya kemudian meneguknya agar bibirnya tidak begitu panas.
Tapi entah apa yang membuat Sifa tidak suka dengan perlakuan Syakil pada Farah, ia tidak suka saat Syakil memerhatikan wanita lain.
"Terimakasih untuk hari ini, sampai jumpa di lain kesempatan." ucap Farah saat mereka sudah keluar dari dalam minimarket.
"Harusnya aku yang terimakasih karena kamu sudah mau nemenin aku ngobrol."
"Itu ojek aku sudah datang, aku pergi dulu ya. Assalamualaikum." ucap Farah berpamitan sambil menunjuk ojek di pojok halaman minimarket.
"Baiklah, sampai jumpa lagi. Waalaikumsalam."
Syakil dan Sifa menatap kepergian Farah sampai di ujung gang dan kemudian Sifa menghela nafas membuyarkan lamunan Syakil.
"Kasihan ya Farah, mas. Padahal dia cantik, lembut, baik, eh malah gagal nikah." ucapan Sifa berhasil membuat Syakil menoleh, ia sampai mengerutkan keningnya penasaran.
"Ke_, kenapa?" tanya Syakil ragu, ia khawatir Sifa sudah tahu jika Farah adalah calon istrinya waktu itu.
"Kata Farah sih, gara-gara keluarganya tidak setuju."
"Trus?" tanya Syakil semakin penasaran.
"Ya ..., akhirnya gagal nikah."
"Trus bagaimana? Dengan calonnya?" tanya Syakil memburu membuat Sifa mengerutkan keningnya.
"Mas Syakil kenapa sih? Penasaran banget kayaknya."
"Ya..., ya bukan apa apa. sudah lupakan, ayo pulang sudah sore. Bentar lagi ashar." ucap Syakil sembari memutar kursi rodanya membuat Sifa mengerucutkan bibirnya kesal karena Syakil yang suka menggantung pembahasan.
Bersambung
malu 2 tapi mau🤭
saranku ya sif jujur saja kalau kamu yg nabrak syakil biar gak terlalu kecewa syakil nya
pasti dokter nya mau ketawa pun harus di tahan....
krn gak mungkin juga lepas ketawa nya...