Bidadari Di Balik Dosa

Bidadari Di Balik Dosa

Bab 1. Tiba-tiba ngajak nikah

Cahaya matahari siang menerobos tirai yang tak sepenuhnya tertutup, menyilaukan pandangan Gus Syakil ketika ia membuka mata. Ia mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan diri dengan terang yang tiba-tiba menyergapnya. Sesaat, pikirannya masih kabur, mengingat dirinya berada di rumah sakit akibat kecelakaan beberapa hari yang lalu.

Namun, keterkejutannya segera bertambah ketika ia menyadari sosok seorang gadis muda tengah duduk tegap di kursi di samping tempat tidurnya. Penampilannya begitu mencolok dan berbeda dari siapa pun yang pernah ia temui. Gadis itu mengenakan crop top pastel dengan jeans sobek dan sneakers putih, rambutnya bergaya modern dengan highlight pirang yang memantulkan cahaya. Wajahnya dihiasi dengan makeup tipis, namun cukup untuk menonjolkan kecantikannya yang alami.

Gus Syakil merasa bingung sekaligus waspada. Ia mengerutkan kening, menatap gadis itu yang balas memandangnya dengan tatapan serius, seolah menyimpan suatu maksud yang sulit ditebak.

Sebelum Gus Syakil sempat mengucapkan sepatah kata pun, gadis itu berbicara, suaranya tegas dan tanpa ragu.

"Mas, saya mau menikah dengan Anda."

Gus Syakil tercengang, matanya membesar sempurna, ia ingin sekali beranjak dari tempatnya tapi kakinya untuk saat itu belum mampu ia gerakkan,

"Apa?" Ia duduk lebih tegap, mencoba memastikan ia tidak salah dengar.

Gadis itu menganggukan kepalanya pelan, kemudian menatap Gus Syakil dengan wajah serius. "Saya bilang, saya mau menikah dengan Anda."

Gus Syakil menelan ludah, merasa percakapan ini terlalu mendadak. "Tunggu... tunggu sebentar. mbak ini... siapa? Saya bahkan tidak tahu siapa Anda, dan... apa yang membuat Anda berpikir saya akan setuju?"

Gadis itu tersenyum tipis, meski sorot matanya tetap serius. "Nama saya Sifa. Saya bukan orang sembarangan, dan saya tahu apa yang saya inginkan. Anda adalah Syakil, bukan? Anak dari Bu Chusna? Saya tahu siapa Anda."

Gus Syakil mengusap wajahnya dengan tangan, mencoba memahami situasi. "Baiklah, Sifa. Tapi menikah itu bukan perkara sederhana. Apa alasan Anda mengajukan permintaan ini? Apakah ini... semacam lelucon?"

Gadis itu menggeleng tegas. "Saya serius. Ini bukan lelucon. Saya sudah memikirkannya matang-matang. Saya merasa cocok dengan anda."

Gus Syakil tertawa kecil meski gugup. "Cocok? Mbak Sifa, ini pertama kalinya kita bertemu. Bagaimana Anda bisa yakin tentang itu? Pernikahan membutuhkan lebih dari sekadar keyakinan sepihak. Anda lihat kan bagaimana keadaan saya, saya tidak bisa berjalan, bahkan keluarga calon istri saya membatalkan pernikahan kami karena keadaan saya saat ini."

"Justru itu, saya ingin menikah dengan anda." ucap Gadis itu tegas.

Gus Syakil mengerutkan keningnya, "Jadi anda tahu soal ini? Atau jangan-jangan....,"

Gadis itu menatapnya tajam. "Jangan berpikir macam-macam. Saya sudah melakukan riset. Saya tahu banyak tentang Anda. Bahkan, saya tahu Anda tidak jadi menikah karena keluarga calon istri anda memutuskan secara sepihak. Saya tahu semuanya, dan saya pikir saya bisa menjadi bagian dari hidup Anda."

Gus Syakil terdiam, menatap gadis itu dengan ekspresi penuh pertimbangan. "Ini tindakan bodoh, Sifa. Apakah keluarga Anda tahu tentang ini? Apa Anda yakin keputusan ini bukan karena... kasihan pada saya?"

Gadis itu menyilangkan tangan di dada, tetap teguh pada pendiriannya. "Keluarga saya akan mendukung apa pun yang saya putuskan. Dan ini bukan keputusan impulsif. Saya sudah mempertimbangkannya dengan hati-hati."

Gus Syakil menghela napas panjang, mencoba mengurai kebingungannya. "Saya menghargai keberanian Anda, tapi menikah bukan hanya tentang kesesuaian atau keputusan sepihak. Jadi lebih baik anda keluar dari kamar saya, karena saya ingin istirahat."

Gadis itu tersenyum untuk pertama kalinya, kali ini lebih lembut. "Baiklah, saya akan kembali besok. Tapi bukan hanya sendiri, saya akan membawa papa saya dan penghulu juga. Saya tidak suka menunda-nunda sesuatu yang penting."

Gus Syakil terdiam, mengamati gadis di hadapannya yang begitu berbeda dari gambaran calon istri yang selama ini ia bayangkan. Keberanian dan keseriusan gadis itu membuatnya tak bisa mengabaikan permintaan itu begitu saja. Namun, di balik semua itu, ia tahu bahwa jawaban atas permintaan ini membutuhkan pemikiran yang jauh lebih mendalam.

Gadis itu berdiri dari kursinya setelah melontarkan kalimat mengejutkan itu. Ia melangkah menuju pintu dengan percaya diri, tanpa sedikit pun menoleh ke arah Gus Syakil. Tatapannya lurus ke depan, seolah yakin pada apa yang baru saja ia katakan.

"Besok, saya akan datang lagi bersama wali dan penghulu," ujarnya tanpa ragu.

Gus Syakil masih duduk di tempat tidur, tertegun oleh sikap tegas gadis itu. Sebelum ia sempat menanggapi atau bahkan mencoba menghentikannya, gadis itu sudah menghilang melewati pintu, meninggalkan kamar tanpa ucapan salam.

Di depan pintu, gadis itu berpapasan dengan Ning Chusna, ibu Gus Syakil, yang baru saja kembali dari membeli makanan di kantin rumah sakit. Ning Chusna menghentikan langkahnya sejenak, memandangi gadis itu dengan alis sedikit terangkat. Penampilan gadis itu yang penuh gaya dan langkahnya yang terburu-buru langsung menarik perhatian. Namun, gaiss bernama Sifa tidak menoleh atau menyapa. Ia hanya melangkah melewati Ning Chusna begitu saja.

Di Dalam Kamar

Ning Chusna masuk ke kamar dengan kantong plastik berisi makanan di tangan. Wajahnya masih memancarkan kebingungan saat ia mendekati putranya.

Ning Chusna meletakkan kantong di meja kecil. "Syakil, tadi itu siapa? Penampilannya... berbeda sekali. Temanmu?"

Gus Syakil tersentak dari lamunannya, mencoba terlihat tenang meskipun hatinya masih bergolak. "Oh... dia? Mungkin salah satu pasien di sini, Bun. Sepertinya dia mabuk dan salah masuk kamar."

Ning Chusna mengernyit, duduk di kursi dekat tempat tidur. "Mabuk? Tapi cara dia berjalan tadi terlihat seperti orang sadar. Dan dia tidak kelihatan seperti pasien yang sakit."

Gus Syakil berusaha tersenyum santai. "Ya, mungkin dia sedang kebingungan saja. Siang-siang begini, orang kadang bisa bertindak aneh."

Ning Chusna menatap putranya dengan penuh curiga. "Syakil, jangan coba-coba bohong sama Ibu. Perempuan itu kelihatannya berbicara sesuatu yang serius. Apa yang sebenarnya terjadi?"

Gus Syakil menghela napas panjang, mencoba mencari alasan yang masuk akal. "Baiklah, Bu. Dia memang datang ke sini untuk berbicara. Tapi saya yakin dia tidak tahu apa yang dia lakukan. Tiba-tiba saja dia bilang mau menikah dengan Syakil. Syakil pikir, ini cuma omongan orang yang tidak dalam keadaan sadar."

Ning Chusna terkejut, meletakkan tangan di dadanya. "Menikah? Syakil, apa maksudmu dia datang tiba-tiba dan mengajukan hal seperti itu?"

Gus Syakil mengangguk perlahan, berusaha meredakan kekhawatiran ibunya. "Iya, Bu. Dia bahkan bilang mau kembali besok dengan wali dan penghulu. Tapi saya rasa ini hanya gurauan atau mungkin dia sedang tidak sehat mentalnya."

Ning Chusna terdiam sejenak, mencoba mencerna penjelasan putranya. "Syakil, kalau memang dia serius, kamu harus berhati-hati. Jangan sampai ini menjadi masalah besar. Apa kamu tahu siapa dia atau dari mana asalnya?"

Gus Syakil menggeleng perlahan. "Tidak, Bu. Syakil sama sekali tidak mengenalnya. Penampilannya pun... jujur saja, tidak seperti orang yang biasa datang ke lingkungan kita. Itu sebabnya saya yakin ini hanya kesalahpahaman."

Ning Chusna menghela napas, menatap putranya penuh kekhawatiran. "Syakil, Ibu harap kamu tetap waspada. Kalau dia kembali besok, kita harus tahu lebih banyak tentang siapa dia dan apa maksud sebenarnya."

Gus Syakil mengangguk, tersenyum tipis untuk menenangkan ibunya. "Tentu, Bu. Jangan khawatir. Saya akan memastikan semuanya baik-baik saja."

Ning Chusna masih merasa ada sesuatu yang aneh dengan kejadian itu, tapi ia memutuskan untuk tidak memperpanjang pembicaraan. Ia mengambil makanan yang dibawanya, menyuapi putranya dengan penuh kasih sayang. Sementara itu, Gus Syakil hanya bisa berharap bahwa gadis misterius itu tidak benar-benar kembali seperti yang ia katakan. Namun, di dalam hatinya, ia tahu bahwa kemungkinan besar ini belum selesai.

Bersambung

Happy reading

Terpopuler

Comments

Sri Murtini

Sri Murtini

Sifa sudah seijin papa.nya krn beliau minta mempertanggung jwbkan perbuatannya,penabrak Gus Syakil kan. Klu udah nikah kan bebas merawat suaminya, dasar anak sultan dah nggk mikir biaya di rumah sakit

2024-12-28

1

Maulana ya_Rohman

Maulana ya_Rohman

langsung mampir di sini thor...

2025-01-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!