NovelToon NovelToon
Pernikahan Di Atas Skandal

Pernikahan Di Atas Skandal

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Selingkuh / Cinta Terlarang / Nikah Kontrak / Pelakor / Pelakor jahat
Popularitas:49.1k
Nilai: 5
Nama Author: Edelweis Namira

Btari harus menjalani pernikahan kontrak setelah ia menyetujui kerja sama dengan Albarra Raditya Nugraha, musuhnya semasa SMA. Albarra membutuhkan perempuan untuk menjadi istru sewaan sementara Btari membutuhkan seseorang untuk menjadi donatur tetap di panti asuhan tempatnya mengajar.
Sebenarnya Btari ragu menerima, karena hal ini sangat bertolak belakang dengan prinsip hidupnya. Apalagi Btari menikah hanya untuk menutupi skandal Barra dengan model papan atas, Nadea Vanessa yang juga adalah perempuan bersuami.
Perdebatan selalu menghiasi Btari dan Barra, dari mulai persiapan pernikahan hingga kehidupan mereka menjadi suami-istri. Lantas, bagaimanakah kelanjutan hubungan kedua manusia ini?
Bagaimana jika keduanya merasa nyaman dengan kehadiran masing-masing?
Hingga peran Nadea yang sangat penting dalam hubungan mereka.
Ini kisah tentang dua anak manusia yang berusaha menyangkal perasaan masing

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SISI LAIN BTARI

Suara azan subuh yang berkumandang dari masjid terdekat menyelinap masuk ke dalam kamar, mengiringi ketukan keras di pintu.

Tok! Tok! Tok!

“Barra, Btari! Bangun, sudah subuh!” Suara Bian terdengar jelas dari luar.

Btari mengerjapkan mata dengan malas, tubuhnya terasa hangat dan nyaman. Namun, saat ia bergerak sedikit, ia merasakan sesuatu yang tidak seharusnya ada di dekatnya.

Ia menoleh dan hampir berteriak.

Wajah Barra ada di sampingnya, jarak mereka hanya beberapa sentimeter. Bahkan, satu tangan lelaki itu hampir menyentuh pinggangnya!

Jeng!

Btari langsung terduduk dengan ekspresi terkejut sekaligus kesal. Bukankah tadi malam mereka tidur di ujung ranjang masing-masing? Kenapa sekarang posisinya seperti ini?!

Barra sendiri masih setengah sadar. Ia mengerjapkan mata, tampak bingung dengan situasi mereka sekarang. "Kenapa kamu dekat-dekat, Bi?”

Btari melotot, saking kesalnya, ia langsung menyikut lengan Barra.

“Barra! Kamu geser ke sana!” bisiknya tajam. Kalau bukan karena Bian yang masih di luar kamar mereka, mungkin Btari sudah meneriaki Barra.

Barra mengerang kecil, lalu mengusap lengannya. “Sakit, tahu! Lagian aku juga nggak sadar kok bisa gini.”

Ketukan di pintu semakin keras. “Hei, kalian masih tidur?” suara Bian kembali terdengar.

Btari panik. Ia bergegas bangkit dan merapikan jilbab yang sejak tadi malam masih ia kenakan, lalu menatap Barra dengan penuh ancaman. “Nanti kita bahas lagi! Sekarang kita ke luar dulu sebelum Abang curiga.”

Masih dalam keadaan yang belum sepenuhnya sadar, Barra bangkit. "Jangan terlalu benci sama aku, Bi, nanti jatuh cinta." Kekehnya.

Btari menahan napas untuk benar-benar tidak meneriaki Barra saat itu juga.

...****************...

Barra menepikan mobilnya di depan gedung tempat persiapan pameran amal berlangsung. Barra berjalan perlahan mulai memasuki gedung yang kini sudah penuh dengan berbagai foto hasil jepretan para fotografer. Dari kejauhan, ia melihat Btari yang tampak sibuk berbicara dengan beberapa panitia. Wajahnya terlihat begitu hidup, matanya berbinar saat ia menjelaskan sesuatu dengan penuh semangat.

Barra terdiam sejenak, membiarkan pemandangan itu mengisi pikirannya. Ini pertama kalinya ia melihat Btari seantusias itu. Tidak ada sikap kaku, tidak ada jarak yang biasa ia bangun. Perkataannya dengan Bian tadi pagi kembali terngiang—tentang bagaimana Btari begitu menyukai hal-hal yang membuatnya terlibat langsung dalam kegiatan amal kemanusiaan, karena itu adalah satu-satunya warisan yang mengingatkannya pada orang tua mereka.

Matanya melihat sekeliling, memilih untuk tidak menghampiri Btari yang masih sibuk. Ia memilih untuk memeriksa email yang masuk lewat ponselnya untuk kemudian segera diteruskan ke Dika. Tadi ia izin pulang lebih cepat dari biasanya kepada Ryan dan Dika, karena pekerjaannya masih bisa dilanjutkan ketika sampai di rumah.

Tiba-tiba ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk. Nama Nadea muncul.

Kamu menghindar dr aku, ya? Kenapa gak angkat teleponnya.

Barra sengaja tidak menerima panggilan dan membalas pesan Nadea sejak kemarin. Selain karena ada Bian, selama di rumah juga Barra malas membuka ponselnya kalau bukan untuk urusan pekerjaannya.

"Barra, ya? Suaminya Btari." Tiba ada yang datang menyapa Barra. Pesan dari Nadea lagi-lagi tidak ia balas. Ia memilih untuk balas menyapa perempuan yang diperkirakan Barra rekan Btari.

"Iya. Maaf, siapa ya? Saya lupa beberapa temannya Btari." Barra tersenyum tipis.

"Alexa. Yang kemarin bareng Btari di Malang." Jawab Alexa ramah.

"Ooh iya. Pantes kayaknya nggak asing sama kamu."

"Mau jemput Btari, ya? Samperin aja, Bar. Dia kalau lagi kerja suka lupa waktu."

Barra mengangguk. "Iya. Nggak apa-apa. Saya tunggu aja. Dia juga lagi sibuk banget." Ujar Barra.

"Oke deh. Saya duluan, ya." Alexa kemudian pergi meninggalkan Barra yang memilih menunggu Barra di sudut ruangan.

Melihat Btari yang masih sibuk, pikiran Barra tertuju pada obrolannya dan Bian tadi pagi. Saat mereka sedang menikmati teh dan kue di teras rumah pagi tadi.

“Jadi, gimana rasanya menikah dengan Btari?” Bian membuka percakapan, suaranya datar namun penuh makna.

Bian dan Btari ibarat dua orang yang sama hanya berbeda kelamin. Namun kedekatan keduanya sangat berbeda dengan kedekatan Barra bersama dua saudaranya. Menurut Barra, Bian dan Btari ibarat dekat hanya karena darah yang sama bukan karena mereka memang dekat.

Barra mengangkat bahu. “Ya begitulah, Bang. Walaupun sudah berbulan-bulan namun masih perlu penyesuaian sama karakter masing-masing."

Bian tertawa kecil. “Namanya juga menikah ya, Bar. Apalagi menghadapi perempuan modelan Btari.”

Barra menoleh dengan alis terangkat. “Maksudnya?”

Bian menarik napas dalam sebelum menjawab. “Btari itu anak yang keras kepala. Dia nggak gampang percaya sama orang lain, bahkan sama saya sendiri, kakaknya. Kita sama-sama kaku, namun dia juga lebih sering menutup diri.”

Barra terdiam, mendengarkan.

“Sejak kecil, dia selalu jadi anak yang punya dunia sendiri. Waktu orang tua kami masih ada, dia memang lebih pendiam daripada anak-anak lain, tapi nggak sekaku sekarang. Dia dulu ceria, masih suka bercanda.” Bian tersenyum tipis, tapi ada kepedihan di matanya. “Sampai akhirnya, semuanya berubah.”

Barra menunggu, membiarkan Bian mengumpulkan pikirannya.

“Orang tua kami meninggal saat Btari baru lulus SMP. Saat itu, saya masih harus tetap lanjut kuliah di Turki, dan dia memilih tinggal bersama nenek. Gue pikir, semuanya akan baik-baik saja, tapi ternyata... pas Btari kelas dua SMA, nenek meninggal. Dan dia memilih hidup sendiri. Sejak saat itu kita berdua semakin berjarak. Btari menyibukkan diri dengan berbagai les dan kegiatan di luar sekolah, saya juga sibuk bekerja disana."

Barra menghentikan langkahnya sesaat, menatap Bian dengan ekspresi sulit dijelaskan.

“Dia hidup sendiri? Nggak ada keluarga lain?”

Bian menggeleng. “Nggak ada yang benar-benar dekat. Satu-satunya tempat yang dia anggap rumah setelah itu ya panti asuhan yang dulu sering kami kunjungi bareng orang tua kami."

Barra mengingat kebiasaan Btari yang sering menghilang ke panti asuhan tanpa banyak bicara. Jadi, itu alasannya?

“Sejak saat itu, dia makin menutup diri. Saya bisa merasakan, dia seperti membangun tembok tinggi supaya nggak ada orang yang masuk ke hidupnya. Termasuk saya.”

Barra menarik napas panjang. Memikirkan Btari yang selama ini ia kenal—dingin, kaku, menjaga jarak—sekarang rasanya masuk akal.

“Gimana respon Abang sewaktu dia memberitahu kalau akan menikah?" Tanya Barra penasaran. Mengingat keduanya yang tidak terlalu dekat, sepertinya Btari memberi tahu Bian saat akan mendekati hari H.

Bian menoleh. “Kaget. Saya kira dia nggak kepikiran untuk menikah. Selama ini Btari sangat tertutup untuk urusan perasaan. Ia bahkan menolak ketika saya kenalkan dengan sahabat saya dua bulan sebelum ia memberi tahu saya kalau ia akan menikah.” Bian terdiam sejenak.

"Ketika ia memutuskan untuk menikah denganmu, jujur saya kaget dan merasa ada yang aneh. Namun melihat bagaimana kalian berdua saat menikah dulu, saya ikut bahagia karena akhirnya Btari bisa mempercayakan kamu menjadi pasangannya.

Hati Barra mencelos mendengar kalimat itu. Andai Bian tahu apa yang sebenarnya terjadi, Barra yakin lelaki itu akan memisahkannya dari Btari.

Tiba-tiba perasaan takut itu muncul di sudut hati Barra.

“Jadi...” Bian menatap Barra tajam. “Saya harap kamu bisa menjaga kepercayaan saya. Saya menitipkan Btari padamu. Kalau nanti kamu sudah tidak mencintai dia lagi, jangan sakiti dia, ya. Kamu bisa pulangkan dia ke saya atau saya yang akan bawa dia jauh dari kamu." Ujar lelaki itu tegas.

Barra tersenyum tipis. Berusaha meyakinkan Bian. "Iya, Bang. Saya akan jaga amanah Abang itu dengan hidup saya." Jawabnya.

Keduanya tertawa kecil sebelum kembali berlari. Namun, di dalam hati, Barra mulai melihat Btari dari sisi yang berbeda. Dan itu membuatnya semakin ingin mengenal perempuan itu lebih dalam.

Btari berjalan mendekati Barra. Lelaki itu tampak menatapnya dengan begitu seksama. “Barra? Ngapain kamu di sini?”

Barra tersenyum tipis. "Jemput istri sendiri dong?” Barra menaikkan sebelah alisnya, senyum menggoda di wajahnya.

Btari mendengus, lalu kembali fokus pada panitia yang tiba-tiba menghampirinya untuk membahas rundown acara. Namun, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

Mengapa akhir-akhir ini suami sementaranya ini begitu sering menjemputnya?

Setelah beberapa menit, akhirnya diskusi selesai. Btari mengemasi barang-barangnya dengan cepat, berusaha tidak menghiraukan Barra yang masih berdiri di dekatnya.

“Tadi siang aku nggak sempat nemenin kamu ke bandara untuk mengantarkan Bang Bian dan Kak Dilara.” ujar Barra tiba-tiba.

Btari berhenti sejenak, tapi tidak menoleh. “Nggak masalah, Bar. Bang Bian juga ngerti kok. Lagian dia juga pulangnya mendadak begitu." Jawab Btari tenang.

“Tapi tetap nggak enak rasanya. Abangmu kesini, akunya malah sibuk kerja.”

Btari menoleh kali ini, menatap Barra dengan tenang. Setenang caranya bicara dan bersikap. ”Nggak masalah, Bar. Lagian terlalu dekat dengan Abangku juga nggak begitu baik. Jangan tiba-tiba lupa sama perjanjian kita, ya."

Barra menatapnya dalam. “Masih seserius itu ya dengan perjanjian itu?"

Btari mengangguk. "Iyalah. Benar yang kamu bilang dulu. Akan lebih susah kalau kamu atau aku terlalu dekat dengan keluarga kita. Bagaimana pun hubungan kita hanya sementara."

Barra mengepal tangannya. Namun ia berusaha menahan emosi. Sekarang ia semakin tidak menyukai ketika Btari mengungkit masalah hubungan kerja sama mereka itu.

“Ayo pulang,” ujar Barra. “Aku udah janji ke Bian kalau bakal jagain kamu."

Btari menghela napas, lalu berjalan menuju mobil tanpa berkata apa-apa. Namun pikirannya merasa aneh karena wajah Bian terlihat menahan marah.

"Kayaknya lagi ada masalah sama pacarnya deh." Pikir Btari yang berjalan di belakang Barra.

1
Yoyoh Rokayah
lanjut thor
Riyall Arieserra
up nyaa yg banyak thor
Yoyoh Rokayah
lanjut thor
Riyall Arieserra
up lgi thor
Yoyoh Rokayah
lanjut thor
Riyall Arieserra
up terus thor
Raisha Harahap
lanjut kk...di tunggu notif y😊
Edelweis Namira: Sudah yaaah
total 1 replies
Raisha Harahap
bagus
Bupoh
Mangkanya bar klo mau ketemuan sm nadae usahakan jgn hanya berdua biar gk ada salah paham
Edelweis Namira: Suka asal emang nih dia /Smile/
total 1 replies
Riyall Arieserra
lanjut Thor, up nyaa di rutinin dong
Edelweis Namira: Okee siap. Jangan lupa dukungannya ya
total 1 replies
Yoyoh Rokayah
lanjut thor
Edelweis Namira: Udaah yaah/Smile/
total 1 replies
muthia
be mampir tp maaf may tanya Maya sama Raka itu siapa ya🙏
muthia: oh, ia di maklumi soalnya br mampir cm bingung aja, semangat dan sehat selalu🙏
Edelweis Namira: Aah maaf kak. belum sempat direvisi. itu tokohku dicerita pf lain..maaf ya. banyak typo namanya
total 2 replies
Aisyah Ranni
Ahh pelaku tender bisa jadi Nadea dan gosip itu pelakunya Nadea juga
Indra wijaya: yahh kok cuma satu thor up nya lagi dong 😁😁
total 1 replies
Yoyoh Rokayah
lanjut thor
Edelweis Namira: Udah yaa. terima kasih like dan komennya
total 1 replies
Indra wijaya
suka banget sama ceritanya semoga penulis yah diberikan kesehatan selalu supaya rajin up nyah soalnya aku penasaran tau sama kelanjutan nyah
Edelweis Namira: Aamiin..makasih reader
total 1 replies
Indra wijaya
ahhh kapan sih jadi suami istri beneran nyah
Edelweis Namira: sabar ya. semua butuh proses
total 1 replies
Riyall Arieserra
up yang rutin dong torr, seru kali cerita nya
Yoyoh Rokayah
lanjut thor
Bupoh
Robek aja surat kontraknya bar biar btari percaya klo kamu serius
bagastama gaming
suka banget dengan interaksi interaksi manies mereka....pacaran setelah halal...walau awal pernikahan yang tidak indah..tapi lupakanlah..kalian harus bahagia..
Edelweis Namira: Pacaran setelah halal itu memang manis
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!