Menjadi bahan taruhan untuk dijadikan mainan oleh pria terpopuler di kampusnya membuat Naina terperangkap dalam cinta palsu yang ditawarkan oleh Daniel.
Rasa cinta yang semakin berkembang di hatinya setiap harinya membuat Naina semakin terbuai akan perhatian dan kasih sayang yang pria itu berikan hingga Naina dengan suka rela memberikan kehormatannya pada pria itu.
Nasib buruk pun datang kepada Naina setelah ia mengetahui niat buruk pria itu menjadikannya kekasihnya hanya untuk barang taruhan semata. Karena setelah itu Naina pun dinyatakan hamil. Dan untuk menutupi aib anaknya, orang tua Naina pun beralih untuk megalihkan fakta jika anak Naina adalah anak mereka dan adik dari Naina.
Ikuti cerita lengkapnya di sini, yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anakku adalah tanggung jawabku
Pagi itu setelah memandikan Zeline, Naina pun segera membersihkan tubuhnya setelah mempersiapkan baju yang akan ia pakai untuk ke kampusnya hari ini. Lima belas menit membersihkan tubuhnya di dalam kamar mandi, akhirnya Naina pun keluar dengan menggunakan handuk melilit tubuhnya.
"Tak... Dah siap mandina, ya..." Ucap Zeline yang sedang memainkan rambutnya yang dikepang dengan kaki berayun-ayun di atas tempat tidur.
Naina tersenyum. "Iya... Kakak pagi ini mau pergi ke kampus Kakak dulu..."
"Pelgi kampus?" Tanya Zeline mengulang perkataan Naina. Kening gadis kecil itu nampak mengkerut. Tidak mengerti arti kata kampus yang Naina sebutkan.
"Tempat sekolah Kakak dulu... Kaya TK yang ada di dekat rumah dulu..." Ucap Naina mengingatkan Zeline pada TK tempat tinggal mereka di kampung.
Kepala Zeline mengangguk-angguk. "Zel ikut, ya!" Serunya begitu bersemangat.
"Zel tidak bisa ikut, sayang... Kakak hanya bisa pergi sendiri ke sana... Nanti Zel tidak ada temannya kalau Kakak sedang sekolah..." Balas Naina memberi pengertian.
"Yah..." Wajah Zeline yang bersemangat seketika layu.
"Sebagai gantinya, nanti sore Kakak ajak Zel main di taman dekat rumah kita, ya." Rayu Naina.
"Asyik... Benelan ya, Kak!" Serunya lagi.
"Iya, iya." Balas Naina meyakinkan.
*
"Kamu mau berangkat, Nai?" Tanya Ibu saat melihat putrinya sudah nampak rapi sambil menggendong Zeline.
"Iya, Bu. Nai mau berangkat sekarang biar gak terlalu lama nanti di kampusnya." Jawabnya.
Ibu mengangguk paham. "Ayo Zel sama Ibu." Mengulurkan tangan mengambil Zeline dari tangan Naina.
"Tak... Nanti jadi ya main sana...!" Tunjuknya ke arah kanan dimana Naina menunjukkan tempat main mereka.
"Iya, Dek..." Balas Naina tersenyum.
Dengan penampilan barunya tanpa kaca mata tebal dan rambut yang selalu diikat kuda, Naina pun berangkat menuju kampus menggunakan motornya saat kuliah dulu. Untung saja motor itu masih selalu dirawat oleh Ayah dan Amara sehingga kondisi mesinnya masih bagus walau ditinggalkan Naina selama berada di kampung.
Kedatangan Naina pagi itu ke kampus nampak menjadi pusat perhatian para kaum adam yang menatap memuja padanya. Bagaimana tidak. Baju kemeja bewarna pink pastel dipadukan dengan celana jeans yang Naina kenakan membuat penampilannya semakin memukau.
Bisik-bisik para mahasiswa yang mempertanyakan siapa dirinya mulai terdengar di telinga Naina. Naina tak menghiraukannya. Langkah kakinya saat ini terus berjalan menuju rektorat untuk mengambil ijazahnya yang sudah lama seharusnya ia dapat di sana.
Melalui proses yang cukup memakan waktu, akhirnya ijazah kebanggaannya pun sudah ada di tangannya. Naina menatap haru pada hasil kerja kerasnya selama ini. Naina bahkan tidak menyangka jika ia menjadi lulusan terbaik pada wisuda yang seharusnya ia hadari waktu itu. Beberapa pegawai di rektorat pun nampak menyayangkan ketidakhadiran Naina pada saat wisudanya dulu. Karena tak ingin berlama-lama di tempat yang cukup membuatnya terluka, akhirnya Naina pun segera mengendarai motornya menuju rumah.
Saat di perjalanan, pandangan Naina pun tertuju pada gedung tingkat menjulang tinggi yang sering ia lewati saat kuliah dulu. Pikiran Naina pun melayang pada putrinya di rumah.
"Sudah saatnya aku mencari pekerjaan untuk menghidupi keluargaku. Zeline adalah anakku. Putri kecilku. Dan dia adalah tanggung jawabku. Tidak seharusnya aku selalu membiarkan Ayah dan Ibu yang menanggung beban hidupku dan anakku." Gumam Naina. Naina pun sudah bertekad setelah ini akan mencari pekerjaan untuk menghidupi buah hatinya.
***
Semakin kencang komennya... Votenyaa... Dan likenya... Maka author akan semakin rajin upnya☺ Sebagai bentuk dukungan atas karya author yang baru.