"Simpanan Suamiku selama ini ... MAM4?!!! nggak mungkin, nggak mungkin mam4 tega melakukan ini padaku. Aarrgghhh!!!"
Ungkapan kekecewaan Kimberly terdengar melalui jeritan kerasnya setelah menemukan kebenaran yang tersembunyi di ponsel suaminya. Mam4 yang selama ini dihormatinya dan sangat disayanginya, ternyata adalah simpanan dari suaminya sendiri.
Bagaimana jadinya jika orang yang kau anggap sebagai mam4 tiri yang begitu kau cintai melebihi siapapun, dan kau perlakukan dengan penuh kasih sayang seperti mam4 kandungmu sendiri, tiba-tiba menjadi sumber konflik dalam pernikahanmu?
Di depannya ia terlihat begitu baik, namun di belakangnya ia bermain peran dengan licik. Penasaran dengan kisahnya? Segera simak perjalanan emosional Kimberly hingga akhir cerita!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 3. Semerah Buah Stroberi
Keesokan harinya, saat alarm berdering keras di ponselnya, Kimberly yang tertidur cepat semalam karena kelelahan segera bangun dari tidurnya. Ia mengucek kedua matanya, meregangkan kedua tangannya, lalu menoleh ke samping tempat tidurnya.
Namun, saat ia memalingkan wajahnya ke arah tempat tidur di sampingnya yang seharusnya diisi oleh William, ternyata William tidak berada di sana.
Kimberly tersentak kaget dan bangun dari tidurnya. Dengan langkah cepat, ia bergerak ke arah kamar mandi dalam kamarnya, siapa tau William ada disana, tapi rupanya kamar mandi itu kosong. Tidak ada tanda-tanda keberadaan William, bahkan lantai kamar mandi masih terasa kering, menunjukkan bahwa belum ada yang menginjakinya.
Dengan langkah gontai karena habis bangun tidur, Kimberly segera keluar dari kamarnya. Kedua matanya masih terasa mengantuk, bibirnya terus menguap, hingga tiba di ujung tangga atas dan hendak turun, dari arah meja makan, Kimberly melihat suaminya, William, dan ibunya, Dania, tengah mengobrol akrab di meja makan.
Keduanya terlihat sarapan dan tertawa-tawa bersama, hingga saat mendengar langkah kaki menuruni tangga, pandangan keduanya segera menoleh ke sumber suara itu.
Mereka terkejut melihat Kimberly ada disana, namun tidak urung untuk tersenyum dan bangkit dari duduk mereka.
"Kamu udah bangun, Sayang?" sapa William basa-basi, sembari tersenyum manis dan melangkah mendekati Kimberly.
Kimberly yang mendengar sapaan manis itu segera tersenyum dan mer-ang-kul bahu William. Membuat keduanya saling ber-dek-atan tanpa sekat.
"Iya, barusan aku bangun. Huaammppp ... ngantuk banget. Kemaren aku capek banget, terus langsung tidur. Kamu kok bangun tadi nggak sekalian bangunin aku sih? aku kan gabisa siapin kamu makan jadinya," Kimberly terlihat cemberut dan memajvkan bibirnya.
William dengan lembut mengarahkan Kimberly untuk duduk di sebelahnya di meja makan. Keduanya terlihat berbincang asik, William mengambilkan Kimberly makan dan menyeka mulutnya yang terdapat sisa nasi.
"Kalian makan dulu ya, mama mau cuci baju dulu," setelah menyelesaikan makannya, Dania bangkit dari kursinya dengan membawa piring kosongnya menuju wastafel untuk mencucinya.
Saat Dania pergi, Kimberly melihat ekspresi tajam atau mungkin kesal di wajahnya. Wanita paruh baya itu tidak menatap Kimberly atau William saat berdiri dan pergi dengan tujuan mencuci piring.
"Tadi mama yang masak ini?" tanya Kimberly sembari memalingkan wajahnya kearah William yang saat itu masih asyik menikmati makanannya.
William yang mendengar segera menelan makanannya dan memalingkan wajahnya kearah Kimberly.
"Iya, pas aku bangun aku lihat mama udah masak di dapur, katanya sih mau masakin kamu, kamu habis ini mau berangkat kerja kan?" tanya balik William dengan tatapan mata yang agak aneh, yang entah apa arti dibalik tatapannya.
Kimberly memperhatikan tatapan William, namun ia tidak mengerti makna yang tersembunyi di dalamnya. Sejak Kimberly menanyakan tentang mamanya, sikap William mulai berubah menjadi aneh. "Iya, aku habis ini mau ke kantor dulu, laporin hasil kerja aku kemaren. Ehm, kamu habis ini mau berangkat ngantor ya, udah rapi aja,"
Kimberly mengulurkan tangannya, hendak merapikan kerah kemeja William. Namun, begitu ujung jarinya menyentuh kain itu, pandangannya terpaku pada jejak merah yang menghiasi leher William. Dengan ekspresi heran, Kimberly terus menata kerah kemeja William, sementara matanya tetap terfokus pada jejak merah yang men0njol di leher lelaki itu.
"Makasih, Sayang. Aku habis ini mau ada meeting, jadi ya aku bangun pagi-pagi tadi, jam delapan udah harus di kantor. Kamu nanti pulang jam berapa, sampe sore nggak?" tanya William. Seakan tahu apa yang tengah dipikirkan oleh Kimberly dan tatapan matanya, William dengan cepat meraih tangan Kimberly dan menggenggamnya dengan erat.
"Nggak juga. Aku siang dah pulang. Kerjaan aku nggak banyak. Kemarin mama ada nitipin Tasya ke aku jadi ya aku nggak bisa pulang sore banget. Palingan setelah kerjaan aku selesai aku langsung pulang. Oh iya, Tasya kemana? kok sepi, dia belum bangun?" Kimberly segera menoleh ke segala arah mencari keberadaan Tasya.
Namun, sejauh ia melihat tidak ia temukan gadis kecil itu di manapun. Kosong. Apakah mungkin dia belum bangun? Kimberly selalu menyebutnya tukang pembawa mas4lah dan tukang molor karena kebiasaannya yang suka bangun siang.
"Mungkin belum bangun. Dia kan emang suka gini, bangun siang banget. Kalo belum di bangunin nggak bakal mau bangun. Aku berangkat dulu ya, Sayang. Kamu nanti hati-hati berangkat kerjanya, jangan ngebut-ngebut.
Aku pergi ya," William segera bangkit dari duduknya, men-ci-um lembut kening Kimberly sebelum mengambil tas kerjanya dan berangkat ke tempat kerja tanpa menunggu balasan dari Kimberly.
Kimberly memalingkan wajahnya ke arah suaminya yang perlahan menjauh, hingga akhirnya leny4p dari pandangannya bersamaan dengan pintu yang tertutup.
"Tadi kok leher mas William ada merah-merah ya, apa itu bekas digigit nyamuk, tapi kok bekasnya kayak habis di ...?? nggak! aku dan mas William nggak habis main kemarin. Aku ketiduran sampe nggak tau mas William pulang. Tapi kalo gitu tadi bekas apa?
"Kenapa mikirin itu rasanya aku khawatir ya? ah udahlah, mending aku segera siap-siap dan berangkat ke kantor," Kimberly terus menerus memikirkan bekas merah di leher William yang ia bingung bekas merah apa itu.
Sejauh ia tahu itu seperti bekas habis di gigit nyamuk atau kecvpan saat dua pasangan berhubungan. Tapi kemarin ia dan William tidak bermain, Kimberly langsung tidur, tanpa menunggu kepulangan William.
Dengan usaha keras untuk mengalihkan pikirannya, Kimberly bangkit dari duduknya dan menuju ke dapur untuk meletakkan piring kotornya disana. Begitu tiba di dapur, ia melihat Dania sibuk mencuci baju di kamar mandi yang berdekatan dengan dapur, pintu kamar mandi terbuka lebar.
Kimberly segera mencuci piringnya di wastafel di depannya, mengelap tangan yang basah, lalu bergegas ke kamarnya untuk bersiap-siap, sebentar lagi ia harus sudah berangkat ke kantornya.
..............................
Pada pukul setengah dua belas siang, saat tiba waktu makan siang, Kimberly memutuskan untuk mampir ke restoran terdekat setelah mengantar calon pembeli ke lokasi tanah yang ia promosikan di media sosial kemarin. Setelah calon pembeli menyatakan butuh waktu untuk mempertimbangkan, Kimberly yang mulai merasa lapar segera bergegas ke restoran terdekat dari sana untuk makan siang.
Sambil menikmati makanannya yang baru saja tiba, Kimberly mengambil ponselnya dengan niat untuk mengecek pekerjaannya. Namun, begitu layar ponsel menyala, ia disambut dengan serangkaian pesan dari teman baiknya yang sudah lama tidak mengunjunginya atau mengirimkan pesan padanya.
Dengan senyum di wajahnya, Kimberly segera membuka nomor temannya itu dan membaca pesan yang dia kirimkan.
(Kim, Lo apa kabar, gue kangen,)
(Sorry ya gue akhir-akhir ini jarang hubungi Lo, gue lagi sibuk sama kerjaan gue. Lo Minggu sibuk nggak? gue pengen ketemu Ama Lo, di rumah Lo. Gue pengen mampir. Lo bisa kan?)
(Oh Lo sibuk ya, kayaknya kerjaan Lo nggak bisa kasih Lo istirahat ya, sampe pas kita ketemu aja Lo masih aja sibuk sama hp Lo.)
(Kim, nanti Lo bales wa gue ya, gue tungguin. Gue online terus. Hari ini hari Rabu kan, gue online sampe sore, malamnya gue ngurusin anak sama suami gue.)
(Yaudah Kim, bales wa gue nanti ya. Bye-bye bocil gue, lope youu tomat, eh so much hehe,)
Pesan yang dikirimkan dari teman baiknya, Jennifer, lengkap dengan stiker-stiker lucu yang menyertai pesannya, sebuah senyum kecil tak terelakkan muncul di wajah Kimberly. Suasana ceria dan kebahagiaan terpancar dari layar ponselnya, memancing tawa kecil yang menggema di ruangan. Tanpa ragu, Kimberly dengan antusias segera membalas pesan tersebut.
(Gue bisa. Lo Dateng aja, gue Minggu libur. Gue tungguin ya, gue sibuk banget sekarang, nggak bisa chat-an sama Lo terus.)
(Bye Jen, lope youu juga.)
Kimberly segera menutup ponselnya dan melangkah cepat keluar dari restoran itu. Dia sudah terlambat untuk janji dengan pembeli selanjutnya yang sudah menunggu di jalan Meja kebalik. Pembeli itu memintanya datang segera untuk mengecek rumah yang ingin dia beli.
Saat Kimberly tiba di lokasi, pembeli itu sudah menunggu dengan mobilnya yang mewah. Mereka berdua langsung meluncur menuju rumah yang akan diperiksa. Di dalam mobil, pembeli itu memberikan instruksi dengan tegas.
"Kita harus cepat, Mbak. Saya ingin segera menyelesaikan transaksi ini," ujar pembeli itu sambil menatap tajam ke arah Kimberly.
Kimberly hanya mengangguk mengerti. Dia tahu betul pentingnya kesepakatan ini bagi pembeli itu. Rumah yang akan dibeli adalah rumah impian pembeli itu, dan Kimberly harus memastikan semuanya berjalan lancar.
Sesampainya di rumah yang akan diperiksa, Kimberly dan pembeli itu langsung masuk. Mereka mulai memeriksa setiap sudut rumah dengan teliti. Pembeli itu terlihat sangat puas dengan kondisi rumah tersebut.
"Rumah ini memang sesuai dengan yang saya inginkan. Saya rasa saya akan segera menyetujuinya," ujar pembeli itu dengan senyum puas.
Kimberly tersenyum lega mendengar kata-kata pembeli itu. Dia pun segera menyodorkan formulir transaksi dan meminta pembeli itu untuk mengisi detail-detail yang diperlukan. Setelah pembeli itu mengisi semua formulir yang Kimberly berikan, mereka berdua duduk di teras yang luas dan sejuk sambil menyelesaikan proses transaksi.
"Terima kasih, Mbak Kimberly. Saya sangat senang bisa menyelesaikan transaksi ini dengan lancar," ujar pembeli itu sambil menyerahkan selembar cek kepada Kimberly.
Kimberly menerima cek tersebut dengan senang hati. Dia merasa senang bisa membantu pembeli itu mendapatkan rumah impiannya. Setelah semua proses selesai, mereka berdua pun berjabat tangan sebagai tanda kesepakatan telah tercapai.
Kimberly pun tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada pembeli itu. Mereka berdua pun berpisah dengan senyum di wajah masing-masing. Kimberly merasa puas bisa menyelesaikan transaksi dengan lancar dan membantu pembeli itu mendapatkan rumah impiannya.
Namun, ketika Kimberly hendak pulang, tiba-tiba ada sekelompok pria bert0peng yang datang dan menghalangi jalannya. Mereka terlihat gar-ang dan membawa senj4ta taj4m. Kimberly merasa ketakutan dan tidak tahu harus berbuat apa.
"Kami tahu kau memiliki sesuatu besar di dalam tasmu. Serahkan padaku sekarang jika kau ingin ny4wamv selamat!" ujar salah satu dari pria bert0peng itu dengan suara meng4ncam.
Kimberly panik dan tidak tahu harus berbuat apa. Dia mencoba mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang mungkin bisa digunakannya untuk meny-elam-atkan diri, namun sebelum dia sempat mengeluarkan satupun barang, tiba-tiba seorang pria tampan, berjaket hitam muncul dari belakang tubuhnya dan mel4wan para pria bertopeng itu.
Pria itu terlihat sangat ahli dalam bertarung dan dengan cepat berhasil mengalahkan para penyer4ng.
Setelah para pria bert0peng itu kabur, pria itu pun mengulurkan tangan kepada Kimberly untuk membantunya berdiri. Kimberly merasa senang dan bersyukur atas pertolongan pria itu.
"Terima kasih atas pertolonganmu. Siapa namamu?" tanya Kimberly dengan rasa penasaran.
.....................................
Wushhh ..
Udara sore terasa sejuk atau bahkan sedikit dingin saat Dania dan pujaan hatinya, William, memasuki sebuah h0tel untuk memesan kamar. Mereka terlihat penuh kebahagiaan, saling bergandengan tangan sambil tersenyum dan melangkah menuju kamar mereka setelah proses pemesanan selesai.
Saat memasuki kamar yang terlihat begitu mewah, jauh berbeda dari kamar mereka di rumah, William dengan ramah mengajak Dania duduk di tepi ranjang.
"Kamu cantik banget, Sayang. Wajahmu sangat indah, senyumanmu membuatku mabvk kepayang dan bi-bi-rmu yang semerah buah stroberi itu membuatku ingin segera melahapnya. Aku tidak tahan, Sayang. Kita langsung bermain yuk," William segera mengerucutkan bibirnya, ingin mengajak Dania berb4ring, namun Dania yang tau perilaku William segera tersenyum dan meraih tangannya.
"Lucu banget sih pacar aku, jadi pengen nyubit hidungnya." Dania segera mencubit gemas hidung mancung William, membuat William semakin cemberut.
Dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya dan tangannya yang perlahan turun, Dania melanjutkan ucapannya. "Kita baru sampe sayang, masa langsung main sih, tapi aku juga udah ga tahan sih. Yaudah yuk kita langsung gass aja, mumpung kita lagi disini sekarang,"
William segera mengajak Dania berbaring, memiringkan tubuhnya dengan gaya super dramatis, menatap ke arah Dania yang saat itu juga tengah menatap kearahnya.
Mereka saling menatap seperti dua kucing yang bertengkar tanpa suara atau kata-kata, tapi tiba-tiba William beraksi layaknya pahlawan dalam film romantis, mendekatkan wajahnya pada wajah Dania dengan semangat super hero, mengajaknya untuk saling melekatkan bi-bir layaknya kedua kutub magnet.
Glekk ...
Ke-cu-pan itu terasa lembut, selembut kapas, namun lama kelamaan semakin kas4r dan terburu-buru. William perlahan me-mb-uka pengait dress yang dikenakan Dania, hingga Dania hanya mengenakan bralette saat itu. saweran bi-bir yang mereka lakukan tidak juga putus, mereka terus beradu skill, dan melanjutkan kegiatan mereka.
"Sayang, oh yeahhh, hmmm," Dania membuka mata lebar-lebar saat William berusaha melepas "sabuk penyelamat" tempat balon udara miliknya bersarang. Dengan penuh semangat, William menggigit es krim raksasa yang sedang Dania bawa, sementara tangan satunya sibuk memainkan balon udara yang lainnya.
William sangat menikmati permainan itu, hingga tanpa sadar Dania melepas shirtnya dan keduanya berakhir dalam keadaan "Eh, ada monyet lepas kandang"!
"Sayanggg," William mengisyaratkan kepada Dania untuk akan melanjutkan permainan mereka ke level yang lebih tinggi. William menaiki tu-b-uh Dania, bersiap mencangkul buah peach miliknya yang semakin menggemaskan di bawah sana.
Dania merasakan kehangatan dari tvbvh William yang men-in-dih-nya, membuatnya semakin pa-nas karena keinginan untuk makan pisang segar yang menggebu-gebu di dalam dirinya. Mereka saling memandang dengan penuh semangat, tanpa kata-kata yang terucap, namun hanya suara-suara indah dan jeritan merdu yang mengisi ruangan mewah itu.
Mereka terus bermain-main dalam kehangatan yang mendalam, merasakan usapan dan cum-buan yang membuat mereka terbang ke langit ketujuh.
Dania merasakan tu-bu-hnya bergetar saat William menjelajahi setiap sudut tu-bu-hnya dengan semangat dan antusiasme yang melonjak-lonjak seperti kera di pohon!
Saat mereka mencapai climax bersama-sama, udara di dalam kamar terasa semakin dingin, tapi kehangatan di antara mereka seperti ketika makan es krim di kutub utara! Mereka berp-elu-kan erat, merasakan kelezatan yang mengalir di antara keduanya seperti cokelat panas di hari dingin!
Dania dan William terdiam sejenak, menikmati momen kebersamaan mereka yang penuh semangat petualangan. Mereka saling bertatapan dengan penuh semangat atau mungkin aura kehangatan yang masih juga menyala-nyala di dalam diri mereka.
Setelah beberapa saat, Dania akhirnya memecah keheningan. "Terima kasih, Sayang. Aku sangat mencintaimu," ucapnya sambil tersenyum manis.
William tersenyum balas, "Aku juga mencintaimu, Sayang. Kamu adalah yang terbaik ."
Mereka saling ber-pe-lu-kan erat, merasakan kehangatan dan kenyamanan yang mengalir di dalam diri me-re-ka. Udara di dalam kamar semakin dingin karena AC yang tetap menyala, namun tu-b-uh mereka yang seperti magnet membuat rasa dingin di dalam kamar itu tidak lagi terasa.
Bersambung ...