Albert Smirt, mafia kejam yang ditakuti semua orang. Dan yang membuat kita tahu bahwa mafia ini juga sering bermain dengan wanita mal4m maupun wanita pengh1bur untuk memenuhi kebutuhannya. Namun saat ia bertemu dengan seorang wanita yang bernama Bella/Bellinda dari sebuah insiden, membuat dirinya jatuh cinta pada pandangan pertama dan merubah dirinya menjadi pria yang sangat posesif hingga membuatnya candu. Bagaimana selanjutnya?
"Kita mulai yah!" kata Albert.
"Tapi, mungkin ini sakit," ucap Bella.
"Aku tidak akan menyakitimu, Sayang. Jadi kita mulai yah!" ucap Albert sekali lagi yang di jawab anggukan kepala oleh Bella.
penasaran? yukk baca!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aery_your, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bella cemburu
"Kamu harus membuka pintu, Bella!" teriak Albert dengan suara lantang.
"Aku tidak mau! Aku tidak ingin melihat wajahmu, pergi saja!" balas Bella keras-keras.
Albert menarik nafas panjang, merasa frustrasi dengan situasi yang dihadapinya. Ia mengacak rambutnya kesal lalu kembali menggedor-gedor pintu dengan lebih keras.
Dalam pikirannya ia bertanya-tanya, "Apa yang seharusnya aku lakukan sekarang? Kenapa Bella marah besar padaku? Apa Bella cemburu?" tanyanya sendiri sambil tersenyum kecil.
"Bella, aku serius! Buka pintu ini atau aku akan paksa!" coba Albert merayu dengan nada yang di turunkan.
"Cih. Paksa apa, hah?" tanya Bella berdecih.
"Bella," panggil Albert.
"Aku tidak mau! Aku sudah bilang jangan mendekat dan jangan memaksa aku!" bentak Bella sekali lagi.
Siall!
Albert merasa kalut, seakan dipertontonkan oleh situasi sulit ini. Sang Mafia yang di kenal kejam dan tegas menjadi kalang kalut, apa ini Albert yang sesungguhnya? pikirnya.
"Aku harus menyelesaikan masalah ini," gumam Albert, "Tidak peduli seberapa sulitnya. Dia tak akan menyerah begitu saja, untuk membuat Bella baik padanya." Ia kembali berusaha membuka pintu yang terkunci rapat itu. "Kalau kamu tidak membukanya, aku akan mendobrak pintu ini!"
Beberapa detik kemudian, Mika, asisten sekaligus sahabat Bella di mansion, datang ke kamar Bella dengan penuh kekhawatiran, apalagi ia melihat Tuannya tak seperti biasanya. "Ada apa ini, Tuan?" tanya Mika dengan penuh kesopanan.
Albert, tanpa menoleh, menjawab dengan nada dingin, "Kau urus dia!"
Ia pun pergi meninggalkan mereka berdua. Mika hanya bisa menunduk hormat sambil menjawab, "Baik, Tuan."
Sebelum mengetuk pintu kamar Bella, Mika mengambil napas panjang, mencoba meresapi perasaannya.
"Kenapa Tuan Albert begitu marah? Apa yang terjadi pada Nona Bella?" gumamnya dalam hati.
Dengan penuh keberanian, ia mengetuk pintu kamar Bella. "Nona, ini Mika. Tolong buka pintunya," ucap Mika dengan lembut.
Bella yang sedang merasa kesal pun menjawab, "Tidak, Mika. Aku tidak mau membuka pintu sebelum pria jahat itu pergi dari sini."
Rasa kesal yang menyelimuti hati Bella membuatnya sulit untuk berkompromi. Mika berusaha menenangkan Bella dengan berkata, "Tuan Albert sudah pergi, Nona. Tenanglah, aku di sini untuk menemanimu."
Mendengar Albert sudah tidak ada di sana, Bella pun merasa lega dan perlahan membuka pintunya.
Ceklek.
Pintu terbuka, dan Mika melihat Bella dengan sorot mata yang bercampur perasaan kesal dan sedih. Dan dengan cepat Bella menarik Mika masuk ke dalam kamarnya.
Mika terkejut dengan tangan yang memegang dadanya.
"Ada apa, Nona?" tanya Mika dengan ekspresi khawatir.
"Aku sangat marah, Mika. Tadi aku melihat Albert sedang berpelukan dengan Chelsea," jawab Bella sambil berjalan bolak-balik seperti orang yang diliputi gelombang emosi yang tak terkendali. Amarahnya begitu besar hingga membuat dirinya terasa seperti setrika panas yang membara. Mika duduk diam di atas kasur sambil memperhatikan perasaan Bella, yang merupakan kekasih tuannya.
Dia mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk menenangkan Bella. "Nona, apakah Anda yakin itu Chelsea? Mungkin itu hanya salah paham," tanya Mika, mencoba untuk menenangkan situasi.
Bella berhenti berjalan bolak-balik dan menatap Mika dengan pandangan marah dan frustasi. "Tentu saja aku yakin! Itu adalah Chelsea, Mika. Aku sudah mengatakannya dari tadi. Bagaimana mungkin aku salah melihat wanita yang jelas-jelas bersama Albert?"
Mika tersenyum canggung, "Heheh, maaf, Nona. Aku hanya ingin memastikan sebelum menilai lebih jauh. Aku melihat Nona begitu marah dan bingung, jadi aku berpikir mungkin ada kemungkinan salah paham." Mika menggaruk tengkuknya, merasa bersalah telah menanyakan pertanyaan tersebut.
"Terima kasih untuk pengertiannya, Mika. Tapi, apa yang harus kulakukan sekarang? Aku merasa begitu dikhianati. Apakah mungkin ada alasan di balik perbuatan mereka atau mungkin hanya perasaanku saja yang berlebihan?" Gumam Bella, berusaha mencari jawaban atas pertanyaannya yang belum terjawab.
"Apakah Nona cemburu?" tanya Mika.
"Cemburu?" gumam Bella kikuk.
***
Di tengah malam yang hening, tepat pukul tiga dini hari, Bella masih terjaga. Insomnia melanda, membuatnya gelisah tak karuan. Ada perasaan yang mengusik hati dan pikirannya, sebuah pertanyaan yang terus menggelayut tanpa bisa diusir pergi. Dia terus memikirkan Albert dan Chelsea saat di parkiran kampusnya.
"Ah.. kenapa aku nggak bisa tidur sih?" kesalnya mengubah posisinya menjadi duduk. Bella mengibas rambutnya yang menutupi wajahnya, ke belakang. Ia berpangku dagu, mengerucutkan bibir sambil mendumel dalam hati, "Apasih, kenapa aku seperti ini? Apa benar aku cemburu saat melihat wanita itu memeluk Albert? Aihss, Bella, Bella... kau ini," sembari mendorong kepalanya pelan.
Sebagai seseorang yang selalu menempatkan logika di atas perasaan, Bella merasa kesal pada dirinya sendiri. Dia berusaha memahami emosinya, mencoba mencari jawaban yang ada di lubuk hatinya. "Benarkah perasaan ini tak lain karena cemburu? Ataukah hanya semacam perasaan protektif terhadap Albert?"
Dalam diam, Bella menghela napas, menatap langit-langit yang nampak samar dalam kegelapan kamar. Meskipun hati dan pikirannya terbagi, satu hal yang pasti, Bella harus menemukan jawaban atas perasaan yang sedang ia rasakan. Sebuah jawaban yang mampu membawanya keluar dari keresahan yang menghantuinya.
***
Bukan hanya Bella yang merasa gelisah. Albert pun juga terlihat gelisah sambil menghisap tembakau yang ada di sela jarinya. Sejak tadi, dia belum tidur sama sekali, saat ia pulang dari suatu tempat, ia mencoba ke kamar Bella, namun saat ia sampai di sana, ia tak jadi masuk ke dalam sana.
Dalam hatinya, dia merasa bingung dan ingin mengetahui apa Bella sudah tidur atau tidak?
"Bella, Bella, apa benar kamu cemburu pada Chelsea?" gumam Albert dalam hati sambil tersenyum manis.
Hembusan asap keluar dari mulut Albert sambil membayangkan wajah cantik Bella. "Aku sangat mencintaimu, Bella. Aku sangat mencintaimu!" lirihnya mengulang kata 'mencintaimu'.
Albert bertanya-tanya dalam hati, "Bagaimana caranya agar Bella bisa kembali baik padaku?" Pikiran ini menghantui Albert, membuatnya gelisah hingga sulit tidur. Berbagai skenario mengisi benaknya, bagaimana ia harus menghadapi Bella dan apa yang harus ia sampaikan.
"Apakah aku harus minta maaf? Atau mungkin membawakan hadiah untuknya agar dia bisa senang? Semua wanita kan suka kejutan, apalagi hadiah!" gumam Albert dalam hati, berusaha mencari cara untuk memperbaiki hubungan bersama Bella.
Keesokan harinya, dengan hati yang berdebar, Albert mengirim hadiah untuk Bella lewat Mika. "Nona, ini ada hadiah untuk Nona Bella," kata Mika sembari menyodorkan beberapa kotak dan beberapa paper bag pada Bella.
Bella mengernyit, "Dari siapa, Mika?" tanyanya dengan ekspresi ragu.
"Dari Tuan, Nona," jawab Mika dengan senyum lebar, menunjukkan rasa bangga karena mampu membantu tuannya.
Namun, reaksi Bella berbeda dengan yang Albert harapkan. Ia terdiam, lalu mendorong hadiah itu pada Mika. "Aku tidak ingin, Mika. Kamu kembalikan saja!" serunya dengan tegas.
"Tapi, Nona?" ucap Mika dengan rasa kecewa yang cukup terasa. Tak menjawab, Bella pun pergi dari tempat itu, meninggalkan Mika yang bingung harus bagaimana. Sedangkan Albert, terdiam membisu dalam kekecewaannya dan emosinya di dalam ruangan saat melihat penolakan yang ia dapat dari Bella lewat CCTVnya.