Erlangga Putra Prasetyo, seorang pemuda tampan dengan sejuta pesona. Wanita mana yang tidak jatuh cinta pada ketampanan dan budi pekertinya yang luhur. Namun di antara beberapa wanita yang dekat dengannya, hanya satu wanita yang dapat menggetarkan hatinya.
Rifka Zakiya Abraham, seorang perempuan yang cantik dengan ciri khas bulu matanya yang lentik serta senyumnya yang manja. Namun sayang senyum itu sangat sulit untuk dinikmati bagi orang yang baru bertemu dengannya.
Aira Fadilah, seorang gadis desa yang manis dan menawan. Ia merupakan teman kecil Erlangga. Ia diam-diam menyimpan rasa kepada Erlangga.
Qonita Andini, gadis ini disinyalir akan menjadi pendamping hidup Erlangga.Mereka dijodohkan oleh kedua orang tuanya.
Siapakah yang akan menjadi tambatan hati Erlangga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak dapat tidur
Erlangga mematikan AC karena udara sudah dingin. Ia memang tidak terlalu betah dengan udara dingin.
Jarum jam dinding sudah menunjukkan angka 1/2 lewat, namun Erlangga belum bisa memejamkan mata. Biasanya sang Bunda akan membuatkan susu hangat saat hujan begini, baru dia akan bisa tidur nyenyak.
Erlangga terpaksa keluar dari kamarnya dan pergi ke dapur untuk membuat susu hangat. Ia membuka kulkas untuk dan mencari kental manis. Beruntungnya stok kental manis di kulkas masih banyak. Ia pun menuangkan kental manis coklat ke dalam gelas secukupnya, lalu memasak air. Setelah air mendidih, ia menuangkannya ke dalam gelas. Sambil menunggu susunya hangat, ia duduk di kursi makan dan mematikan lampu dapur.
Sementara di kamar Erika.
krucuk krucuk
Perut Rifka berdendang.
"Duh kok lapar ya. Ah iya, tadi di hotel aku makan dikit. Masa' iya aku ke dapur? Nanti dikira aku maling. Tapi kalau lapar begini mana bisa tidur?" Lirih Rifka.
Ia menoleh ke arah Erika yang sedang tidur sangat nyenyak sampai mulutnya terbuka. Apa lagi tidurnya bertingkah.
"Ya Allah nih anak tidurnya kayak preman. "
Rifka menahan tawanya melihat sepupunya itu.
Dengan memakai baju piama dan hijab instannya, Rifka pun turun ke bawah. Ia akan pergi ke dapur untuk mencari makanan. Dari kejauhan Rifka samar-samar melihat pergerakan seseorang.
"Duh, kok jadi merinding ya." Rifka mengusap tengkuknya sendiri. Ia jalan pelan-pelan karena takut. Ia pun mengambil sapu untuk jaga-jaga.
Mendengar suara langkah kaki, Erlangga pun menoleh. Ia melihat seseorang mendekat ke arahnya. Erlangga pun berdiri, karena penasaran pada orang yang datang.
Keduanya sama-sama mencari sakral lampu. Dan secara bersamaan mereka menyalakan lampu. Jari Erlangga yang sampai duluan. Jadi jari Rifka berada di atas jari Erlangga.
"Ka-kamu.... " Ucap Rifka terpaku. Ia baru tersadar lalu menyingkirkan jarinya. Betapa malunya Rifka, dengan pura-pura cuek ia langsung pergi ke dapur dan menyalakan lampu dapur. Sedangkan Erlangga mengulum senyumnya. Ia kembali duduk dan meminum susunya sedikit yang sudah mulai menghangat.
Di dapur, Rifka mencari sesuatu yang bisa dimasak. Ia membuka lemari atas dapur. Dan si sana ada berbagai macam varian mie instan. Rifka berjinjit untuk dapat mengambilnya. Namun tak sampai juga. Erlangga yang memperhatikannya dari jauh pun tergerak untuk membantunya. Ia menghampiri Rifka dan mengambilkan mie instan untuknya.
"Yang ini?" Erlangga menunjukkan mie instan rasa soto.
Rifka menoleh. Kaki ini posisi mereka sangat dekat. Bahkan keduanya dapat mencium aroma tubuh lawannya.
"Hem iya. " Rifka mengambilnya dari tangan Erlangga.
"Masih saja jutek." Batin Erlangga.
"Kamu nggak tahu saja Er, aku bersikap begini untuk mengalihkan perasaanku." Batin Rifka.
Erlangga kembali duduk ke kursi makan.
Rifka mulai memasak air, ia juga memotong sawi dan menyiapkan bumbu mie. Tak lupa ia campurkan dua butir telur.
Dengan perasaan yang campur aduk, Erlangga tetap santai menikmati susu hangatnya.
Namun saat ingin menuangkan kuah mie, entah apa yang ada di pikiran Rifka. Tangannya kena air panas yang ia tuang sendiri.
"Au.. ah...astagfirullah "
Sontak Erlangga langsung menghampirinya.
"Kamu kenapa, hah?"
"Ssshh... panas."
"Astagfirullah... "
Erlangga segera menarik tangan Rifka untuk dialiri air di wastafel. Erlangga sampai lupa saat ini ia menyentuh tangan yang bukan mahramnya. Rifka hanya bisa pasrah. Ia pun melupakan hal itu.
"Makanya hati-hati. Apa yang kamu pikirkan sampai seperti ini?"
Bukannya menjawab, Rifka justru menangis dengan menahan suara isakannya. Erlangga pun terkejut melihatnya. Ia pikir mungkin karena terlalu perih rasanya sampai Rifka menangis. Atau mungkin ucapan Erlangga terlalu kasar kepadanya.
"Hei kenapa kamu menangis? A-apa ini sangat perih? "
Rifka menggelengkan kepala.
"Lalu kenapa?"
Sungguh Erlangga tak punya kekuatan melihat orang terkasihnya menitikkan air mata. Jika tidak berdosa, ingin rasanya ia memeluknya. Namun ia masih sadar akan hal itu.
"Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya lapar."
Rifka segera menghindari Erlangga. Ia mengambil mangkuk mie yang sudah jadi. Lalu ia segera membawanya ke atas untuk menjauh dari Erlangga. Entah kenapa Erlangga merasa ada yang aneh dengannya.
"Masa' ia cuma karena lapar dia menangis? Tapi yang kurasa beda." Batinnya.
Erlangga menghabiskan susunya, lalu mencuci gelap bekasnya. Setelah itu ia mematikan lampu dan kembali ke kamarnya. Ia berharap setelah ini dirinya dapat memejamkan mata. Namun ternyata semakin sulit. Ia justru kepikiran pada Rifka. Tak ingin menyiakan kesempatan, Erlangga pun berwudhu' lalu shalat sunnah. Ia ingin berkeluh kesah kepada Tuhannya.
Di dalam kamar Erika, Rifka memakan mienya yang bercampur dengan rasa asin dari air matanya. Ia menangis bukan karena tangannya perih, tapi karena ia merasa kesal kepada dirinya sendiri. Ditambah lagi ia ingat perkataan Papinya yang akan mengenalkan seseorang kepadanya besok.
Setelah menghabiskan mie nya, Rifka tidak tidur. Ia berwudhu' dan melakukan shalat sunnah hajat.
Dalam sujudnya, Rifka tak berhenti menangis. Ia meluapkan segala isi hatinya. Setelah itu, ia tertidur di atas sajadahnya.
Keesokan harinya.
Karena mengantuk, Erlangga tidur lagi setelah shalat Shubuh. Begitu pun dengan Rifka.Untungnya hari ini tanggal merah hari libur nasional, jadi Erlangga libur kerjanya.
Sudah waktunya sarapan pagi, namun tidak ada pergerakan dari Erlangga maupun Rifka.
"Erika, mana Rifka?" Tanya Mami Fatin.
"Mami, Kak Rifka masih tidur. Kayaknya, semalem dia nggak tidur. Jadi tadi habis Shubuh dia tidur lagi."
"Erlangga juga mana? Katanya dia menginap di sini semalam." Sahut Oma.
"Biar Fadil yang panggilkan, Bun."
Om Fadil pergi ke kamar tamu untuk memanggil Erlangga.
Tok tok tok
Tidak ada pergerakan. Om Fadil pun menelpon Erlangga.
"Hallo, Er... "
"Hem.. iya Om."
"Kamu masih tidur?"
"Ah uya, baru bangun. Maaf Om, ngantuk berat."
"Oh pantesan. Ya sudah, cepat bangun! Ditunggu untuk sarapan bersama ya."
"Iya, Om."
Erlangga segera beranjak pergi ke kamar mandi. Ia cepat-cepat mandi dan segera pergi ke ruang tengah untuk makan. Biasanya kalau sudah ngumpul kursi makan tidak akan cukup, jadi makannya lesehan di ruang tengah.
Rifka pun baru turun dari atas. Nampak sekali matanya sembab.
"Mataku kenapa, Rifka?" Tanya Papi Zaki.
"Eh ini... semalam nggak bisa tidur, Pi."
"Oh... kenapa, apa gara-gara Erika yang tidurnya nggak bisa diam?" Tanya Om Fadil.
"Ih, Ayah... " Sahut Erika.
"Nggak kok Om, cuma lagi tidak bisa tidur saja."
Erlangga tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat Rifka.
"Matamu bengkak, apa dia nangis semalan?" Batinnya.
Mereka pun sarapan bersama. Oma Salwa menambahkan lauk kesukaan Erlangga ke piringnya.Karena kebetulan Erlangga duduk di samping Oma. Tidak ada yang protes akan hal itu. Karena Ona Salwa selalu mengajarkan kasih sayang tanpa membedakan dalam keluarganya.
"Makasih, Oma."
Oma mengangguk dan tersenyum kepada Erlangga.
Bersambung....
...****************...
lanjut
semangat untuk up date nya
semoga bahagia terus Erlangga dan Rifka