Kaivan, anak konglomerat, pria dingin yang tak pernah mengenal cinta, mengalami kecelakaan yang membuatnya hanyut ke sungai dan kehilangan penglihatannya. Ia diselamatkan oleh Airin, bunga desa yang mandiri dan pemberani. Namun, kehidupan Airin tak lepas dari ancaman Wongso, juragan kaya yang terobsesi pada kecantikannya meski telah memiliki tiga istri. Demi melindungi dirinya dari kejaran Wongso, Airin nekat menikahi Kaivan tanpa tahu identitas aslinya.
Kehidupan pasangan itu tak berjalan mulus. Wongso, yang tak terima, berusaha mencelakai Kaivan dan membuangnya ke sungai, memisahkan mereka.
Waktu berlalu, Airin dan Kaivan bertemu kembali. Namun, penampilan Kaivan telah berubah drastis, hingga Airin tak yakin bahwa pria di hadapannya adalah suaminya. Kaivan ingin tahu kesetiaan Airin, memutuskan mengujinya berpura-pura belum mengenal Airin.
Akankah Airin tetap setia pada Kaivan meski banyak pria mendekatinya? Apakah Kaivan akan mengakui Airin sebagai istrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Kekacauan di Pagi Hari
Kaivan bukanlah pria yang mudah menunjukkan perasaannya. Selama ini, ia selalu menyimpan segalanya di balik sikap dingin dan ekspresi datarnya. Namun, di balik semua itu, Kaivan tetaplah manusia. Ketulusan dan perhatian Airin, meski awalnya ia pandang sebelah mata, perlahan menyentuh hatinya.
Ia bukan tipe orang yang mudah luluh, tapi bagaimana Airin merawatnya dengan sabar, menyuapinya tanpa keluhan, memandikannya dengan hati-hati, bahkan melindungi harga dirinya di depan orang lain, membuatnya mulai melihat istrinya dari sisi yang berbeda. Ia sadar, tindakan Airin bukanlah kewajiban semata, ada ketulusan di baliknya, sesuatu yang Kaivan pikir tidak pernah pantas ia dapatkan.
Meskipun begitu, Kaivan tetaplah Kaivan. Ia tidak tahu bagaimana harus mengungkapkan rasa terima kasihnya, apalagi mengakui bahwa ia mulai menikmati perhatian itu. Maka, ia memilih cara yang berbeda, memperpanjang momen ini. Biarlah Airin terus mengira ia belum pulih sepenuhnya.
Bukan karena ia ingin membohongi Airin, tapi karena ia ingin merasakan lebih lama bagaimana rasanya dimanjakan, diperhatikan tanpa syarat. Di balik sifat dinginnya, terselip sisi jail yang selama ini jarang ia tunjukkan.
Kaivan tahu, waktunya akan tiba untuk mengatakan yang sebenarnya. Tapi untuk saat ini, ia hanya ingin menikmati momen-momen kecil itu, tanpa beban dan tanpa keharusan menjelaskan perasaannya. Dan mungkin, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa betul-betul diterima, bukan karena siapa dirinya, tetapi karena ia adalah Kaivan.
Sibuk memandangi Airin yang masih terlelap, Kaivan tersentak ketika tubuh Airin mulai menggeliat. Tanpa pikir panjang, ia buru-buru memejamkan mata, lalu membukanya perlahan, berpura-pura baru terbangun.
Airin membuka mata perlahan, menoleh ke arahnya dengan senyum mengantuk. "Kak Ivan sudah bangun?" tanyanya lembut, sambil mengusap matanya.
Kaivan hanya mengangguk kecil, disertai dehem pelan, "Hm..." Ia pura-pura menyesuaikan posisi duduk, memastikan matanya tetap terlihat seperti belum pulih sepenuhnya.
"Oh tidak, aku kesiangan!" seru Airin dengan nada panik. Ia segera bangkit dari tempat tidur, menyibak selimut dengan tergesa-gesa. "Kak Ivan tunggu di kamar, ya. Aku akan siapkan sarapan dulu."
Kaivan mengangguk lagi, tetap mempertahankan ekspresi datar, meski hatinya hampir tertawa geli. "Jangan buru-buru," katanya pelan, namun Airin sudah melangkah cepat keluar kamar, tampak sibuk memikirkan tugas paginya.
Ketika pintu tertutup, senyum tipis muncul di bibir Kaivan. Ia bersandar di tempat tidur, menikmati momen itu sejenak. "Aku masih bisa menikmati ini sedikit lebih lama," gumamnya, sebelum perlahan mengalihkan pandangannya ke arah jendela.
***
Seperti biasa, setelah menyiapkan sarapan, Airin membantu Kaivan mandi. Dulu, awalnya Kaivan sempat menolak ketika Airin menawarkan bantuan, terutama saat pertama kali ia harus mandi setelah luka-lukanya mulai mengering. Namun, alasan Airin yang tulus, bahwa ia khawatir Kaivan akan melukai dirinya sendiri atau membuat lukanya kembali berdarah, membuatnya luluh.
Sejak saat itu, tepatnya sejak ia tinggal di rumah ini, Airin yang selalu dengan sabar membantu Kaivan mandi. Meski awalnya merasa canggung, Kaivan akhirnya terbiasa, dan diam-diam ia menikmati perhatian penuh kasih yang ditunjukkan istrinya dalam setiap gerakan kecilnya.
Kaivan memasuki kamar mandi dengan langkah yang tenang. Ia berpura-pura berjalan dengan bantuan Airin, padahal penglihatannya sudah pulih sepenuhnya. Ia duduk di kursi yang disiapkan Airin, bersikap seperti biasa meski hatinya tak sepenuhnya tenang.
Airin mulai mengambil air dengan gayung, namun tiba-tiba tubuhnya menegang. "Eh, apa ini?" gumamnya panik. Tangannya sibuk mengibas-ngibas bajunya. "Semut?" katanya lagi, suaranya terdengar sedikit kesal.
Kaivan, yang awalnya tenang, langsung terpaku. Mata yang sudah pulih sepenuhnya menyadari sesuatu, Airin dengan gerakan refleks melepas bajunya, hingga hanya tersisa bra dan celana pendek yang dikenakannya.
Pandangan Kaivan seketika terfokus. Ia tak bisa menghindari lekuk tubuh istrinya yang kini terlihat jelas di hadapannya. Jantungnya berdegup kencang. Kaivan menggerakkan pandangan matanya dengan hati-hati, berusaha tetap bersikap normal, tetapi sulit baginya untuk mengalihkan perhatian dari pemandangan yang membuat napasnya tertahan.
Sementara itu, Airin menggerutu sambil mengibaskan bajunya yang penuh semut. "Kenapa semut ini banyak sekali, sih?" katanya kesal, tak menyadari tatapan yang diberikan Kaivan. "Mungkin tadi aku bersandar di dinding yang penuh semut..." lanjutnya sambil meletakkan bajunya di sudut kamar mandi.
Kaivan segera menyadarkan dirinya. Ia menegakkan posisi tubuhnya sedikit, mengalihkan perhatian dengan bertanya, "Apa yang terjadi?" Suaranya terdengar datar, seperti biasa, meski di dalam hatinya terjadi kekacauan besar.
Airin menggeleng sambil tetap menggerutu. "Ada semut di bajuku, mungkin karena tadi aku berdiri terlalu dekat dengan dinding luar." Ia lalu kembali menyiapkan air untuk memandikan Kaivan, sama sekali tak menyadari apa yang telah dilihat suaminya.
Saat Airin mendekat untuk membasahi rambutnya, Kaivan mendapati dirinya semakin sulit mengendalikan hati. Wajah Airin yang penuh senyum dan tatapannya yang kini jelas terpancar menambah kegugupan Kaivan. Ia menangkap kilatan kekaguman di mata Airin yang tanpa sadar memerhatikan bentuk tubuh atletisnya.
Dan yang membuatnya benar-benar tegang adalah ketika Airin mulai menggosok dadanya dengan lembut. Posisi Airin yang berdiri di depannya, sedikit menunduk, membuat Kaivan tanpa sengaja menangkap pemandangan yang membuatnya kehilangan fokus. Dadanya yang hanya berbalut bra terlihat jelas di sudut pandangnya.
"Tenang, Kaivan... tenang," gumamnya dalam hati, berusaha mengatur napasnya yang terasa mulai berat. Ia mati-matian mempertahankan ekspresi datarnya, tidak ingin Airin menyadari kegelisahan yang tengah ia rasakan.
Namun, rasa hangat yang perlahan menjalar di dadanya semakin sulit ditepis. Belahan dada istrinya yang tak sengaja tertangkap pandangannya membuat tubuhnya berdesir, tenggorokannya mendadak terasa kering, dan ia pun kesulitan menelan ludah.
Kaivan memejamkan mata sesaat, mencoba mengalihkan pikirannya ke hal lain. Tapi bayangan itu justru semakin jelas, membuatnya semakin frustasi. "Astaga, apa yang terjadi padaku?" batinnya kacau, merasa dirinya mulai goyah di hadapan ketulusan dan pesona Airin yang selama ini ia abaikan.
Selesai memandikan Kaivan, Airin dengan santai mengenakan bajunya kembali, seolah tak ada yang terjadi. "Sudah selesai, Kak Ivan. Kamu pasti merasa segar sekarang," katanya dengan nada ceria.
Kaivan hanya mengangguk singkat. Di dalam hatinya, ia tahu momen itu akan terpatri lama dalam ingatannya, sebuah pengalaman yang diam-diam membuatnya merasa lebih dekat dengan istrinya.
***
Setelah mandi dan berganti pakaian, Kaivan duduk di kursi meja makan, sementara Airin sibuk menyiapkan makanan. Wajahnya terlihat ceria seperti biasa, namun Kaivan kini memandangnya dengan cara berbeda. Pandangannya yang sudah pulih perlahan mulai menangkap setiap detail di wajah istrinya, senyum lembut yang tulus, mata yang penuh perhatian, dan gerakan tangannya yang terampil saat menyajikan makanan.
Airin duduk di sebelahnya, mengambil sendok, dan mulai menyuapinya seperti biasa. Matanya memerhatikan wajah Airin saat perempuan itu sibuk meniup makanan di sendok agar tak terlalu panas. Ia baru sadar, sejak pertama kali mereka bertemu, ia tak pernah benar-benar mandi dan makan dengan tangannya sendiri. "Selama ini, aku selalu bergantung padanya," gumam Kaivan dalam hati. Kaivan menerima suapan pertama dengan tenang, tetapi dalam hati, ia merasa ada kehangatan yang menjalar ke seluruh tubuhnya. "Setiap hari... dia menyuapiku," pikirnya.
Airin tersenyum setelah suapan pertama. "Bagaimana rasanya, Kak? Apa terlalu asin?" tanyanya.
Kaivan menggeleng pelan, menjaga ekspresi dinginnya. "Tidak, rasanya pas," jawabnya singkat. Namun, di dalam hatinya, ia mulai bertanya-tanya, apa yang membuat Airin begitu tulus merawatnya?
Namun, yang membuat Kaivan benar-benar terkejut adalah saat menyadari bahwa Airin ternyata makan dengan piring dan sendok yang sama dengannya.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Semangat Thour.
awas lho Airin.... diam-diam tingkahmu bikin Ivan lama-lama tegang berdiri loh . Kaivan tentu laki-laki normal lama-lama pasti akan merasakan yang anu-anu 🤭🤭😂😂😂
mungkinkah Ivan akan segera mengungkapkan perasaannya , dan mungkinkah Airin akan segera di unboxing oleh Ivan .
ditunggu selalu up selanjutnya kak Nana ...
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
aduuh sakit perut ku ngebayangin harus tetap tenang disaat hati sedang kacau balau 😆😆😆
pagi pagi di suguhkan pemandangan yang indah ya Kaivan...
hati hati ada yang bangun 😆😆😆😆
maaf ya Airin.... Ivan masih ingin di manja kamu makanya dia masih berpura-pura buta .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
Sebaiknya kaivan lg lama2 memberitahukan kabar baik istrimu dan nenekmu krn airin dan nenek asih sangat tulus dan ikhlas jgn ragukan lg mereka...
Kaivan sangat terpesona kecantikan airin yg alami,,,baik hati sangat tulus dan ikhlas dan dgn telaten merawat kaivan...
Bagus airin minta pendapat suamimu dulu pasti suami akan memberikan solusinya dan keluarnya dan kaivan merasa dihargai sm istrinya....
Lanjut thor........
jgn lm lm..ksh kjutannya .takutny airin jd slh phm pas tau yg sbnrny.
semoga kejutan nya gak keduluan juragan Wongso