"Sekarang tugasku sudah selesai sebagai istri tumbalmu, maka talaklah diriku, bebaskanlah saya. Dan semoga Om Edward bahagia selalu dengan mbak Kiren," begitu tenang Ghina berucap.
"Sampai kapan pun, saya tidak akan menceraikan kamu. Ghina Farahditya tetap istri saya sampai kapanpun!" teriak Edward, tubuh pria itu sudah di tahan oleh ajudan papanya, agar tidak mendekati Ghina.
Kepergian Ghina, ternyata membawa kehancuran buat Edward. Begitu terpukul dan menyesal telah menyakiti gadis yang selama ini telah di cintainya, namun tak pernah di sadari oleh hatinya sendiri.
Apa yang akan dilakukan Edward untuk mengambil hati istrinya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Foto Prawedding
Bahu putih Ghina terlihat jelas, putih mulus. Sedangkan kembennya terlihat menantang karena membuat kedua buah dadanya terangkat dan membusung, seperti ingin keluar.
“Ghina...,” bisik Edward.
Jari tangan besarnya menyentuh ke leher Ghina, lalu merambat ke bahu. Hatinya berdesir saat menyentuhnya.
“Ghina...,” bisik Edward kembali, menghirup wangi bunga melati di leher Ghina, hasratnya tak tertahankan. Bibirnya mulai mendekati ceruk leher Ghina, dihirupnya, lalu mengecupnya.....bukannya sekali.....tapi beberapa kecupan di seluruh leher Ghina.
“Eeeeegh.......”lenguhan Ghina keluar.
Edward menghentikan aksinya. Ghina mulai mengerjap-ngerjapkan kedua kelopak matanya. Wajah Edward kembali dingin, tidak seperti tadi....melembut saat mengecup leher Ghina penuh hasrat.
“Permisi Pak, minum dan makannya sudah tersedia,” ucap Lusi tiba-tiba masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk.
“Mbak Lusi..,” ucap Ghina yang mulai sadar dari pingsannya.
Lusi segera membantu Ghina menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang.
“Minum teh manis hangat dulu ya, biar ada tenaganya,” pinta Lusi dengan mengulurkan segelas teh.
Edward dengan memasukkan tangannya ke saku celana, berdiri dekat ranjang tetap menatap Ghina. Tatapan Edward membuat Ghina risih.
“Mbak Lusi, saya mau melanjutkan pemotretannya." Ghina teringat kalau pekerjaan dia belum selesai
“Kamu sudah enakkan badannya, kamu baru saja pingsan.” cek Lusi memastikan.
“Sudah Mbak." Bagaimana tidak pingsan, dia shock mendengar kata Edward akan menikahinya besok.
“Dela,” panggil Lusi dari kamar.
“Ya mbak Lusi,” balas Dela masuk ke dalam kamar.
“Tolong bantu persiapkan Ghina."
“Cin......beneran sudah enakkan?” tanya Dela.
“Iya Kak Dela."
Benar-benar Edward tidak dianggap keberadaannya di dalam kamar tersebut.
Lagi-lagi Ghina memalingkan wajahnya. Sebelum Ghina kembali menggunakan kebayanya, Dela merapikan sanggul yang terlihat tidak rapi, lalu kembali meretouch make up. Setelah terlihat rapi, Lusi memakaikan kebayanya. Semua kegiatan itu tidak luput dari tatapan Edward.
Terakhir Dela memakaikan sepatu high heels Ghina. ”Nah sudah oke lagi, yuk cuss!” ucap Dela mulai memegang tangan Ghina.
Edward langsung menepis tangan Dela yang memegang tangan Ghina. Sekejap Dela terkejut.
“Aww.......!” pekik Ghina, Edward kembali menggendongnya ala bridal style.
“Om Edward....turuni saya. Saya bisa jalan sendiri!”
“Mau selesaikan pekerjaan atau saya kurung kamu di sini!” ucap Edward dingin.
Dengan terpaksa Ghina pasrah di gendong Edward, dan dengan terpaksa juga dia merangkul leher Edward agar tidak terjatuh. Sedangkan Dela seperti tadi hanya memegang buntut kebaya.
Ghina malu saat semua mata menatap dirinya yang di gendong Edward menuju ballroom. Entah ada angin apa Edward mengendong Ghina lagi.
Dengan hati-hati Ghina di turunkan dari gendongannya “jangan coba-coba untuk kabur lagi, saya akan memantau kamu di sini!” bisik Edward di telinganya.
Edward menjauhkan dirinya dari Ghina, dan duduk ditempat yang telah disediakan.
Ghina kembali menyelesaikan pemotretannya dengan hati yang gelisah.
Ferdi kembali datang ke ruang Ballroom dengan staff hotel yang membawa beberapa jas. Edward segera mengganti jasnya, dan Dela mulai mendandankan Edward di ballroom itu juga.
Beberapa lama kemudian Ghina bernapas lega akhirnya pekerjaan di selesai. “Ghin.......masih ada lagi ya," ucap sang fotografer.
“HAH.......bukannya udah selesai mas Budi, kok masih ada lagi!” Ghina terheran.
“Silahkan Pak Presdir,” ucap sang fotografer.
Edward masuk ke spot pemotretan. “Buat apa kita foto berdua?” dengus Ghina kesal melihat Edward mulai mendekatinya.
“Buat foto prewedding kita!”
“Tidak perlu, kayaknya Om Edward salah pasangan. Seharusnya dengan mbak Kiren,” celetuk Ghina mulai menjaga jarak.
"Eeegh.....!"
Salah satu tangan Edward mulai menarik pinggang ramping Ghina, dan menghentakkan tubuh Ghina ke tubuhnya hingga dada mereka berdua menempel. Ghina mendongakkan wajahnya menantang tatapan tajam Edward.
“Ya tahan posisinya, ini bagus!” ucap fotografer langsung membidik kameranya.
Edward mendekatkan bibirnya ke bibir sexy Ghina.
Jantung Ghina mulai berdebar-debar tidak karuan. Reflek Ghina memegang salah satu lengan Edward.
Bibir Edward mulai mencium bibir Ghina, awal hanya mengecupnya namun dia mengulum bibir Ghina dan menyesapnya dengan lembut.
Ooohh my god ciuman pertama gue di ambil Om Edward........astaga.
Ghina kebingungan bibirnya di cium Edward.
Sedangkan fotografer masih membidik kameranya.”OKE ganti gaya!” titah sang fotografer.
Edward melepaskan pagutannya, di usapnya bibir Ghina yang basah karena ciumannya dengan ibu jarinya. Ghina langsung memalingkan wajahnya.
Fotografer kembali mengarahkan gaya, kali ini Ghina duduk di atas paha Edward, salah satu tangannya memegang bahu Edward. Tatapan mereka berdua masih tajam, tidak ada senyuman. Tapi buat sang fotografer sangat menarik, seperti dapat cemistrynya.
Lanjut lagi.....Edward memeluk erat pinggang Ghina dari belakang, lalu mengecup leher Ghina. Cukup lama Edward mengecupnya, sampai hati Ghina ser-ser ran dibuatnya.
“OKE.....cukup!” aba-aba dari sang fotografer.
“Akhirnya..,” Ghina bisa bernapas lega, selesai juga pemotretan dengan Edward.
Edward masih belum melepaskan rangkulan di pinggang Ghina “Om fotonya sudah selesai, lepasin tangannya!” pinta Ghina, agak kesal.
Edward menulikan telinganya, Dela menghampiri Ghina untuk mengajak kembali ke kamar. ”Ganti baju di kamar saya!” titah Edward. Dela menganggukkan kepalanya menuruti perintah Edward. Buntut baju kebaya Ghina kembali Dela angkat, sedangkan Edward menggenggam tangan Ghina, dan menuntun jalan keluar.
Sepanjang jalan menuju kamar suite president, genggaman tangan Edward tidak sekalipun di lepasnya, wajah Ghina terlihat kesal.
Dela dan Lusi sebenarnya banyak tanda tanya, yang setahu Lusi.....Edward itu Om nya Ghina saat pertama kali di mall CP, lalu sekarang bertemu lagi ternyata Presdir Hotel ternama. Mereka berdua saling melirik, untung posisi mereka berada di belakang Ghina dan Edward.
Staff hotel sudah membukakan pintu kamar hotel, mereka berempat masuk ke dalam.
Edward mengantar Ghina ke kamar di iringi Dela dan Lusi, baru dia melepaskan genggamannya.
Tanpa banyak bicara, Dela langsung menanggalkan aksesoris yang berada di sanggul Ghina, setelahnya melepaskan sanggulnya.
Beberapa karyawan butik yang sudah di hubungi Lusi datang ke kamar tempat mereka berada, membawa beberapa koper tempat perlengkapan mereka.
Edward duduk di sofa tunggal dalam kamar di mana Ghina berada, sambil memainkan ponselnya.
“Permisi Pak, eike mau buka baju kebaya Ghina, Bapak yang ganteng bisa keluar sebentar.” Edward mengangkat wajahnya dan menaikkan salah satu alisnya.
“Saya keluar, terus kamu di sini?” tanya Edward sambil menunjuk diri Dela.
“Iya Bapak ganteng, eike mau bantu ganti baju Ghina!” mangut mangut Dela menjawabnya.
“Kamu keluar juga!” tunjuk Edward ke perempuan jadi-jadian.
“Eike ikut keluar!” Dela menunjuk dirinya sendiri.
“Udah Kak Dela tunggu di ruang tamu aja, biar saya sama mbak Lusi dan mbak yang lainnya yang bantu,” ujar Ghina yang malas melihat perdebatan antara Edward dan Dela.
Dela dan Edward keluar dari kamar, dan menunggu di ruang tamu. Pintu kamar langsung di kunci sama Lusi.
“Ghina....sorry kalau mbak nanya masalah pribadi,” ucap Lusi sambil membantu membuka kebaya beserta kainnya.
“Tanya apa mbak Lusi?” jawab Ghina.
“Tadi Bu Feby kasih kabar, pihak butik diminta Pak Edward menyiapkan semua keperluan buat acara kamu dan beliau. Kamu beneran besok akan nikah?”
Ghina hanya terdiam.”Maaf kalau mbak nanya ya.”
“Eeh gak pa-pa mbak, iya kali besok saya nikah,” jawabnya pelan.
Biasanya kalau orang yang akan menikah pasti wajahnya berseri-seri, menanti datangnya hari bahagia, karena akan bersanding dengan pujaan hati. Tapi Lusi melihat wajah Ghina sang calon pengantin tidak ada aura kebahagiaan.
“Presdir Hotel inikah calon suami Ghina?"
“Iya mbak Lusi,” Ghina menghelakan napas panjang.
“Beruntung sekali kamu, pilih calon suami.....udah ganteng, presdir lagi!” puji Lusi.
.
.
bersambung
Terima kasih Kakak Reader yang sudah mampir, jangan lupa tinggalkan jejaknya ya.
Love U sekebon 🌹🌹🌹🌹