Di tengah kota yang selalu bising, ada sebuah arena rahasia tempat para petarung dari berbagai latar belakang berkumpul untuk menguji kemampuan mereka dalam pertarungan tanpa aturan. Riko, seorang pemuda biasa dengan masa lalu yang penuh dengan kesulitan, tiba-tiba terjun ke dunia yang keras ini setelah menerima tantangan yang tak bisa ditolak. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, Riko siap menghadapi musuh-musuh terberatnya, termasuk Kuro, legenda petarung yang namanya sudah terkenal di seluruh arena.
Namun, hidupnya tak semudah itu. Selain fisik yang harus terus dilatih, Riko harus belajar bagaimana mengendalikan emosinya, memahami strategi pertarungan, dan yang terpenting—mengenal dirinya sendiri. Dalam dunia yang keras ini, setiap kekalahan bisa menjadi pukulan besar, tapi setiap kemenangan juga membawa tantangan yang lebih berat.
Dengan dukungan sahabat sejati, Tatsu, dan berbagai teman baru yang ditemuinya di sepanjang jalan, Riko berusaha untuk bertahan hidup, mengatasi rasa t
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
STRATEGI KONYOL DAN PERTARUNGAN DI PASAR MALAM
Keesokan harinya, suasana di markas terasa lebih santai, tapi Riko dan Tatsu tahu bahwa “santai” dalam kamus Ryo berarti sesuatu yang mencurigakan. Mereka berkumpul di halaman belakang, di mana Ryo sudah menyiapkan papan tulis besar dengan diagram yang terlihat seperti rencana penyerbuan markas alien.
Tatsu menggaruk kepala. "Ryo, ini latihan atau kita ikut audisi film sci-fi?"
Ryo melirik Tatsu sekilas. "Ini strategi bertarung. Kalau kalian mau menang di turnamen nanti, otak kalian harus secerdas otot kalian."
Riko mengangguk serius, sementara Tatsu tampak setengah mengerti.
“Strategi nomor satu,” lanjut Ryo sambil menuliskan kata besar di papan: Kejar-Tunda-Pukul.
“Kejar-tunda-pukul?” ulang Tatsu dengan alis terangkat. “Itu kayak strategi ngejar diskon tapi nggak jadi beli.”
Ryo menahan tawa. “Bukan, Tas. Ini tentang mengecoh lawan. Lo buat mereka berpikir lo mau menyerang, tapi lo tunda, bikin mereka lengah, lalu pukul dengan timing yang pas.”
“Jadi, kita main drama gitu?” Tatsu mulai tertarik. “Gue bisa jadi aktor. Gue udah latihan nangis kalau nggak dapat uang kembalian di warung.”
Riko tertawa kecil. “Kayaknya lo berbakat di bagian drama, Tas.”
“Lanjut,” Ryo berkata dengan nada tegas. “Strategi nomor dua: Serangan Kombo Tipuan.”
Tatsu langsung menimpali. “Gue tau ini! Kayak kombo cheat di game, kan? Pencet-pencet tombol acak!”
Ryo menghela napas. “Bukan. Ini tentang membuat lawan bingung dengan serangan beruntun yang seolah-olah nggak terarah, padahal lo sudah rencanakan.”
Riko mencoba membayangkan. “Jadi, kita kayak ngelempar serangan yang bikin lawan bingung, lalu ngasih pukulan penentu?”
“Persis,” jawab Ryo sambil tersenyum. “Latihan kita hari ini akan fokus ke dua strategi itu.”
Latihan Drama dan Kombo
Latihan dimulai dengan simulasi Kejar-Tunda-Pukul. Riko dengan mudah menguasai tekniknya, bergerak maju mundur seperti tarian anggun. Tatsu, di sisi lain, tampak lebih seperti orang bingung mencari pintu keluar di mal.
“Bro, gue malah pusing sendiri,” keluh Tatsu sambil mengusap keningnya.
“Lo harus sabar, Tas,” ujar Riko sambil memperagakan gerakannya lagi. “Ini soal tempo.”
“Sabar gue cuma buat antrian makanan,” gumam Tatsu, tapi dia tetap mencoba lagi.
Setelah beberapa kali gagal, akhirnya Tatsu menemukan ritmenya. Sayangnya, di percobaan terakhir, dia terlalu bersemangat dan malah tersandung kakinya sendiri.
“Ini baru namanya drama,” ujar Ryo sambil menahan tawa.
“Gue sengaja,” kata Tatsu sambil berdiri dengan ekspresi percaya diri palsu. “Biar lo semua terhibur.”
Latihan berlanjut dengan Kombo Tipuan. Riko dan Tatsu saling berhadapan, mencoba mengelabui satu sama lain. Di tengah-tengah latihan, Tatsu tiba-tiba berteriak, “Lihat! Ular!” sambil menunjuk ke belakang Riko.
Riko otomatis menoleh, dan saat itu pula Tatsu melancarkan pukulan palsu, diikuti dengan serangan beneran yang sukses kena.
“Bro, itu curang,” protes Riko sambil mengusap lengannya.
“Strategi, bro. Kombo Tipuan!” Tatsu menyeringai lebar.
Ryo mengangguk puas. “Bagus, Tas. Lo akhirnya ngerti.”
Misi di Pasar Malam
Setelah latihan, Ryo memberi mereka tugas tambahan: menyusup ke sebuah pasar malam dan mengambil sesuatu dari salah satu pedagang misterius di sana.
“Pasar malam? Gue suka nih,” kata Tatsu bersemangat. “Makanan, game, dan... apa lagi, Ryo?”
“Ini bukan buat jalan-jalan, Tas,” kata Ryo tegas. “Kalian harus mengambil kotak kecil dari pria tua berjenggot putih. Tapi hati-hati, banyak orang di sana yang mungkin menghalangi.”
Malamnya, mereka tiba di pasar yang penuh warna dan ramai. Lampu-lampu berkelap-kelip, musik tradisional bercampur dengan suara anak-anak bermain.
“Bro, gue lapar,” ujar Tatsu begitu mereka masuk. “Gimana kalau kita makan dulu?”
“Kotaknya dulu, makan nanti,” jawab Riko sambil memandang sekeliling.
Mereka menemukan pria tua berjenggot putih yang dimaksud. Pria itu duduk di bawah lampion merah besar, dengan kotak kecil di depannya.
“Gampang,” bisik Tatsu. “Gue ambil kotaknya, lo cover gue.”
Tatsu berjalan mendekat dengan langkah santai, tapi tiba-tiba dua pria berbadan besar muncul dari belakang.
“Wah, ini nggak semudah ambil makanan di prasmanan,” gumam Tatsu.
Riko bergerak cepat, menghadang salah satu pria, sementara Tatsu mencoba mengalihkan perhatian pria lainnya dengan—lagi-lagi—goyangan aneh.
“Serius, Tas? Goyangan lagi?” teriak Riko.
“Bro, ini senjata rahasia gue!”
Ajaibnya, goyangan itu berhasil membuat pria besar itu bingung. Tatsu memanfaatkan momen itu untuk menyambar kotak dan lari secepat mungkin.
“Lari, bro!”
Mereka berdua berlari melewati kerumunan, melewati stand makanan, dan akhirnya berhasil kabur ke gang kecil.
“Gila, ini misi atau syuting film action?” ujar Tatsu sambil terengah-engah.
Riko tertawa sambil membuka kotak kecil itu. Di dalamnya, ada gulungan kertas dengan simbol-simbol aneh.
“Kayaknya ini kode atau peta,” kata Riko serius.
Tatsu mengintip. “Atau resep rahasia ramen.”
Riko hanya menggeleng. “Besok kita kasih ini ke Ryo. Gue yakin ini penting.”
Tatsu meregangkan otot. “Besok kita kasih, tapi sekarang kita cari makanan dulu. Gue nggak mau pulang dengan perut kosong.”
Mereka tertawa sambil berjalan kembali ke pasar, menikmati momen santai sebelum tantangan berikutnya datang. Di tengah kebingungan dan kekonyolan, mereka tahu satu hal: petualangan ini baru saja dimulai.