Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
Bermaksud menolong seorang pria dari sebuah penjebakan, Hanna justru menjadi korban pelampiasan hingga membuahkan benih kehidupan baru dalam rahimnya.
Fitnah dan ancaman dari ibu dan kakak tirinya membuat Hanna memutuskan untuk pergi tanpa mengungkap keadaan dirinya yang tengah berbadan dua dan menyembunyikan fakta tentang anak kembarnya.
"Kenapa kau sembunyikan mereka dariku selama ini?" ~ Evan
"Kau tidak akan menginginkan seorang anak dari wanita murahan sepertiku, karena itulah aku menyembunyikan mereka." ~ Hanna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 18
Senja kini berganti malam. Setelah menyelesaikan urusan pentingnya dengan seorang dokter ahli genetika, Evan bergerak menuju ruangan di mana Star menjalani perawatan.
Sejak tadi Hanna tak beranjak dari sisi pembaringan. Menatap sendu putrinya yang masih terlelap. Namun, setidaknya ketakutan besar yang ia rasakan tadi mulai berkurang.
Star akan sembuh, Star akan sembuh! Ia terus mengisi pikirannya dengan harapan positif.
Hanna berpaling saat mendengar suara pintu terbuka, begitu melihat sosok Evan yang masuk dengan beberapa paper bag di tangannya, Hanna kembali terfokus kepada Star.
"Sky ... aku bawa sesuatu untukmu," ucap Evan duduk di sisi Sky yang sedang menikmati tayangan TV. Di rumah mereka tidak punya TV, sehingga begitu antusias ketika mendapati sebuah televisi berukuran besar di ruangan itu.
Evan meletakkan sebuah kotak di hadapan Sky. Detik itu juga bola mata Sky melebar. Antara percaya dan tidak rasanya, sebuah kotak bergambar mobil-mobilan tank perang.
"Wow, apa itu mainan tank perang?"
"Iya, Nak! Itu untukmu."
Sky begitu takjub hingga rasanya ingin menangis. Tangan kecilnya reflek mengusap kotak itu, namun binar bahagia yang terlukis di matanya seketika memudar kala menatap wajah datar Hanna.
Jangan menerima apapun dari orang asing!
Peringatan mommy-nya masih terngiang dengan jelas. Sky mengurungkan niatnya meraih kotak mainan itu dan kemudian menundukkan kepala. Memilih mengubur rasa menggebu itu di dalam hatinya sendiri.
"Kenapa? Kau tidak suka?" Evan menatapnya dalam, kemudian melirik Hanna demi mencari jawaban. Namun, Hanna pun diam seribu bahasa.
"Suka. Mainannya sangat keren. Tapi ..."
"Tapi apa?"
Sky mendongak lagi, menatap punggung mommy-nya. Kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Evan dan berbisik, "Mommy pernah bilang, jangan menerima apapun dari orang asing."
Terhenyak, Evan tak sanggup berkata apapun. Sembilu menggoreskan luka tak berdarah di hatinya. Ucapan polos Sky menyadarkan, bahwa dirinya hanyalah orang asing bagi Sky dan perhatian berlebihan ini akan membuat Hanna tak nyaman.
Aku bukan orang asing, Nak! Evan menjerit dalam hati. Tarikan napasnya terasa berat.
Jika saja bisa, akan ia teriakkan kepada seisi Bumi agar semua makhluk bernyawa mendengarnya.
Aku adalah daddy-mu! Aku daddy-mu, Sky! Aku bukan orang asing! Meskipun belum memiliki bukti, tapi aku yakin di dalam nadi-mu mengalir darahku!
"Ehm ... Kalau begitu sayang sekali. Berarti aku harus mengembalikan ini ke toko mainan. Padahal aku benar-benar ingin bermain bersamamu."
Sky melirik mommy-nya. Meskipun tanpa kata, namun garis wajahnya menyiratkan keinginan. Hanna melirik sekilas dan dapat membaca raut wajah putranya. Sesak kembali menjalar, betapa keterbatasan ini mengoyak keteguhan hatinya. Jangankan memberikan mainan bagus, memberi pakaian layak pun Hanna tak mampu. Ia tahu betapa Sky sangat menginginkan mainan itu.
"Ambil itu, Sky ... dan ucapkan terima kasih," lirih Hanna tanpa menoleh.
Sky terkesima dan rasa tak percaya mendengar ucapan mommy-nya. "Benar, Mommy?"
Hanna pun menjawab dengan anggukan kepala, yang membuat batin Sky melambung tinggi. Diraihnya kotak mainan itu. Gerakan tangannya sungguh menggambarkan ketidaksabaran.
Evan membantu membukakan kotak dan mengeluarkan sebuah mainan tank perang dari sana. Jika tidak mengingat pesan mommy-nya untuk tidak membuat keributan di rumah sakit, Sky pasti sudah melompat kegirangan dan meneriakkan kekagumannya.
"Wah, ini sangat keren. Jauh lebih bagus dari tank perang milik Ozkan. Aku akan menunjukkan pada Star begitu dia bangun," ucap Sky dengan semangat menyala-nyala. "Terima kasih, Paman!"
"Begitu saja ucapan terima kasihnya? Apa tidak ada pelukan?"
Seulas senyum ceria terlukis di sudut bibir Sky, ia lantas memeluk paman ramah dan hangat itu.
Evan membeku. Setiap pelukan dan setiap sentuhan menciptakan rasa yang begitu sulit ia mengerti. Rasa bahagia yang berbeda, seperti menemukan kepingan yang pernah hilang dalam hidupnya.
Senyum ceria mulai terlihat di sudut bibir Sky. Evan menemaninya bermain hingga lupa waktu. Bahkan baru tersadar ketika seorang karyawan restoran datang membawakan makanan pesanannya.
Evan memesan banyak makanan dengan alasan dirinya sangat lapar. Padahal semua hanya alasan semata, ia tahu Hanna dan Sky belum makan apapun sejak siang tadi setelah mendengar bunyi keroncongan di perut Sky.
_
_
_
Malam mulai larut. Sebagian lampu di ruang itu telah dipadamkan dan menyebabkan pencahayaan temaram. Sky tidak bisa tidur nyenyak jika lampu menyala terang. Sehingga Hanna memilih memadamkan sebagian dan hanya menyalakan lampu yang mengarah pada pembaringan Star.
Kini, Sky sudah terlelap di atas sebuah sofabed empuk yang berada di sudut ruangan. Seakan tak percaya dengan apa yang didapatkannya hari ini, ia tertidur dengan memeluk mobil-mobilan tank perang miliknya.
Hanna membenamkan ciuman di kening putranya, lalu mendekat pada Evan yang sedang duduk di sudut lain di ruangan itu sambil memainkan ponselnya.
"Terima kasih untuk bantuanmu hari ini dan semua yang sudah kau berikan untuk anak-anakku. Aku akan mengganti semua biaya yang kau keluarkan begitu punya uang. Kau boleh pergi sekarang."
Alih-alih pergi, Evan malah memilih duduk di sisi pembaringan Star. Menatap wajah mungil yang sedang lelap itu dan menggenggam jemari kecilnya.
"Apa boleh aku di sini untuk menjaga Star? Aku mohon!"
"Tolong jangan membuatku berhutang budi. Kita tidak pernah berteman sebelumnya."
"Tapi aku baru saja berteman dengan Sky dan aku sudah berjanji akan menjaga adiknya sampai sembuh. Apa itu salah?"
Hanna terhenyak. Batinnya bertanya-tanya. Ada apa dengan tuan kaya raya yang selama ini sangat membencinya dan kerap melontarkan hinaan?
Apa dia habis terbentur di suatu tempat sampai segila ini?
Kebisuan tercipta beberapa saat. Hanna duduk di sisi lain pembaringan itu, menatap wajah pucat Star.
"Hanna Cabrera ... Boleh aku tanya sesuatu?" Evan membuka suara, memecah keheningan malam.
"Apa?"
"Ke mana ayah dari anak-anakmu?"
Hanna membungkam ketika Evan menikam dengan tatapannya.
_
_
_
Yang mau lihat Visual, maaf banget. gak simpan di Novel Karena takut melanggar. Yang mau lihat boleh intip di IG.
Follow IG @kolom_langit