Tahu dengan Abrilla atau biasa di panggil Rila? Si bungsu dari Keluarga Anggara?
Dulu jatuh cinta dengan Ed? Tapi ternyata pria itu sangat tidak rekomended. Cukup lama menjomblo, Rila akhirnya merasakan buterfly era lagi.
Kali ini dengan siapa?
Maxwell Louis Sanjaya, pria berkebangsaan Indonesia-Belanda. Berdasarkan informasi yang Rila dapat, Max berstatus duda anak satu. Sulitnya informasi yang Rila dapat membuat gadis itu semakin nekat untuk mendekati Max.
Apakah Rila berhasil mendapatkan hati pria itu? Atau sebaliknya?
Kabarnya, kurang dari 3 bulan, Max akan melangsungkan pertunangan dengan wanita pilihan mami-nya. Bagaimana usaha Rila untuk mendapatkan apa yang dia inginkan?
Ikuti terus ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Anis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tentang Max
Angin berhembus kencang saat Rila menampakkan kaki di sebuah area pemakaman keluarga. Tempat ini cukup jauh dari pusat kota, lebih dekat dengan lingkungan perdesaan yang masih asri, memerlukan waktu hampir 2 jam dari kantor Max.
Terlihat pagar menjulang tinggi, menandakan makam ini tidak boleh sembarangan orang bisa masuk. Pengelola makam ini sangat menjaga dengan baik. Di depan pintu masuk ada sebuah monumen yang tertera nama "SANJAYA". Ya, Rila mengunjungi pemakaman keluarga milik Sanjaya, yang tak lain Keluarga Max.
Desainnya artistik dengan taman yang ditumbuhi rumput hijau serta bunga mawar. Rila mulai memasuki area makam dengan tenang. Rila menduga bagian awal makan di penuhi oleh generasi awal Keluarga Sanjaya, semakin ke atas ditempati oleh generasi berikutnya.
"Jika aku menjadi bagian dari keluarga ini, aku yakin kelak makamku juga di sini." batin gadis itu menatap sekelilingnya. "Tidak masalah, suasana tenang dan nyaman. Aku bisa beristirahat dengan baik."
Memang pikiran Rila tidak bisa ditebak, dalam keadaan seperti ini masih bisa memikirkan tempat peristirahatan masa depannya.
Tiba Rila di depan makam dengan nisan bertulis nama Maldevi Anya Sanjaya. Rila tersenyum, ini makam yang dia cari. Dia menatap tanggal kematian wanita ini, ternyata sekitar 4 tahun yang lalu.
"Max, kau menyembunyikan rahasia apa sebenarnya?" ujar Rila mengusap nisan dengan lembut, tidak lupa meletakkan bunga daisy yang ia bawa sebelumnya.
"Aku tidak tahu kau suka bunga apa. Tapi saat melihat foto maternitymu di hamparan bunga daisy, Maka aku memutuskan membawa bunga ini saja. Semoga kau tidak keberatan,"
Rila mengingat saat tadi pagi di ruangan Max, menemukan foto pria itu bersama seorang anak laki-laki. Sudah pasti itu putra kesayangan Max. Usianya sudah 4 tahun, bocah itu sangat menggemaskan dan mirip sekali dengan Max.
Di belakang foto itu ternyata ada foto lain. Seorang wanita dengan pose memegang perut besarnya, dia foto di hamparan bunga daisy yang sangat cantik. Rila yakini itu adalah istri Max yang sudah meninggal serta ibu dari bocah cilik tadi. Di sudut foto tersebut ada nama yang tertera, Maldevi A S.
Sudah cukup lama Rila mencari informasi tentang keluarga Max setelah tahu pria itu seorang duda anak 1. Namun Max sangat pandai menyimpan informasi, seperti tidak mengizinkan siapa pun mengetahui tentang hidupnya. Tentang istrinya yang telah meninggal dan juga putranya.
Kedatangan Rila ke kantor Max pagi sekali, itu bukan hanya sekedar ingin bertemu dengan Max saja. Namun juga mencari petunjuk bagaimana dia bisa mendapatkan informasi tentang hidup pria itu.
Datang ke makam Keluarga Sanjaya adalah tujuan yang tepat. Dia bisa tahu nama lengkap mendiang istri Max, kapan dia lahir serta meninggal. Mungkin bagi sebagian orang menganggap informasi itu tidaklah penting namun bagi Rila, ini adalah awal dari semuanya.
"Kita mungkin tidak mengenal satu sama lain, tapi izinkan aku mendekati Max. Aku menyukainya, aku ingin memperjuangkan perasaanku, dan aku juga siap menjadi ibu sambung bagi putramu, Hiro. Entah apa yang sebenarnya terjadi antara kau dan Max, tapi aku yakin ada sesuatu hal besar yang dia sembunyikan. Dan itu menyangkut kalian, kau, Max dan juga Hiro."
Setelah berkata seperti itu, Rila berdiri dan membungkuk sedikit. Dia tersenyum lalu membalikkan badan, berjalan keluar dari makam ini.
**
Wajah Max terlihat sangat tidak bersahabat, menatap Mami Jena dan Iris yang duduk bersebrangan dengannya. Mami Jena adalah ibu kandungnya. Namun sejak dia berusia 13 tahun, orang tuanya bercerai dan Mami Jena menikah lagi dengan pria lain. Itu yang membuat hubungan Max dan Mami Jena merenggang.
Iris, wanita itu adalah anak dari adik ipar Mami Jena. Orang tua Iris sudah meninggal dan sejak lulus SMA, dia di rawat oleh Mami Jena bak putri sendiri. Oleh sebab itu hubungan Mami Jena dan Iris sangat dekat dan tidak terpisahkan.
"Anya sudah meninggal 4 tahun yang lalu, dan Hiro juga butuh sosok ibu. Mami yakin, Iris adalah orang yang tepat menggantikan posisi Anya. Jadi terimalah dia, Max." ujar mami Jena dengan nada memaksa.
"Tidak ada yang bisa menggantikan posisi Anya sebagai ibu dari Hiro. Sudah aku katakan berkali-kali pada mami, jika memang aku ingin menikah, wanita yang akan menjadi istriku adalah pilihanku sendiri. Bukan pilihan mami ataupun orang lain. Tidak ada yang bisa mengatur hidupku meskipun mami adalah orang yang sudah melahirkan aku." Max menolak dengan tegas, dia muak dengan keinginan Mami Jena yang secara sepihak menjodohkan dia dengan Iris.
"Kak Max, aku tahu masih menutup diri. Mungkin bentuk trauma masa lalu sehingga membuat kakak sangat berhati-hati memilih pasangan. Tapi aku berbeda kak, aku sangat setia dan tidak mudah tergoda oleh bujuk rayu pria lain. Aku bukan wanita murahan yang bisa merelakan dirinya pada..."
Brakkk
Iris terkejut, wanita itu belum sempat menyelesaikan perkataannya namun Max sudah menggebrak meja dengan keras.
"Tutup mulut sampahmu!" Max tidak bisa menahan emosi yang sejak tadi dia tahan karena masih menghargai maminya. Namun untuk Iris, perkataan wanita itu sudah melewati batas sabarnya.
"Max, yang Iris katakan benar. Kenapa kau marah?" tanya Mami Jena sambil memeluk Iris yang ketakutan.
"Tahu apa kalian tentang hidupku? Kalian hanya tahu cerita sekilas. Seluruh kebenaran tentang cerita hidupku dan masa laluku hanya aku dan orang terpercayaku yang tahu." jawab Max mencondongkan tubuhnya pada kedua wanita itu. "Aku katakan sekali lagi, aku menolak perjodohan ini."
Max merapikan jasnya, lalu meninggalkan Mami Jena dan Iris.
"Sandy, aku ingin pergi ke makam Maldevi." kata Max menghampiri Sandy yang dengan santai menunggu di luar.
Sandy mengangguk, dia paham jika Max butuh ketenangan dan makam Maldevi adalah tempat yang bisa membuat pria ini tenang. Tidak peduli siang atau malam, jika Max butuh ketenangan pasti akan pergi ke sana.
"Jika dia bukan wanita yang telah melahirkanku, maka sejak dulu sudah aku binasakan." Max meneguk air mineral tandas, memijat kepalanya yang lelah dengan keinginan maminya.
"Iris, wanita itu pasti yang menghasut Mami Jena. Sejak dulu dia menyukaimu, bahkan secara terang-terangan mendekatimu, bukan? Hingga tidak memikirkan perasaan Maldevi yang sudah dulu menjadi kekasihmu." Sandy tahu kisah mereka, kisah cinta yang tidak terjalin semestinya.
"Aku merasa kematian Maldevi ada campur tangan Iris. Tapi kau tahu, bagaimana Om Winata melindungi wanita itu. Tidak cukupkah dia merebut perhatian mamiku? Kini dia juga ingin mendapatkan aku." ujar Max merasa muak dengan mereka semua.
"Aku rasa semua ini bermula dari perjodohan orang tuamu di masa lalu. Andai kedua orang tuamu bersatu karena rasa cinta, mungkin hidupmu tidak seperti ini. Om Winata hanya menjadikan mu objek balas dendam. Meskipun pada akhirnya dia bisa menikah dengan Mami Jena, tetap saja dia membenci Papi Marten dan juga dirimu. Dengan kamu menikah dengan Iris, bukankah lebih mudah membuatmu tunduk dengannya?"
Perkataan Sandy memang benar, Max setuju. "Harusnya mami sadar dengan sikap manipulatif suaminya dan keponakan suaminya. Sayangnya dia sudah dibutakan oleh rasa cinta pada Om Winata dan rasa benci pada mantan suaminya. Papiku sangat mendukung hubunganku dengan Maldevi, bahkan saat Hiro lahir, dia sangat bahagia, wajah cucunya semakin besar sangat mirip dengan keturunan Keluarga Sanjaya. Mata dan rambut berwarna coklat."
"Aku tahu apa yang kau pikirkan. Lahir dalam satu garis keturunan yang sama memang sulit membedakan..." Sandy tidak jadi melanjutkan ucapannya. Dia hanya terkekeh melihat wajah frustasi Max.
"Baiklah, cepat atau lambat semua ada masanya."
akoh udh mmpir....
ni anknya feli sm alfi y kk???
d tnggu up'ny.....smngtttt....