Elle, seorang barista di sebuah kedai kopi kecil di ujung kota, tanpa sengaja terlibat perselisihan dengan Nichole, pemimpin geng paling ditakuti di New York. Nichole menawarkan pengampunan, namun dengan satu syarat: Elle harus menjadi istrinya selama enam bulan. Mampukah Elle meluluhkan hati seorang mafia keji seperti Nichole?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Absolute Rui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21: Awal dan Akhir
Asap tebal dari ledakan tadi perlahan mulai menghilang, menyisakan puing-puing gudang yang hampir runtuh sepenuhnya. Cahaya bulan yang samar menembus celah dinding yang runtuh, memberikan suasana suram yang menggantung di tempat itu. Nichole berusaha bangkit dengan bantuan Elle, sementara di kejauhan suara langkah-langkah kaki terdengar semakin mendekat.
“Nichole, kita harus segera pergi!” Elle berkata dengan suara gemetar, matanya tak lepas dari pintu gudang yang hampir rubuh.
Nichole memeriksa sekeliling, mencari Aaron dan Victor. Kedua pria itu tampaknya masih hidup, meski terpisah oleh reruntuhan. Aaron, yang tubuhnya penuh luka, berusaha berdiri sambil memegangi sisi tubuhnya yang berdarah. Victor, dengan ekspresi tegang, berusaha menarik Aaron agar menjauh dari pusat reruntuhan.
“Kalian tidak mengerti apa yang sedang kita hadapi,” Victor berkata pelan namun tegas, tatapannya tertuju pada sosok gelap yang masih berdiri di ambang pintu. “Dia bukan musuh biasa. Dia adalah… utusan dari mereka.”
“Mereka?!” Nichole menatap Victor dengan pandangan penuh tanya. “Siapa yang kau maksud? Apa yang sebenarnya terjadi di sini?”
Victor mendesah berat, namun sebelum ia bisa menjelaskan lebih jauh, pria tinggi berpenampilan mengerikan yang tadi muncul melangkah maju. Wajahnya tetap dingin, namun tatapannya memancarkan aura yang membuat siapapun bergidik ngeri.
“Victor, kau sudah terlalu lama menjadi duri dalam rencana kami,” pria itu berbicara dengan nada rendah namun penuh ancaman. “Kami memberi kesempatan padamu untuk menyelesaikan tugasmu, tapi kau malah bermain-main dengan mereka.”
Victor mengepalkan tangan, menahan amarah. “Aku tahu apa yang kalian rencanakan, dan aku tidak akan membiarkan kalian berhasil.”
Pria itu tersenyum tipis. “Kau tahu bahwa melawan kami hanya akan membawa kehancuran. Tapi jika itu yang kau pilih, maka biar aku mengakhirinya di sini dan sekarang.”
Tiba-tiba, pria itu mengangkat tangannya, dan tanpa peringatan, bola api besar meluncur ke arah Victor. Namun, sebelum bola api itu sempat menyentuh Victor, Nichole dengan refleks melompat di depannya, melepaskan tembakan yang menghantam bola api tersebut. Ledakan kecil terjadi, cukup untuk membuat semua orang mundur.
“Kita tidak akan membiarkanmu menang!” Nichole berkata dengan suara penuh keberanian, meski ia tahu dalam hatinya bahwa kekuatan mereka tidak sebanding.
Aaron, yang sejak tadi diam, akhirnya mengangkat senjatanya, meski tubuhnya masih lemah. “Siapapun kau, aku tidak akan membiarkanmu mengambil kendali. Ini adalah perangku!”
Pria itu menatap Aaron dengan pandangan mengejek. “Kau? Berani menghadapiku? Kau hanyalah pion kecil yang bahkan tidak memahami peranmu dalam permainan ini.”
Dengan satu gerakan cepat, pria itu melompat ke arah Aaron. Nichole berusaha mencegahnya, namun terlalu lambat. Aaron terlempar keras ke dinding, senjatanya terlepas dari genggaman.
“Berhenti!” Elle berteriak, tubuhnya bergetar melihat keadaan Aaron. Namun pria itu tidak memperhatikan, ia malah melangkah mendekati Aaron yang sudah tak berdaya.
Victor, yang akhirnya pulih dari keterkejutannya, maju ke depan untuk menghadapi pria itu. “Kau tidak akan mendapatkan apa yang kau inginkan,” katanya sambil mencabut sebuah pisau pendek dari sabuknya.
Nichole melihat situasi semakin memburuk. Ia tahu mereka tidak memiliki cukup kekuatan untuk melawan pria itu secara langsung. Tapi dia juga tahu mereka tidak punya pilihan lain.
“Elle, dengarkan aku,” kata Nichole dengan cepat. “Kau harus pergi dari sini. Cari jalan keluar. Aku akan mencoba menahan dia.”
“Tidak! Aku tidak akan meninggalkanmu!” Elle membantah, suaranya penuh emosi.
“Tolong,” Nichole memegang tangan Elle dengan erat. “Ini satu-satunya cara agar kau selamat. Aku janji akan menyusulmu.”
Dengan berat hati, Elle akhirnya mengangguk, meski matanya berkaca-kaca. Dia segera berlari ke arah pintu belakang, mencari celah di antara reruntuhan untuk melarikan diri.
Pria itu menyadari gerakan Elle dan berusaha mengejarnya, namun Nichole dengan cepat melepaskan beberapa tembakan ke arahnya, memaksa pria itu berhenti. “Kau hanya berurusan denganku,” kata Nichole, suaranya tegas.
Victor bergabung di sisi Nichole, wajahnya penuh tekad. “Kita harus mengulur waktu sampai dia berhasil keluar. Apapun yang terjadi.”
Pria itu mendengus, tampak tidak terkesan. “Kalian benar-benar ingin mati sia-sia malam ini?”
Tanpa memberi waktu untuk menjawab, pria itu menyerang dengan kekuatan penuh. Nichole dan Victor bekerja sama untuk menghadapinya, namun jelas bahwa pria itu memiliki kekuatan yang jauh melampaui mereka. Setiap serangan yang mereka lakukan hanya berakhir sia-sia.
Di sisi lain ruangan, Aaron mencoba bangkit meskipun tubuhnya penuh luka. Ia meraih senjatanya yang tergeletak di lantai, namun tatapannya berubah ketika melihat Elle yang hampir berhasil mencapai pintu keluar. Dalam hati, ia merasakan sesuatu yang tak pernah ia duga—keinginan untuk melindungi, meski itu berarti melawan pria yang lebih kuat darinya.
“Aku tidak akan membiarkanmu menyakiti mereka!” Aaron berteriak, melepaskan tembakan yang mengenai punggung pria itu.
Pria itu sedikit terhuyung, namun segera berbalik dengan wajah penuh amarah. “Kau membuat kesalahan besar,” katanya dengan nada dingin.
Namun, sebelum pria itu bisa menyerang Aaron, ledakan lain terjadi di salah satu sudut gudang. Ledakan itu cukup kuat untuk mengguncang seluruh bangunan, menyebabkan lebih banyak puing-puing jatuh.
“Kita tidak punya waktu lagi!” Victor berteriak ke arah Nichole. “Bangunan ini akan runtuh kapan saja!”
Nichole mengangguk, lalu berlari ke arah Aaron dan menariknya berdiri. “Kita harus keluar dari sini sekarang!”
Aaron tampak ragu sejenak, namun akhirnya mengikuti Nichole dan Victor. Mereka berlari ke arah pintu belakang, di mana Elle sudah menunggu dengan wajah penuh kekhawatiran.
Namun, saat mereka hampir mencapai pintu keluar, pria itu muncul kembali, berdiri di antara mereka dan kebebasan. “Kalian tidak akan pergi kemana-mana,” katanya, suaranya penuh ancaman.
Nichole menggenggam senjatanya lebih erat, bersiap untuk bertarung hingga napas terakhir. Namun sebelum ia sempat bergerak, sebuah suara lain tiba-tiba terdengar dari belakang pria itu.
“Cukup.”
Semua orang berhenti sejenak, termasuk pria itu. Dari kegelapan, seorang wanita muncul. Wajahnya dingin namun anggun, dan matanya memancarkan otoritas yang tak terbantahkan.
“Kau sudah melampaui batas, Zeke,” kata wanita itu dengan suara tenang namun tegas. “Mereka bukan targetmu.”
Pria itu—Zeke—menoleh, tampak terkejut. “Tapi mereka—”
“Tidak ada tapi,” wanita itu memotong dengan tajam. “Tugasmu sudah selesai di sini.”
Zeke tampak tidak puas, namun akhirnya mundur dengan enggan. Ia menatap Nichole dan yang lainnya dengan penuh kebencian sebelum akhirnya menghilang ke dalam kegelapan.
Wanita itu menatap Nichole, Elle, Victor, dan Aaron satu per satu, sebelum akhirnya berkata, “Kalian beruntung malam ini. Tapi jangan salah paham—ini belum selesai.”
Tanpa menjelaskan lebih lanjut, wanita itu juga pergi, meninggalkan mereka dalam kebingungan.
Nichole menghela napas lega, namun ia tahu bahwa pertempuran ini jauh dari selesai. “Ayo pergi,” katanya, membantu Elle berjalan keluar.
Malam itu, mereka selamat. Namun, di balik bayangan, ancaman yang lebih besar sedang menunggu. Sebuah permainan yang jauh lebih rumit baru saja dimulai.
...To be Continued...
Aku membaca sampai Bab ini...alurnya bagus cuma cara menulisnya seperti puisi jdi seperti dibuat seolah olah mencekam tpi terlalu..klo bahasa gaulnya ALAY Thor...maaf ya 🙏...Kisah yg melatar belakangi LN dn itu soal cium" ketua mafia hrsnya lebih greget ngak malu"... klo di Indonesia mungkin sex tdk begitu ganas krn kita mengedepankan budaya timur..ini LN sex hrnya lbih wau....dlm hal cium mencium..ini mlah malu" meong 🤣🤣🤣🤣🤣