seorang wanita cantik yang bertemu dengan Laki-Laki tampan membuat diri nya jatuh hati, Namun sangat di sayangkan mereka memiliki perbedaan yang sulit untuk mereka bersatu selama nya. apakah cinta mereka akan bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fallenzio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 33
Nabillah membuka matanya. Ia menatap sekeliling dengan wajah bingung. Merasa ada yang memeluk pinggangnya, ia pun menoleh ke samping lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Seketika, ia ingat mengapa berada di sini.
Dengan perlahan, ia melepaskan pelukan itu, lalu mengambil ponsel Delvin untuk melihat jam. Ternyata sudah pukul lima sore, dan ia harus kembali ke kantornya.
Nabillah berusaha membersihkan tubuhnya meskipun rasa sakit di bagian bawah tubuhnya masih ia tahan. Setelah selesai, ia duduk di samping Delvin yang masih tertidur pulas. Dengan lembut, Nabillah mengelus rahang Delvin yang tampak tegas, lalu tersenyum kecil.
"Kak, bangun," ujar Nabillah dengan lembut sambil menggoyangkan tubuh Delvin agar segera terbangun.
Delvin yang merasa terganggu akhirnya membuka matanya. Saat melihat Nabillah di sampingnya, bukannya bangun, ia malah memeluknya erat.
"Ish, Kak! Bangun, aku harus ke kantor lagi, loh," ucap Nabillah sedikit kesal.
Delvin pun akhirnya melepaskan pelukannya. Namun, sambil tetap berbaring, ia menunjuk bibirnya, meminta ciuman terlebih dahulu.
Nabillah memutar bola matanya dengan malas, tetapi tetap menuruti kemauan Delvin. Ia pun segera mengecup bibirnya. Delvin tersenyum puas, lalu bangkit dari tidurnya untuk mengambil ponsel dengan keadaan tanpa busana.
Melihat hal itu, Nabillah langsung melotot dan menutup matanya dengan cepat.
"Kak, pakai baju dulu, astagfirullah!" seru Nabillah.
Delvin hanya terkekeh. "Kenapa? Bukannya kamu sudah sering melihatnya?" goda Delvin.
"Kakak!" rengek Nabillah, merasa malu.
"Iya, iya. Aku sekalian mandi, Sayang. Sini handuknya," ujar Delvin sambil tersenyum jahil.
Nabillah melempar handuk ke arah Delvin, lalu Delvin segera menuju kamar mandi.
Saat suasana kembali tenang, Nabillah membuka matanya dan beralih pada ponsel Delvin yang terus berdering. Tertera di layar nama 'Deva'. "Mungkin anak buahnya," pikir Nabillah.
Beberapa menit kemudian, Delvin keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sama seperti tadi.
"Tadi ada yang meneleponmu, Kak," ujar Nabillah.
Delvin berdiri di hadapan Nabillah yang masih duduk di tepi ranjang, lalu mengambil ponselnya.
"Kenapa nggak diangkat, Sayang?" tanya Delvin.
"Aku mau angkat, tapi takut," jawab Nabillah sambil memeluk Delvin yang tengah membalas pesan di ponselnya.
Delvin mengelus pipi Nabillah dengan lembut. "Ya sudah, sekarang kamu pakai hijab. Setelah itu, kita cari makan dulu," ucap Delvin.
Nabillah mengangguk patuh, lalu bergegas bersiap-siap.
.
Setelah acara makan selesai, mereka berdua kembali ke kantor Nabillah dengan perut yang sudah kenyang.
Delvin menutup pintu mobilnya setelah memastikan Nabillah keluar terlebih dahulu. Kini, mereka telah sampai di halaman kantor Nabillah. Nabillah tersenyum ke arah Delvin.
Delvin merangkul pinggang Nabillah dengan lembut, lalu mereka masuk bersama ke dalam kantor. Nabillah melambaikan tangan saat melihat Pita yang berada di area tersebut.
Mereka berdua kemudian menghampiri Pita. "Nih, gue bawain makanan. Pasti kalian belum makan, kan?" ujar Nabillah dengan nada yakin.
Pita menerima makanan yang diberikan oleh Nabillah dan mencium aroma lezat dari makanan itu. "Gimana mau makan? Yang bisa masak di sini cuma lo. Nggak mungkin juga gue nyuruh Bu Yayan masak," jawab Pita, membuat Nabillah tertawa kecil.
Pita melirik ke arah Delvin yang berdiri di samping Nabillah, dengan tangannya masih melingkari pinggang Nabillah. "Hai, Bang," sapa Pita, sambil tersenyum. Delvin hanya membalas dengan senyuman tipis.
"Yaelah, Bang, cuek banget, sih, lo sama gue. Masih marah, ya, sama gue?" ujar Pita dengan nada menggoda.
Delvin tidak merespons perkataan Pita. Sebaliknya, ia menoleh ke arah Nabillah, lalu perlahan melepaskan rangkulannya dari pinggang Nabillah. Ia mengelus pipi Nabillah dengan lembut, membuat Pita sedikit kesal.
"Aku pulang dulu, ya. Nanti kalau sudah sampai, aku kabarin kamu," ucap Delvin kepada Nabillah.
Nabillah tersenyum dan mengangguk. "Iya, kamu hati-hati, ya," balasnya sambil mengelus lengan Delvin.
Delvin tersenyum lagi, lalu menatap tajam ke arah Pita sebelum akhirnya meninggalkan tempat itu.
Setelah Delvin pergi, Nabillah kembali menatap Pita. "Maaf, ya, sama sikap Kak Delvin ke kamu," ujar Nabillah dengan nada menyesal.
Pita mengangguk pelan. "Iya, nggak apa-apa kok. Gue ngerti. Mungkin cowok lo masih marah sama gue," jawab Pita dengan nada tenang.
"Nanti gue coba bujuk dia, deh," kata Nabillah sambil menepuk pundak Pita untuk menenangkannya.
Pita mengangguk, lalu menyerahkan ponsel Nabillah yang sedari tadi ada di kantongnya. "Lo lupa bawa HP, ya? Dari tadi tuh ibu lo nelpon terus. Gue mau angkat, tapi takut," ujar Pita.
Nabillah mengambil ponselnya dari tangan Pita dan memeriksanya. Benar saja, ada beberapa panggilan tak terjawab dari ibunya.
"Yaudah, lo makan dulu gih. Ajak yang lain juga, ya. Gue mau telpon ibu gue dulu. Takut ada apa-apa," ujar Nabillah sambil mulai menekan tombol panggilan.
"Halo, Bu," kata Nabillah saat ibunya mengangkat telepon. Ia pun berjalan meninggalkan Pita untuk berbicara dengan ibunya.
Sementara itu, Pita hanya bisa menatap punggung Nabillah yang sedang sibuk menelepon. Ia meremas kantong plastik di tangannya, merasakan perasaan iri yang tak pernah hilang sejak dulu.
TBC....