BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN!!!❌❌❌
Nessa Ananta atau biasa di panggil Eca, gadis yang menempuh pendidikan di luar kota akhirnya kembali ke Ibu kota setelah sebelumnya bekerja menjadi sekretaris di sebuah perusahaan.
Tapi apa jadinya jika kembalinya ke rumah Kakaknya justru mendapat kebencian tak beralasan dari Kakak iparnya.
Lalu bagaimana kisah hidup Eca selanjutnya ketika Kakaknya sendiri meminta Eca untuk menikah dengan suaminya karena menginginkan kehadiran seorang anak, padahal Kakak iparnya begitu membencinya?
Kenapa Eca tak bisa menolak permintaan Kakaknya padahal yang Eca tau Nola adalah Kakak kandungnya?
Lalu apa penyebab Kakak iparnya itu begitu membencinya padahal mereka tak pernah dekat karena Eca selama ini ada di luar kota??
Apa yang terjadi sebenarnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sampai
Eca sebenarnya ingin tertawa saat melihat Bara mengenakan kaos over size miliknya yang tetap saja kekecilan di badan Bara. Tapi mau bagaimana lagi Eca tak punya baju laki-laki, hanya itu yang paling pas untuk Bara.
"Maaf hanya ada sofa ini yang kemungkinan sangat tidak muat buat Mas Bara. Tapi kalau di rasa tidak nyaman, Mas Bara mau pulang juga nggak papa kok. Tidur di ranjang kan lebih enak, apalagi ranjang di rumah Mas Bara yang empuk. Pasti lebih nyaman tidur di sana?" Ucap Eca panjang lebar.
"Udah?"
"Maksudnya?"
"Udah belum ngusir secara halusnya?"
Eca langsung menutup bibirnya dengan rapat. Lagi-lagi dia kalah oleh Bara.
"Kenapa juga saya harus tidur di sini, kan ada kamar kamu" Mana mau Bara tidur di sofa sedangkan wanita yang kini berdiri di sampingnya itu juga berstatus sebagai istrinya.
"Kamu lupa kalau kita suami istri?" Lagi-lagi Eca di buat bungkam oleh Bara.
Mau apa lagi kalau begitu, Eca hanya bisa diam lalu meninggalkan Bara masuk ke dalam kamar. Tampaknya mulai sekarang hari-hari yang Eca lalui tidak akan mudah.
Tapi untuk mundur pun Eca sudah terlanjur melangkah terlalu jauh. Dia hanya bisa pasrah sampai waktunya mereka bercerai nantinya.
"Orang gila mana yang begitu menanti hari perceraiannya sendiri?" Gumam Eca sambil menaiki ranjangnya.
Baru saja Eca merasakan posisi yang nyaman, Bara sudah masuk ke alam kamarnya. Ikut berbaring di belakangnya dan langsung membelit pinggang Eca dengan tangannya.
"Aku rasa ranjangnya terlalu sempit untuk berdua Mas. Biar aku yang tidur di sofa, kamu bisa tidur di sini aja" Eca langsung ingin bangkit namun di tahan dengan kuat oleh Bara.
Padahal sebenarnya ranjang milik Eca sangat cukup untuk dua orang karena berukuran sedang. Itu hanya alasan Eca saja karena tak ingin tidur bersama Bara. Ini juga pertama kali untuknya tidur bersama seorang lelaki.
"Makanya kita harus tidur berhimpitan kaya gini biar cukup buat berdua. Tenang aja saya nggak bakalan ngapa-ngapain kamu kok. Ingat kalau saya menunggu saat dimana kamu menyerahkan dirimu sendiri"
"Ya tapi seenggaknya pakai celana Mas. Kenapa cuma pakai boxer aja?"
"Saya sudah biasa tidur seperti ini bahkan biasanya nggak pakai kaos. Nggak udah risih kamu kan udah lihat semuanya"
Bara semakin mengeratkan pelukannya ketika Eca hanya diam. Di balik punggung Eca itu, Bara terlihat tersenyum licik karena lagi-lagi bisa membuat Eca menurut kepadanya.
Perlahan Eca mulai mendikte dirinya untuk menghilangkan rasa tidak nyaman saat Bara memeluknya seperti itu. Andai saja Efan yang memeluknya, pasti dia akan begitu senang.
Beberapa menit berlalu, di saat Eca berhasil mengendalikan dirinya. Kantuk juga mulai datang, di buat terjaga kembali saat mendengar nafas Bara yang memberubu. Hembusan nafasnya yang terasa begitu kasar itu menerpa tengkuk Eca dengan teratur.
Kini Eca bisa menebak apa yang terjadi pada suaminya itu karena tangan Bara yang mulai bergerak ke atas mencakup salah satu asetnya.
"Mas!!" Eca ingin menghindar namun Bara lebih erat memeluknya. Kakinya juga di belit oleh kaki Bara sehingga membuatnya tak bisa bergerak.
Tubuhnya yang menempel pada Bara membuat Eca bisa merasakan jika milik Bara sudah berdiri tegak di belakang sana sampai terasa mengganjal di punggung Eca.
Sekarang Eca hanya bisa berdoa supaya Bara benar-benar memegang ucapannya sendiri untuk tidak menyentuh Eca semakin jauh.
"Emmhh" Suara Bara yang melenguh ketika me**mas salah satu asetnya membuat Eca memejamkan mata. Tangannya memegang erat ujung bajunya.
Ingin rasanya dia berteriak memaki Bara saat ini. Tapi dia sendiri adalah istri dari pria yang saat ini sedang menjamahnya. Mau bagaimana lagi, apa sudah pantas dia di sebut murahan?
Srrettt.. (anggap aja suaranya gitu ya)
Bara membalik tubuh Eca dengan cepat hingga kini Eca bisa melihat manik mata Bara yang di selimuti kabut g*irah.
Tangan Bara terangkat menyusuri wajah ayu Eca. Jarinya mengusap alis Eca yang tebal alami namun di cukur begitu rapi. Lalu turun ke pipi halus Eca, dan terakhir, Bara menyusuri dua belah bibir Eca dengan ibu jarinya.
Eca tak tau apa yang Bara pikirkan saat ini. Tapi Bara menatapnya dengan begitu dalam. Kedua pasang mata itu saling mengunci dengan pikiran mereka masing-masing. Hingga Bara mulai mengikis jarak di antara mereka berdua.
Cup...
Berbeda dengan tadi saat di kantor kali ini Bara mengecup bibirnya dengan lembut kemudian mulai memag*tnya seolah dengan penuh perasaan.
Eca yang memang baru dua kali ini merasakan yang namanya ciuman tentu hanya diam saja. Di tambah rasa tak ikhlas membuatnya tak berusaha membalas ciuman suaminya.
Dia sendiri sadar betapa berdosanya dia karena dalam hatinya tak menginginkan sentuhan suaminya. Eca hanya bisa berdoa supaya malaikat tidak melaknatnya saat ini.
"Akkhh!!" Eca sedikit memekik karena Bara sengaja mengigit bibirnya.
Tak membuang kesempatan itu, Bara segera menyusupkan l*dahnya ke dalam mulut Eca. Di sini Bara mulai memanas, ciuman yang tadinya lembut kini mulai menuntut.
Bara benar-benar mendominasi atas Eca yang amatiran. Bahkan kini posisinya sudah berubah, Eca pasrah berada di bawah kungkungan tubuh kekar Bara.
Mata Eca yang masih terbuka bisa melihat mata Bara yang terpejam dan terlihat menikmati permainannya sendiri. Sementara dirinya, entahlah...
Tubuhnya memang merasakan sensasi yang aneh namun otaknya terus berusaha menolak sentuhan bara itu.
Otot-otot kecil di tubuh Eca mulai mene*ang dan rambut-rambut halus di sekujur tubuhnya mulai berdiri dengan pori-pori kulit yang menonjol saat Bara mulai mengusap perut Eca yang rata.
Bara menggerakkan tangan di sana dengan pola yang abstrak sebelum tangan nakal itu mulai naik mencari dia buah benda yang di sukai anak bayi.
Kali ini Eca benar-benar memejamkan matanya saat Bara dengan cepat menyingkap penutupnya hingga Eca bisa merasakan tangan Bara menyentuh kulitnya di sana.
Eca ingin menyingkirkan tangan Bara di sana namun Bara lebih cepat menepisnya.
"Kenapa sayang, aku hanya mau mencicipinya sebentar saja" Karena dilanda h*srat yang menggelora, Bara bahkan tak terlalu formal lagi dengan Eca.
"Emhh" Eca menggigit bibirnya kuat-kuat saat suara aneh itu keluar dari bibirnya. Semua itu karena Bara sengaja mem*lin kedua bulatan kecil miliknya.
"Jangan di tahan sayang, keluarkan saja"
Gelengan kepala dari Eca membuat Bara semakin tertantang.
Kini bukan tangannya yang bermain di sana. Melainkan bibir dan l*dahnya.
Eca mencengkeram kuat seprei putih miliknya. Bara benar-benar menyiksanya dengan sesuatu yang baru ia rasakan saat ini.
Mati-matian Eca menahan suara yang ingin sekali ia keluarkan. Tubuhnya benar-benar memberikan reaksi atas sentuhan Bara. Tubuhnya panas, perutnya terasa digelitik di dalam sana, lalu Eca juga merasakan c*lana d*lamnya basah saat ini.
Eca membuka matanya dan melihat ke bawah di mana Bara masih asik bermain di d*danya. Dia benar-benar seperti bayi namun bayi tak mungkin mengerti caranya memainkan l*dahnya di sana. Sementara satu tangannya ia gunakan untuk mem*lin bulatan berwarna merah muda agak kecoklatan milik Eca.
Tubuh Eca semakin menggila hanya dengan sentuhan itu. Dia semakin merasa aneh, apalagi ada sebuah dorongan yang ingin ia keluarkan dari dalam. Rasa itu semakin menyerang Eca hingga tubuhnya menggelinjang hebat.
Tubuh yang terasa panas tadi berubah lemas setelah Eca merasa terbang melayang ke langit ke tujuh.
Bara yang telah berhasil membuat Eca sampai, kini tersenyum dengan puas.
"Kamu sampai sayang?"
Bara mengudap keringat di pelipis Eca yang bercucuran karena ulahnya.
"Tidurlah, kamu pasti lelah"
Cup..
Bara mengecup kening Eca sebelum dia pergi ke kamar mandi dan mengunci dirinya sendiri di dalam sana.