Laila, seorang gadis muda yang cerdas dan penuh rasa ingin tahu, tiba-tiba terjebak dalam misteri yang tak terduga. Saat menemukan sebuah perangkat yang berisi kode-kode misterius, ia mulai mengikuti petunjuk-petunjuk yang tampaknya mengarah ke sebuah konspirasi besar. Bersama teman-temannya, Keysha dan Rio, Laila menjelajahi dunia yang penuh teka-teki dan ancaman yang tidak terlihat. Setiap kode yang ditemukan semakin mengungkap rahasia gelap yang disembunyikan oleh orang-orang terdekatnya. Laila harus mencari tahu siapa yang mengendalikan permainan ini dan apa yang sebenarnya mereka inginkan, sebelum dirinya dan orang-orang yang ia cintai terjerat dalam bahaya yang lebih besar.
Cerita ini penuh dengan ketegangan, misteri, dan permainan kode yang membawa pembaca masuk ke dalam dunia yang penuh rahasia dan teka-teki yang harus dipecahkan. Apakah Laila akan berhasil mengungkap semuanya sebelum terlambat? Atau akankah ia terjebak dalam jebakan yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faila Shofa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sandi yang hidup
Laila dan teman-temannya berdiri di depan papan penuh simbol dan angka yang terus bergerak. Mereka terdiam sesaat, mencoba memahami arti dari semua ini. Tekanan semakin terasa, namun mereka tahu tidak ada pilihan selain maju.
"Apa ini?" Rio akhirnya memecah keheningan. Dia menggaruk kepalanya, jelas bingung. "Semakin lama, semakin aneh teka-teki ini."
"Ini bukan sekadar teka-teki biasa," jawab Rifki sambil memperhatikan papan itu dengan saksama. "Sepertinya angka-angka ini punya pola, tapi aku belum bisa melihatnya."
Keysha mendekat, mencoba membaca tulisan kecil yang ada di bagian bawah papan. "Lihat ini. Ada sesuatu di sini," katanya, menunjuk ke kalimat yang terukir:
"Hanya cahaya yang akan mengungkap kebenaran."
Dina memiringkan kepalanya. "Cahaya? Maksudnya apa? Kita perlu sesuatu yang bercahaya untuk melihat lebih jelas?"
Laila, yang sejak tadi mengamati papan itu, melangkah lebih dekat. "Mungkin kita butuh senter atau semacamnya," katanya. "Tapi coba kita periksa dulu. Siapa tahu ada petunjuk lain."
Rifki memeriksa kantongnya dan mengeluarkan ponsel. "Aku punya lampu dari ponsel. Mungkin ini bisa membantu."
Ketika Rifki mengarahkan lampu ponselnya ke papan itu, sesuatu yang mengejutkan terjadi. Angka-angka di papan itu berhenti bergerak, dan pola baru muncul. Kali ini, simbol-simbol tersebut membentuk urutan yang aneh. Namun, sebelum mereka bisa memahaminya, suara perempuan misterius yang sudah sering mereka dengar kembali terdengar.
"Cahaya memang menjadi kunci pertama, tapi ini baru permulaan. Siapa yang bisa membaca sandi ini akan melangkah lebih dekat ke kebenaran."
Semua saling berpandangan. Mereka tahu bahwa ini adalah tantangan berikutnya. Tapi apa sebenarnya sandi ini?
Setelah beberapa saat memandangi simbol-simbol tersebut, Dina mengangkat tangannya. "Aku rasa aku pernah melihat pola seperti ini di buku pelajaran," katanya.
"Buku pelajaran?" tanya Rio. "Kamu yakin ini ada hubungannya?"
Dina mengangguk. "Bukan di buku sekolah, tapi di perpustakaan. Aku ingat ada buku tentang sandi-sandi kuno. Mungkin ini salah satunya."
Laila memegang dagunya, berpikir keras. "Kalau begitu, kita perlu mencari buku itu. Tapi perpustakaan mana yang punya? Di sekolah atau di luar?"
"Di sekolah," jawab Dina. "Aku yakin aku melihatnya di rak bagian belakang. Tapi aku tidak tahu apakah masih ada di sana."
"Kalau begitu, kita ke perpustakaan sekarang," putus Laila. "Tidak ada gunanya berdiri di sini tanpa petunjuk jelas."
Kelima sahabat itu segera bergegas menuju perpustakaan sekolah. Untungnya, perpustakaan masih buka meskipun jam pelajaran sudah usai. Mereka masuk dengan hati-hati, berusaha untuk tidak menarik perhatian pustakawan yang sedang sibuk mencatat sesuatu di meja depan.
Dina memimpin mereka ke rak bagian belakang, tempat dia mengingat buku itu berada. Namun, saat mereka sampai di sana, rak itu tampak kosong.
"Tidak mungkin," gumam Dina. "Buku itu ada di sini beberapa hari lalu."
Keysha menghela napas panjang. "Mungkin sudah dipinjam orang lain."
"Atau mungkin memang tidak ada," kata Rio. "Kamu mungkin salah ingat, Dina."
Laila menggeleng. "Tidak. Dina jarang salah soal hal-hal seperti ini. Kalau dia bilang ada buku itu, pasti ada."
Sambil mengamati rak-rak di sekitar, Rifki menemukan sebuah catatan kecil yang terselip di antara buku-buku lain. Dia mengambilnya dan membaca keras-keras:
"Untuk menemukan jawabannya, lihat ke dalam cahaya yang tersembunyi."
"Cahaya tersembunyi lagi?" Keysha mengulangi, bingung. "Apa maksudnya ini?"
Laila mengambil catatan itu dari tangan Rifki. Dia membacanya dengan cermat, mencoba memahami maksudnya. "Mungkin ada sesuatu di perpustakaan ini yang kita lewatkan. Kita harus mencari lebih teliti."
Setelah beberapa menit mencari, Dina akhirnya menemukan sesuatu yang menarik perhatian. Sebuah buku tua dengan sampul cokelat terlihat tersembunyi di balik rak yang lebih besar. Dia menariknya keluar dan menunjukkan kepada yang lain.
"Ini dia! Ini bukunya!" katanya dengan antusias.
Mereka berkumpul mengelilingi Dina saat dia membuka halaman buku tersebut. Di dalamnya, mereka menemukan berbagai jenis sandi, termasuk sandi angka yang terlihat di papan tadi.
"Ini dia!" seru Laila sambil menunjuk halaman yang relevan. "Sandi ini menggunakan angka untuk menggantikan huruf-huruf alfabet. Tapi kuncinya ada di sini."
Dina membaca petunjuk di halaman itu dengan keras. "Untuk memahami sandi ini, pertama-tama, kalian harus menemukan angka kunci. Tanpa angka kunci, sandi ini tidak bisa dipecahkan."
Rifki mengerutkan kening. "Angka kunci? Apa itu?"
Rio menggeleng. "Aku tidak tahu. Tapi mungkin itu yang harus kita cari selanjutnya."
Laila menatap teman-temannya. "Aku rasa angka kunci itu mungkin ada di papan tadi. Kita harus kembali ke sana dan mencarinya lebih teliti."
Mereka kembali ke ruangan tempat papan teka-teki itu berada. Kini, dengan informasi baru dari buku, mereka mencoba mendekati teka-teki itu dengan cara berbeda.
Laila mengarahkan lampu ponsel ke papan, dan angka-angka di papan kembali berhenti bergerak. Kali ini, mereka memperhatikan angka-angka tersebut dengan lebih saksama.
"Tunggu," kata Keysha sambil menunjuk ke salah satu bagian. "Ada angka yang lebih terang dari yang lain. Lihat!"
Mereka semua memperhatikan angka yang dimaksud. Memang benar, ada satu angka yang tampak lebih bercahaya dibandingkan angka-angka lainnya: 7.
"Mungkin ini angka kuncinya," kata Rifki.
Dina membuka buku yang mereka temukan dan mencari bagian tentang angka kunci. "Angka kunci digunakan untuk menentukan pola dalam sandi angka. Kalau angka kuncinya 7, maka setiap angka dalam sandi harus ditambahkan atau dikurangi dengan 7."
Laila mengangguk. "Baiklah, kita coba."
Dengan informasi baru ini, mereka mulai mencoba menerjemahkan angka-angka di papan ke dalam huruf-huruf alfabet. Setelah beberapa saat bekerja sama, mereka akhirnya berhasil menemukan pesan yang tersembunyi.
"Pesannya adalah..." Rio membaca dengan lantang. "'Kunci rahasia terletak di tengah bayangan.'"
Mereka saling berpandangan, bingung. Apa maksud pesan itu?
"Tengah bayangan?" tanya Keysha. "Apa itu tempat lain lagi?"
"Atau mungkin sesuatu yang ada di sini," jawab Laila sambil memeriksa ruangan. "Kita harus memeriksanya lebih teliti."
Mereka melanjutkan pencarian mereka, semakin yakin bahwa mereka mendekati kebenaran. Tapi pertanyaan terbesar tetap ada: apa tujuan dari semua ini? Dan siapa sebenarnya yang mengatur permainan berbahaya ini?
Suasana di dalam ruangan menjadi tegang. Papan sandi yang penuh misteri itu terus memancarkan aura dingin. Pesan terakhir yang mereka terjemahkan—“Kunci rahasia terletak di tengah bayangan”—berputar-putar dalam pikiran mereka.
"Apa maksud 'tengah bayangan'?" Rio bertanya sambil memutar-mutar lampu ponselnya ke sekeliling ruangan. "Di sini nggak ada bayangan apa-apa selain dari kita."
Keysha mengangguk. "Mungkin maksudnya bukan bayangan langsung, tapi sesuatu yang ada di area yang gelap atau tersembunyi."
Dina, yang biasanya tenang, mulai terlihat gelisah. Dia melirik Laila. "Kita udah coba berbagai cara. Kalau ini jebakan lain gimana? Atau kita nggak akan nemuin apa-apa?"
Laila menarik napas panjang, mencoba tetap tenang. "Kita nggak boleh menyerah. Pesan ini pasti punya arti. Kita cuma perlu berpikir lebih cerdas."
Rifki, yang sedari tadi diam, mulai berjalan ke sudut ruangan. Dia melihat lemari besar yang menempel di dinding. Lemari itu tampak tua dan hampir tidak terawat, tapi ada sesuatu yang menarik perhatiannya.
"Eh, sini deh," panggil Rifki. "Kayaknya ada sesuatu di sini."
Mereka semua mendekat, memperhatikan sudut gelap di balik lemari. Ada semacam celah kecil yang tidak terlihat jelas sebelumnya.
"Coba kita geser lemarinya," usul Rifki.
Dengan usaha bersama, mereka berhasil menggeser lemari itu beberapa sentimeter. Di baliknya, mereka menemukan sebuah panel dinding kecil dengan ukiran yang aneh.
"Ini apa lagi?" Rio mendekati panel itu, mencoba menyentuhnya. Namun, panel tersebut tidak bergerak sama sekali.
Laila menatap ukiran tersebut. "Tunggu. Ini mirip pola di buku sandi yang kita baca tadi. Mungkin ini bagian dari teka-tekinya."
Laila membuka buku sandi yang mereka bawa dari perpustakaan. Dia membandingkan pola di panel dengan gambar-gambar di buku. Setelah beberapa saat, dia menemukan petunjuk yang cocok.
"Ini sandi baru," katanya. "Namanya sandi Caesar Cipher. Tapi ini lebih rumit. Kita perlu menggeser alfabet berdasarkan angka tertentu."
Dina mengerutkan kening. "Lagi-lagi angka? Tapi kita nggak tahu angka kuncinya kali ini."
Keysha memperhatikan panel itu dengan lebih dekat. "Lihat, di pojok ada angka kecil. Angka 3. Mungkin itu kuncinya?"
"Bisa jadi," jawab Laila sambil mengangguk. "Kalau begitu, setiap huruf digeser tiga langkah ke depan dalam alfabet."
Mereka mulai bekerja, mencoba menerjemahkan sandi di panel dengan aturan itu. Setelah beberapa menit, mereka berhasil membaca pesan tersembunyi:
"Di balik cahaya pertama, rahasia akan terbuka."
"Di balik cahaya pertama?" tanya Dina. "Apa maksudnya?"
Laila memikirkan sesuatu. "Cahaya pertama... Mungkin maksudnya senter yang tadi kita pakai? Atau mungkin lampu di ruangan ini?"
Rifki menggeleng. "Tunggu. Kalau menurut aku, ini nggak sekadar tentang cahaya. Maksudnya lebih simbolis. Mungkin sesuatu yang menerangi jalan kita."
Rio menghela napas. "Oke, itu makin nggak jelas. Kita balik ke papan sandi tadi atau cari tempat lain?"
Laila tiba-tiba tersenyum kecil. "Aku punya ide. Waktu kita pertama kali masuk ke ruangan ini, aku lihat ada lampu tua di sudut lain. Mungkin itu maksudnya 'cahaya pertama'."
Mereka semua setuju untuk memeriksa lampu yang dimaksud. Lampu itu ternyata tersembunyi di balik tumpukan barang. Ketika mereka menyalakannya, sesuatu yang aneh terjadi. Bayangan berbentuk pola muncul di dinding, membentuk deretan huruf dan angka.
"Lihat itu!" seru Keysha. "Ada pesan lagi."
Pesan yang terlihat di dinding tertulis: "Jalanmu sudah dekat. Lihatlah di tempat tersembunyi di dalam dirimu sendiri."
Rio menggaruk kepala. "Ini makin aneh aja. 'Di dalam dirimu'? Maksudnya apa?"
Dina menatap pesan itu dengan bingung. "Mungkin ini semacam metafora. Maksudnya sesuatu yang kita punya, tapi kita nggak sadar?"
Laila tiba-tiba tersenyum. "Aku rasa aku tahu. 'Di dalam dirimu' mungkin merujuk ke sesuatu yang selalu kita bawa. Seperti catatan, buku, atau bahkan ponsel."
Mereka mulai memeriksa barang-barang pribadi mereka. Laila membuka buku catatannya dan menemukan sesuatu yang tidak biasa—ada tulisan samar di salah satu halamannya.
"Ini dia," katanya sambil menunjukkan tulisannya. "Pesan ini cuma bisa terlihat kalau kita pakai lampu khusus."
Rifki segera mengarahkan lampu dari ponselnya, dan tulisan itu menjadi lebih jelas.
"Pesannya adalah... 'Kamu sudah sangat dekat. Rahasia akan terbuka di tempat kamu menemukan awal teka-teki ini.'"
Laila dan teman-temannya langsung memahami maksud pesan itu. Mereka harus kembali ke tempat pertama kali teka-teki ini dimulai—ruangan kelas mereka.
Mereka bergegas ke sana, meskipun rasa lelah mulai terasa. Sesampainya di kelas, mereka mencari sesuatu yang tersembunyi. Laila memperhatikan papan tulis yang kosong, tapi ada sesuatu yang aneh di sudutnya—sebuah celah kecil seperti tempat menyimpan sesuatu.
"Bantu aku," katanya.
Rifki dan Rio membantu membuka celah itu, dan mereka menemukan sebuah kotak kecil di dalamnya. Kotak itu terkunci, tapi ada kombinasi angka di atasnya.
"Kombinasi ini pasti jawaban dari semua sandi yang kita pecahkan," kata Laila.
Setelah mencoba beberapa kali, mereka berhasil membuka kotaknya. Di dalamnya, ada selembar kertas dengan tulisan besar:
"Ini baru awal. Bersiaplah untuk rahasia yang lebih besar."
Semua terdiam, bingung sekaligus khawatir. Apa maksud dari pesan ini?
📌Umur saya baru 2 bulan
📌Status saya anu itu lupa apa
📌Saya tidak cukup cantik tapi asyik
📌Saya dari bumi
📌Saya sedikit gila jadi jadi apa?
📌Saya manusia yang nyasar
✓✓✓
📍𝐾𝑒𝑛𝑎𝑝𝑎 𝑠𝑎𝑦𝑎 ℎ𝑖𝑡𝑎𝑚?
𝐾𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎☞𝑑𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑖𝑡 𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑎𝑡𝑎ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖𝑛𝑎𝑟 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑖𝑟𝑒𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑖☜
📍Dihina tak tumbang,Di puji makasih bang
📍𝑆𝑎𝑦𝑎 𝑚𝑎𝑢 𝑗𝑢𝑗𝑢𝑟,𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑖𝑛𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟'𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑢𝑡𝑒𝑟𝑦 𝑑𝑢𝑦𝑢𝑛𝑔
📍𝑀𝑎𝑎𝑓 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑠𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛,𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑠𝑎𝑦𝑎 𝑤𝑎𝑛𝑖𝑡𝑒
"𝘿𝙖𝙣 𝙗𝙖𝙧𝙖𝙣𝙜 𝙨𝙞𝙖𝙥𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙨𝙖𝙗𝙖𝙧,𝙢𝙖𝙠𝙖 𝙞𝙩𝙪 𝙗𝙪𝙠𝙖𝙣𝙡𝙖𝙝 𝙨𝙖𝙮𝙖"
🎉Jangan lupa untuk mampir🎉
apa rahasianya bisa nulis banyak novel?