Amora Kiyoko, seorang gadis yatim piatu yang lembut hati, menjalani hidup penuh cobaan. Ia tinggal bersama bibinya, Tessa, dan sepupunya, Keyla, yang memperlakukannya dengan kejam.
Di tempat lain, Arhan Saskara, CEO muda PT Saskara Group, tengah menghadapi masalah di perusahaannya. Sikapnya yang dingin dan tegas membuat semua orang segan, kecuali sahabatnya, Galang Frederick.
Hari itu, ia ada pertemuan penting di sebuah restoran, tempat di mana Amora baru saja bekerja sebagai pelayan.
Namun, saat hendak menyajikan kopi untuk Arhan, Amora tanpa sengaja menumpahkannya ke tangan pria itu. Arhan meringis menahan sakit, sementara Galang memarahi Amora, "Kau ini bisa kerja atau tidak?!"
Penasaran kelanjutan cerita nya, yuk ikuti terus kisahnya, beri dukungan dan votenya🙏🏻😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Up 18
Saat jam istirahat, Amora memberanikan diri menghubungi Zeline untuk membicarakan hal yang mengganggu pikirannya.
"Halo, Ra. Ada apa?" sapa Zeline lembut dari ujung telepon.
"(Apa kau tahu aku bertemu siapa?)" suara Amora terdengar ragu.
"Arhan?" tebak Zeline ragu.
Amora terkejut. "(Dari mana kamu tahu, Zel?)"
Zeline terdiam sejenak, lalu menjawab dengan suara penuh penyesalan, "Maaf, Ra. Galang bilang kemarin kalau dia dan Arhan harus ke Jepang untuk urusan perusahaan. Aku nggak cerita karena kupikir Jepang itu luas. Aku juga nggak bilang ke Galang kalau kamu ada di sini."
"(Lalu kenapa kau tidak memberi tahuku, Zel ?)" nada suara Adara mulai terdengar kecewa.
"Aku bingung, Ra... Maaf," jawab Zeline lirih.
"(Kalau begini, aku akan sulit melupakannya, Zel.)"
"Kenapa harus dilupakan?" Zeline memberanikan diri bertanya.
"(Kenapa kamu bertanya? Dia sudah beristri. Pasti Mbak Kinanti juga ikut.)"
"Tapi, Ra..."
"(Sudah, aku ngambek, pokoknya.)" Amora memutus panggilan dengan nada kesal.
Amora menghela napas berat, menatap layar ponselnya. "Kenapa Zeline tidak memberitahuku sebelumnya? Aaa, menyebalkan," gumamnya kesal.
Tanpa sepengetahuan Amora, Arhan diam-diam telah menunggunya di parkiran toko. Dia bertekad mencari tahu di mana Amora tinggal. Ketika jam menunjukkan pukul empat sore, Amora keluar dari toko dan menaiki ojek menuju rumahnya. Arhan mengikuti dari belakang dengan mobilnya, memastikan dia tidak kehilangan jejak.
Ojek itu berhenti di depan sebuah rumah sederhana. Arhan memarkir mobilnya tak jauh dari sana dan mengamati rumah itu. "Jadi, di sini Amora tinggal," gumamnya sebelum akhirnya memberanikan diri mengetuk pintu.
Tok... Tok...
"Siapa?" Amora membuka pintu, dan seketika terkejut. "Kam... kamu?"
"Aku ingin bicara," kata Arhan dengan suara berat.
"Maaf, aku sibuk. Pergilah."
"Amora, beri aku waktu. Hanya lima menit."
Amora terdiam sejenak, lalu menghela napas. "Baiklah, lima menit."
"Kenapa kamu pergi, Ara?" tanya Arhan, matanya penuh dengan emosi.
"Alasannya sudah jelas di surat waktu itu, Kak."
"Aku tahu, tapi kenapa kamu pergi tanpa menungguku?"
"Untuk apa aku menunggu ? Sekarang, pergilah. Pasti Mbak Kinanti sedang mencarimu."
Arhan menggenggam erat kedua tangannya. "Aku sudah cerai."
Amora terkejut. "Cerai?"
Arhan mengangguk. "Mama membohongiku. Dia berpura-pura sakit keras agar aku mau menikah dengan Kinanti. Tapi percayalah, Ara, aku tidak pernah menyentuh dia sedikit pun."
"Itu bukan urusanku. Maaf."
Arhan menatapnya penuh harap. "Amora, kembalilah padaku."
Air mata mulai menggenang di mata Amora. "Maaf, aku tidak bisa. Pergilah. Jangan ganggu aku lagi."
Arhan mencoba mendekat. "Amora, kumohon..."
"Pergi! Tolong pergi!" teriak Amora sambil menutup pintu dengan cepat.
Dari balik pintu, Amora menangis terisak. "Maaf, Kak. Aku tidak pantas untukmu," gumamnya. Tiba-tiba, kepalanya terasa sakit, dan hidungnya mulai mengeluarkan darah. Tubuhnya melemah hingga akhirnya jatuh tak sadarkan diri.
Di rumah sakit, Vio mengatur semuanya dengan cepat. Setelah memastikan Amora mendapat perawatan, ia menatap Galang yang menunggu dengan cemas.
"Kenapa Amora bisa seperti ini, Vio?" tanya Galang.
Vio menunduk, berusaha mengendalikan emosinya. "Dia sudah sadar. Kamu bisa menemuinya sekarang."
Di kamar rawat, Amora tersenyum lemah ketika melihat Galang masuk.
"Galang..." lirih Amora.
"Nona, tolong jangan bergerak. Anda masih lemah," ujar Galang dengan nada tegas, tapi penuh perhatian.
Vio masuk dan berdiri di samping tempat tidur Amora. "Ra, tadi aku panik. Maaf kalau yang terpikir olehku hanya menghubungi Galang."
Amora mengangguk lemah. "Tidak apa-apa. Galang, apa benar Kak Arhan sudah bercerai?"
Galang menatap Vio sejenak sebelum menjawab. "Dari mana Anda tahu?"
"Tadi dia datang dan menjelaskan semuanya," jawab Amora dengan suara serak.
"Lalu, apa kau menerimanya kembali?" tanya Vio.
Amora menggeleng. "Aku tidak bisa, Vio. Kamu tahu kondisiku."
mohon dukungan like dan vote nya 🙏🏻😁