seorang gadis "bar-bar" dengan sikap blak-blakan dan keberanian yang menantang siapa saja, tak pernah peduli pada siapa pun—termasuk seorang pria berbahaya seperti Rafael.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lince.T, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bahaya mulai mengintai
Pagi itu, sinar matahari menyelinap masuk melalui celah tirai apartemen Liana, membangunkannya dari tidur yang tidak nyenyak. Di kursi ruang tamu, Rafael masih terjaga, duduk dengan sikap waspada, seolah-olah dia sedang menjaga keamanan tempat itu.
Liana berjalan keluar dari kamarnya dengan wajah kusut. “Lo beneran nggak tidur sama sekali?” tanyanya sambil menguap lebar.
Rafael menoleh ke arahnya, bibirnya melengkung membentuk senyum tipis. “Aku terbiasa begadang. Lagi pula, aku ingin memastikan kamu aman.”
Liana mendengus kecil. “Lo ini terlalu serius. Gue yakin ancaman itu cuma lelucon dari orang iseng.”
Namun, Rafael tidak tertawa. Tatapannya tajam seperti biasa. “Tidak ada yang main-main dengan ancaman seperti itu, Liana. Terutama jika mereka tahu di mana kamu tinggal.”
Kata-katanya membuat Liana merinding. Dia tahu Rafael mungkin benar, tetapi dia tidak ingin menunjukkan ketakutannya. “Jadi, apa rencana lo sekarang? Lo mau terus jagain gue sampai masalah ini selesai?”
Rafael berdiri, menyilangkan tangan di dada. “Bukan cuma menjagamu. Aku juga akan mencari tahu siapa yang berani mengancammu.”
“Dan lo pikir gue cuma akan diam aja? Gue juga mau bantu.”
“Tidak,” kata Rafael tegas. “Aku tidak akan membiarkanmu terlibat lebih jauh.”
“Gue bukan tipe orang yang duduk diam, Rafael,” bantah Liana, suaranya penuh determinasi.
Melihat semangatnya, Rafael menghela napas. “Baiklah. Tapi ada syarat. Kamu harus mendengarkan apa yang aku katakan.”
Liana mengangkat bahu. “Tergantung, kalau ide lo masuk akal, gue bakal nurut.”
---
Beberapa jam kemudian, Rafael membawa Liana ke sebuah rumah mewah di pinggiran kota. Rumah itu dikelilingi oleh pagar tinggi dan dijaga oleh beberapa pria berbadan besar. Liana menatap tempat itu dengan mata menyipit.
“Ini tempat apa?” tanyanya.
“Rumah aman,” jawab Rafael singkat sambil membuka pintu mobil untuknya.
Liana mengikuti Rafael masuk, merasa sedikit canggung dengan suasana yang begitu formal. Di dalam, seorang pria dengan jas abu-abu menunggu mereka. Wajahnya serius, tetapi ada rasa hormat dalam caranya memandang Rafael.
“Bos, kami sudah menyelidiki pesan ancaman itu,” kata pria itu. “Namun, pengirimnya menggunakan metode yang sangat hati-hati. Jejak digitalnya sulit dilacak.”
Rafael mengangguk. “Teruskan penyelidikannya. Aku ingin tahu siapa yang berani melakukan ini.”
Liana berdiri di dekat Rafael, memperhatikan interaksi itu dengan penuh minat. “Lo kayak lagi main detektif aja,” komentarnya.
Rafael menoleh ke arahnya, senyum kecil terukir di wajahnya. “Ini bukan permainan, Liana. Dan aku tidak main-main dengan ancaman.”
Liana hanya mengangguk, mencoba memahami situasi yang sedang dihadapinya.
---
Malam harinya, Liana berjalan keluar ke taman kecil di belakang rumah. Udara dingin menyelimuti tubuhnya, tetapi dia tidak peduli. Dia membutuhkan waktu untuk merenung.
Pikiran Liana terus berputar tentang Rafael. Pria itu memiliki kehidupan yang begitu berbeda darinya. Kehidupan yang penuh aturan, bahaya, dan tanggung jawab besar. Liana tidak bisa membayangkan bagaimana dia bisa bertahan di dunia seperti itu.
Langkah kaki pelan terdengar di belakangnya. Liana menoleh dan melihat Rafael mendekat.
“Kamu baik-baik saja?” tanya Rafael sambil menyandarkan punggungnya pada pagar taman.
“Gue cuma mikir, gimana lo bisa hidup kayak gini?”
Rafael tersenyum samar. “Hidupku memang tidak mudah. Tapi aku tidak punya pilihan.”
Liana mengangguk pelan. “Kadang gue ngerasa hidup gue juga nggak punya arah. Gue cuma jalanin hari demi hari tanpa tahu apa yang gue cari.”
“Kamu lebih kuat dari yang kamu kira, Liana,” kata Rafael dengan nada lembut. “Dan kamu punya sesuatu yang tidak banyak orang miliki—kebebasan.”
“Tapi kebebasan itu kayaknya lagi terancam sekarang,” balas Liana sambil tersenyum pahit.
Rafael menatapnya dengan intens. “Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.”
Keheningan kembali menyelimuti mereka. Namun, keheningan itu terasa nyaman. Liana merasa ada sesuatu dalam cara Rafael memandangnya yang membuatnya merasa terlindungi, meskipun dia tidak mau mengakuinya.
---
Di tempat lain, di sebuah ruangan gelap dengan hanya cahaya dari layar komputer, seseorang sedang memantau aktivitas Rafael dan Liana. Layar itu menampilkan gambar dari kamera tersembunyi yang dipasang di dekat rumah aman.
“Liana Santoso,” gumam suara itu. “Kamu tidak tahu apa yang sudah kamu masuki.”
Orang itu menekan tombol di keyboardnya, mengirimkan pesan baru ke nomor Rafael. Pesan itu berbunyi: “Kamu tidak akan bisa melindunginya selamanya.”
---
Ketika Rafael menerima pesan itu di ponselnya, dia langsung tahu bahwa situasinya semakin serius. Dia menunjukkan pesan itu kepada Liana, yang terlihat mulai cemas.
“Gue enggak ngerti, kenapa mereka begitu peduli sama gue? Gue bukan siapa-siapa,” kata Liana.
“Itu yang sedang aku coba cari tahu,” jawab Rafael. “Tapi satu hal yang pasti, mereka tahu lebih banyak tentangmu daripada yang kamu sadari.”
Liana merasa dingin menjalar di tubuhnya. Dia selalu berpikir bahwa hidupnya sederhana, tanpa ada yang istimewa. Tapi sekarang, dia mulai meragukan segalanya.
“Lo yakin bisa ngurus ini?” tanya Liana dengan nada pelan.
Rafael menatapnya dengan penuh keyakinan. “Aku tidak pernah gagal melindungi orang yang penting bagiku.”
Kata-kata itu membuat Liana sedikit tenang, meskipun ketakutan di dalam dirinya belum sepenuhnya hilang.
---
Malam itu, Rafael mengumpulkan timnya di ruang rapat kecil di rumah itu. Dia memberikan instruksi dengan nada tegas, memastikan bahwa setiap orang tahu perannya dalam melindungi Liana.
Sementara itu, Liana duduk sendirian di ruang tamu, mencoba mencerna semua yang sedang terjadi. Dia tidak pernah membayangkan bahwa hidupnya akan menjadi serumit ini. Tapi di tengah kekacauan itu, ada sesuatu yang membuatnya merasa hidup—kehadiran Rafael.
“Gue nggak tahu kenapa lo peduli banget, Rafael,” gumamnya pelan, “tapi gue bersyukur lo ada di sini.”
Di luar, angin malam berhembus kencang, membawa aroma bahaya yang semakin mendekat.Namun, di balik rasa aman itu, ancaman semakin nyata.Liana mencoba menenangkan pikirannya, tetapi bayangan ancaman itu terus menghantui. Dia tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya—seolah hidupnya berada di ujung tanduk. Rafael, di sisi lain, tetap tenang meski situasinya semakin berbahaya. Sikap tenang dan penuh kontrolnya membuat Liana merasa sedikit lebih aman, meski dia tahu bahwa masalah ini jauh dari selesai.
“Lo yakin kita bisa ngatasi ini?” tanya Liana akhirnya.
Rafael menatapnya, sorot matanya penuh keyakinan. “Aku sudah menghadapi hal yang lebih buruk dari ini. Percayalah, kita akan mengatasinya.”
Namun, di luar rumah aman itu, seseorang tengah merencanakan langkah berikutnya.Bayangan gelap bergerak di sekitar pagar rumah, menandakan ada mata-mata yang mengawasi. Dalam keheningan malam, sebuah pesan baru dikirimkan ke ponsel Rafael: “Waktumu hampir habis. Serahkan gadis itu, atau bersiap kehilangan segalanya.”
Rafael membaca pesan itu dengan ekspresi tegang. Liana memperhatikan dari sudut ruangan, merasa bahwa ancaman ini semakin serius.