Mengejar Cinta Mas Duda

Mengejar Cinta Mas Duda

Prolog

Kalian pikir setelah kecewa akibat salah jatuh cinta membuatku trauma berkepanjangan? Oh tentu saja tidak. Aku ini Abrilla Anggara, anak bungsu Alfian Anggara dan Fricilla Andini Windari. Jangan lupakan kedua kembaranku yang tampan, Abrian Anggara dan Abrico Anggara. Ah satu lagi, aku putri kesayangan Azkio Sharga. Dengan dukungan mereka, tentu patah hatiku mampu terobati dengan cepat. Berbelanja sesuka hati, berlibur kesana kemari dan banyak hal lain bisa aku lakukan untuk menghilangkan kekecewaanku pada pria waktu itu.

Aku akui, memang cukup lama aku menyendiri. Maklum saja, aku bukan tipe wanita yang langsung memulai hubungan baru setelah kecewa. Tapi kabar baiknya, saat ini aku sedang mengagumi seseorang. Dan selanjutnya dia yang akan menjadi targetku untuk urusan percintaan.

......................

Pagi ini aku sudah berdandan rapi, dengan tema hari ini pink pastel yang melekat di tubuh indahnya. Tentu saja penampilanku mengundang tanya bagi Riko, salah satu kembaranku yang belum menikah.

"Gebrakan apa yang akan kamu buat pagi ini, Rila?" tanya Riko yang sudah rapi dengan setelan jas berwarna hitam. Pria itu menatap adiknya penuh curiga dan juga tanda tanya. Sudah beberapa hari ini kesibukan Rila berbeda dari biasanya. Bangun lebih pagi dan pergi dengan penampilan feminim.

"Kakak bertanya aku mau kemana? Mendatangi pujaan hati yang siap ku goda." Aku sangat antusias saat Kak Riko kepo dengan urusanku. Ini sangat menyenangkan jika bisa sedikit menceritakan pria incaranku padanya.

Benar saja terlihat dari raut wajahnya, dia cukup tertarik dengan apa yang baru aku katakan.

"Pria mana yang berhasil membuat dirimu seperti ini lagi? Ingat Rila, jangan gampang jatuh cinta dengan pria. Dari pengalaman cintamu kemarin, sepertinya kamu harus banyak belajar urusan asmara denganku atau dengan Rian."

Perkataan Riko memang benar adanya, Rila tidak bisa membantah. Tapi untuk yang ini, entah mengapa dia sedikit lebih yakin untuk tetap maju dan memperjuangkan perasaannya.

"Baiklah, selamat berjuang. Ingat, kabari aku jika membutuhkan bantuan." Riko mengusap pelan rambut adiknya lalu pergi ke kantor.

Rila tersenyum sambil melambaikan tangan. Lalu tersenyum, teringat wajah pria incarannya yang sudah menari di otaknya.

"Max, kau pasti akan takluk padaku."

Aku melangkah yakin dan penuh ketenangan. Memasuki mobil yang sudah siap dengan sopir. Sambil menyeka wajah dan rambut memastikan tetap cantik di pandang mata. Juga pakaianku yang harus tetap rapi.

Apakah aku akan mengunjungi Max? Namun apakah pria itu mau menerima kunjungannya?

Tentu. Bertemu pria itu di pagi hari adalah sebuah keharusan. Agar mood-nya tetap terjaga seharian.  Namun menerima atau tidak, Rila pikir nanti. Tapi yang jelas, Rila tidak akan mengizinkan Max menolak usahanya.

**

Masih sepi.

Wajar saja, ini masih pukul 06.40 WIB. Sedangkan jam kerja di perusahaan ini pukul 08.00 WIB. Aku terlalu bersemangat bertemu dengannya.

Aduh, sedikit kecewa. Tahu begini berangkat siang saja sekalian. Menyesal sudah percuma.

Aku menatap area gedung, sangat besar, tinggi dan juga mewah. Wajar saja, ini merupakan salah satu perusahaan besar, sama seperti Perusahaan Anggara yang sat ini di kelola oleh Kak Rian, juga Perusahaan Andara yang di kelola oleh Kak Riko. Namun dari segi arsitektur memang bangunan ini sedikit bergaya Eropa. Kesan mewah melekat erat setelah pertama kali memandang bangunan ini.

Apa yang harus aku lakukan? Menunggu disini? Tidak nyaman sekali. Akan di tatap aneh oleh pihak keamanan serta petugas kebersihan. Mata merek menatap kagum namun pikiran mereka berkata liar. Sungguh aku tidak suka.

Ah, sepertinya aku tahu harus menunggu dimana. Segera aku berjalan santai ke lift khusus petinggi perusahaan. Mengeluarkan kartu akses yang sudah aku siapkan jika dalam keadaan terdesak, dan pagi ini aku sedang terdesak, sangat merindukan pria itu.

Rila tiba di lantai paling atas gedung ini, wajahnya tersenyum melihat pintu besar yang ada di depannya saat lift baru terbuka.

Ruang CEO.

Dengan santai gadis itu masuk ke ruangan tersebut. Ruangan berwana putih dan di isi oleh dekorasi hitam serta gold. Rila melangkah ke meja kerja, menemukan sebuah bingkai berisi potret seorang pria dengan rahang tegas serta anak laki-laki yang diperkirakan berusia 4 tahun.

Memang tampan.

Tidak salah aku menaruh hati padanya. Dilihat dari hasil cetakannya saja sudah bagus begini. Tidak terbayangkan jika kami mencetak bersama, pasti akan lebih maksimal hasilnya.

Rila kembali melihat ke bagian lain ruangan ini, berharap menemukan sesuatu yang penting. Tapi dia tidak menemukan apapun, hanya tumpukan berkas yang sepertinya harus ditandatangani oleh Max. Mata Rila melirik barusan huruf dan angka yang tertera di salah satu berkas.

Bodoh.

Jika sampai Max tetap menandatangani ini, aku pastikan otaknya bermasalah. Rila paham dengan isi berkas tersebut. Sebuah kejanggalan langsung bisa Rila analisis dengan cepat.

Cukup nyaman tapi lebih nyaman kursi di kamarku. Rila baru saja mendudukkan diri di kursi kerja Max. Memejamkan mata sembari memutar musik kesukaannya.

Entah berapa lama dia terpejam sejenak. Namun suara seseorang mengusik ketenangannya.

"Aku rasa kau terlalu lancang masuk ke ruangan ku tanpa izin."

Max, dia baru saja tiba dan wajahnya sangat tidak bersahabat karena menemukan seseorang sudah memasuki ruang kerjanya tanpa izin.

"Pergi dari sini, atau kau ingin diseret oleh pihak keamanan?" lanjut Max terdengar kesal.

Rila mengusap bahunya dengan pelan, gadis itu senyum memandang wajah Max.

"Aku sudah lama menunggumu. Sampai bosan dan kembali mengantuk, tuan." jawabnya penuh kelembutan namun bagi Max sangat menjijikkan.

Max menarik kasar tubuh Rila agar segera bangun dari kursinya.

"Ahh, ternyata suka kekerasan ya." kata Rila masih dengan ketenangannya. Dia tidak marah, yang ada perasaan untuk memiliki Max semakin besar.

"Apa mau mu, nona?" tanya Max menatap tajam wajah Rila. Pria itu memojokkan tubuh Rila ke dinding. Meniti setiap inci wajah gadis ini.

Tanpa ada rasa takut Rila mengalungkan tangannya ke leher Max, sembari berbisik pelan.

"Aku menginginkan mu."

Bisikan itu membuat Max memicingkan mata. "Aku tidak tertarik padamu, nona kecil." balas Max lalu melepaskan paksa tangan Rila dari lehernya.

Rila terkekeh pelan, menarik dasi Max dan mendekatkan tubuhnya pada pria itu.

"Jangan terlalu cepat mengatakan penolakan. Aku takut kau akan menyesal, sayangku."

CUP

Dengan berani Rila mengecup pipi pria ini. Meninggalkan bekas merah dan Rila sangat puas melihatnya.

"Beraninya kauuu... "

"Hustttt... masih pagi gunakan energimu untuk hal yang lebih penting." ujar Rila menempelkan jari telunjuknya pada bibir Max.

"Berkas itu bermasalah, sayang." Rila menunjuk berkas dengan sampul berwana putih. "Aku sarankan gunakan tenagamu untuk mendisiplinkan karyawan saja."

Terpopuler

Comments

Noey Aprilia

Noey Aprilia

Hai kk....
akoh udh mmpir....
ni anknya feli sm alfi y kk???
d tnggu up'ny.....smngtttt....

2024-11-02

1

Ruang Rindu

Ruang Rindu

awal yang menarik/CoolGuy/

2024-11-05

1

author pare

author pare

wah terimakasih yaa sudah mau mampir. sehat selalu ✨

2024-11-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!