NovelToon NovelToon
Satu Cinta Untuk Dua Wanita

Satu Cinta Untuk Dua Wanita

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Poligami / Dikelilingi wanita cantik
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Vebi Gusriyeni

Syena Almira, gadis yang tanpa sengaja dinikahkan dengan seorang pria bernama Fian Aznand yang tidak dia ketahui sama sekali. Berawal dari sebuah fitnah keji yang meruntuhkan harga dirinya dan berakhir dengan pernikahan tak terduga hingga dirinya resmi di talak oleh sang suami dengan usia pernikahan yang kurang dari 24 jam.

"Aku tak akan bertanya pada-Mu Ya Allah mengenai semua ini, karena aku yakin kalau takdir-Mu adalah yang terbaik. Demi Engkau tuhan yang Maha pemberi cinta, tolong berikanlah ketabahan serta keikhlasan dalam hatiku untuk menjalani semua takdir dari-Mu." _ Syena Almira.

"Kenapa harus seperti ini jalan cintaku tuhan? Aku harus menjalani kehidupan dimana dua wanita harus tersakiti dengan kehadiranku? Aku ingin meratukan istriku, tapi kenapa ketidakberdayaan ku malah membuat istriku menderita?" _ Fian Aznand.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menyesal

Selesai makan malam dan shalat isya, Fian mengobati wajah Syena yang dia tampar tadi, wajah itu meninggalkan bekas memar yang sangat jelas, Syena menatap wajah suaminya yang saat ini begitu dekat dengan wajahnya.

Fian sangat menyesal sudah berbuat kasar pada Syena, dia berjanji untuk berubah dan tidak akan berbuat kasar lagi.

"Sudah, kamu tidur ya, besok aku akan mengantarmu ke rumah sakit, sekalian menjemput Azad." Syena mengangguk, sebenarnya Syena sangat ingin meminta Fian untuk ke rumah Naima, karena Fian sudah seminggu ini di rumahnya. Tapi untuk saat ini dia tidak ingin merusak mood suaminya, dia memilih untuk tidur saja.

Fian berjalan ke balkon kamar, dia membakar rokoknya dan mengingat betapa kasar dia pada Naima dan Syena karena cemburu.

"Sialan kau Ayyas, kenapa kau harus masuk dalam kehidupan kedua istriku? Anak-anakku juga sangat suka padamu, aku tidak ingin semua ini berlarut, aku akan membawa Naima dan Syena dari negara ini." Tekad Fian, dia tidak ingin rumah tangganya terusik oleh Ayyas yang dia anggap sebagai ancaman besar dalam hidupnya.

Selesai merokok, dia mendekati Syena, wanita itu sudah terlelap karena lelah. Wajah damai itu diusap oleh Fian, lalu usapannya turun ke arah perut Syena dan mencium perut itu lalu menitikkan air matanya.

"Maafkan aku sayang, aku seharusnya tidak kasar padamu." Fian mengecup singkat bibir Syena lalu berbaring di samping Syena.

Fian teringat dengan Naima, terakhir kali dia juga berbuat kasar pada Naima dengan melemparkan ponsel ke wajah Naima sehingga bibir Naima berdarah.

Fian mengambil ponselnya, dia kembali duduk dan menghubungi Naima, terselip rindu di hati Fian pada istrinya itu.

Beberapa kali di hubungi tapi Naima sama sekali tidak mengangkat panggilannya.

"Sekarang baru jam 9 malam, tidak mungkin Naima sudah tidur." Pikir Fian, dia kembali menghubungi Naima tapi tetap tak ada jawaban dari istrinya itu.

Dengan perasaan gelisah dan cemas, Fian memacu mobil membelah jalanan untuk menemui Naima yang sudah satu minggu ini dia tinggalkan. Sesampainya di rumah, Fian membuka pintu yang mana memang dia memiliki kunci rumah sendiri.

Dia tak melihat siapapun di dalam rumah itu, suara anak-anakpun tidak terdengar, biasanya rumah besar Fian anak heboh karena suara Rayyan dan Sofi.

Fian berlari ke dalam kamarnya, dia masih tidak menemukan Naima dan bergegas ke dalam kamar Rayyan, dia bernafas lega karena memang Naima tidur bersama Rayyan dan Sofi.

Fian memasuki kamar putranya dan mencium wajah Rayyan serta Sofi dengan lembut, agar anak-anaknya tidak terbangun. Lalu dia mengalihkan pandangannya pada Naima, betapa kaget Fian saat melihat wajah Naima penuh dengan luka dan lebam.

"Naima, bangun." Fian menggoyangkan tubuh istrinya namun Naima tidak bergeming sama sekali, se nyenyak apapun Naima tidur, dia dibangunkan, maka dia pasti akan bangun.

Fian menyibakkan selimut yang menutupi tubuh anak dan istrinya, ternyata darah menggenang di atas kasur empuk itu. Darah yang berasal dari tubuh Rayyan, Sofi dan Naima.

Nafas Fian langsung terasa sesak, udara di kamar itu terasa begitu sedikit bagi Fian.

"Tidak mungkin, siapa yang melakukan hal ini pada anak dan istriku?" Jerit Fian melihat mayat Naima dan anak-anaknya.

"NAIMAA." Teriak Fian, Syena yang tidur di sampingnya langsung terbangun karena mendengar teriakan Fian yang menggema di dalam kamar itu.

"Fian, kamu kenapa?" Tanya Syena yang baru saja bangun, dia memberikan air minum pada Fian, Fian menghabiskan air itu lalu menghapus keringat yang membanjiri wajah tampannya.

Nafas Fian tersengal mengingat mimpi yang mengerikan tadi.

"Syena, aku harus pulang, aku merindukan istriku." Fian tampak seperti orang linglung, Syena menahan Fian.

"Tenang dulu Fian, jalan berkendara dalam keadaan seperti ini, kamu harus tenang dulu."

Fian mengatur nafasnya dan mengusap kasar wajahnya itu, dia tidak ingin terjadi apa-apa pada Naima dan anak-anak.

"Syena, aku sangat merindukan Naima dan anak-anakku, aku ingin pulang Syena." Ujar Fian setelah merasa tenang, entah kenapa, Syena begitu sakit dan cemburu mendengar Fian merindukan wanita lain selain dirinya, tapi dia harus menerima semua itu karena Fian memiliki istri lain selain dirinya.

"Kalau kamu sudah lebih tenang, pulanglah, Naima dan anak-anakmu mungkin sangat merindukan kamu Fian." Syena tersenyum, mendengar perkataan yang lembut dari Syena membuat Fian ikut tersenyum.

"Kamu jaga diri baik-baik ya, aku pulang dulu." Syena mengangguk dan mengantarkan suaminya keluar rumah.

Syena menatap kepergian Fian dengan nanar, dia memegang dadanya yang terasa begitu sesak, cemburu, mungkin itulah yang terjadi padanya saat ini.

"Aku tidak boleh egois, Naima juga membutuhkan Fian, Ya Allah, kuatkan aku."

***

Fian berlari memasuki rumahnya, dia langsung menaiki tangga menuju kamar dia dan Naima, namun saat di tangga, langkah Fian terhenti mendengar suara istrinya.

"Fian, kamu pulang." Fian membalikkan tubuhnya dan tersenyum ke arah Naima yang baru saja dari dapur.

Fian langsung menghambur dalam pelukan istrinya, dia mengecup dan menciumi wajah istrinya berkali-kali.

"Maafkan aku sayang, maafkan aku, aku sudah meninggalkanmu begitu saja." Sesal Fian pada istrinya.

"Aku yang minta maaf, karena aku kamu marah dan pergi, aku sudah durhaka menjadi istrimu Fian."

"Tidak Naima, kamu tidak durhaka, aku yang berlebihan, tolong maafkan aku." Fian kembali memeluk Naima, wanita itu memejamkan matanya dan tersenyum, dia sangat bahagia saat suaminya kembali ke rumah.

"Kamu sudah makan? Aku baru saja memasak makanan." Fian melepaskan pelukannya dari Naima dan menatap istrinya.

"Masak? Ngapain kamu masak tengah malam begini sayang?"

"Aku mau makan sahur, besok kan hari Senin, aku puasa." Fian mengangguk, memang selama ini Naima selalu puasa sunnah setiap hari senin dan kamis. Fian melihat jam yang saat ini menunjukkan pukul 3 pagi.

"Aku juga ingin puasa besok, ayo kita makan." Fian memeluk pinggang Naima dan berjalan ke dapur.

Naima menghidangkan makanan di meja makan, semua itu adalah makanan kesukaan Fian, Fian semakin merasa bersalah pada Naima karena sudah keterlaluan pada istrinya itu.

"Kenapa kamu memasak makanan kesukaanku?"

"Aku sangat merindukanmu, makanya aku memasaknya dan ternyata Allah menggerakkan hatimu untuk pulang dan lihatlah, kita sekarang makan bersama."

"Kemari lah." Naima mendekati Fian dan duduk di pangkuan suaminya. Fian mengumpulkan rambut panjang Naima ke bahu sebelah kiri lalu menempatkan dagunya di bahu Naima sebelah kanan.

"Apa kamu sangat mencintaiku Naima?" Bisik Fian.

"Sangat, aku sangat mencintaimu Fian, tidak ada pria lain yang aku cintai selain dirimu." Fian memejamkan matanya, begitu brengsek dia karena mencintai dua wanita sekaligus dan tega menduakan Naima.

"Aku merindukanmu Naima, tolong jangan tinggalkan aku."

"Kenapa aku harus meninggalkanmu? Kamu ayah dari anak-anakku, aku tidak akan pernah meninggalkanmu Fian." Perkataan Naima terdengar begitu tulus. Fian tak mampu lagi membalas perkataan Naima, dia hanya bisa memejamkan mata dan memeluk erat istri yang sudah dia sakiti itu.

"Nanti keburu subuh, ayo makan." Fian melepaskan pelukannya di tubuh Naima.

"Aku bangunkan Rayyan dulu ya, dia juga ingin ikut puasa besok."

"Dia masih terlalu kecil untuk puasa."

"Tidak apa sayang, kalau mau melatihnya ya dari sekarang."

"Ya sudah." Naima berjalan menuju kamar putra sulungnya dan membangunkan Rayyan.

Mereka bertiga kini duduk di meja makan dan menyantap makanan yang telah Naima sajikan. Rayyan sedari tadi tak mengeluarkan suara sama sekali, dia terlihat marah pada Fian. Selesai makan, Rayyan langsung saja memasuki kamarnya tanpa pamit pada Fian dan Naima.

"Rayyan, kenapa pergi begitu saja nak? Nggak sopan begitu." Tegur Naima.

"Rayyan benci papa, Rayyan nggak mau dekat-dekat sama papa, papa jahat."

Naima ingin menegur Rayyan namun ditahan oleh Fian, dia menyusul Rayyan ke kamar sedangkan Naima membereskan piring di meja makan lalu mencucinya sehingga semua bersih.

***

"Rayyan, papa minta maaf ya nak, papa salah, papa sudah meninggalkan kamu, adik dan juga ummi."

Rayyan hanya membelakangi Fian, mereka duduk di atas kasur, Rayyan masih tidak ingin melihat wajah papanya.

"Kalau Rayyan seperti ini terus, papa akan pergi lagi ya, kalau anak papa tidak mau melihat papa, untuk apa papa di rumah ini." Hati Rayyan langsung melunak, dia tidak ingin jika Fian pergi lagi, dia langsung menghambur dalam pelukan Fian.

"Kenapa papa lama sekali perginya? Aku kangen sama papa." Tangis Rayyan dalam pelukan Fian.

"Maafin papa ya, papa janji, papa nggak akan ninggalin Rayyan dan ummi lagi." Rayyan terisak.

"Ummi sering menangis pa, Rayyan nggak tega lihat ummi menangis terus karena kangen sama papa, bahkan ummi sempat demam tinggi setelah papa pergi, aku harus mengurus Sofi sendiri karena papa nggak ada, kenapa papa jahat sama ummi?" Fian menangkup wajah putranya.

"Ummi sakit?" Tanya Fian yang dibalas anggukan oleh Rayyan.

"Sekarangpun ummi belum sehat pa."

"Apa ummi sudah minta obat?"

"Belum pa, ummi tidak mau minta obat, setiap malam ummi selalu memeluk baju papa dan menangis, ummi bilang kalau obat untuk ummi hanya pelukan papa." Fian kembali merangkul anaknya itu dalam pelukannya, dia tidak menyangka kalau Naima sesakit itu ditinggalkan olehnya.

"Jahat sekali aku, selama satu minggu ini aku selalu bersenang-senang dengan Azad dan Syena sedangkan Naima, Rayyan dan Sofi menderita, memang benar, aku ini seorang bajingan." Fian merutuki dirinya sendiri.

Dia menemani Rayyan hingga tertidur, lalu dia kembali ke dalam kamarnya bersama dengan Naima, benar saja, istrinya itu sedang rebahan karena merasa pusing di kepalanya.

Fian mendekati Naima dan memeluk istrinya itu dari belakang, Naima sangat nyaman dengan pelukan suaminya itu.

"Aku merindukanmu Fian." Ujar Naima sambil memeluk lengan kokoh Fian.

"Besok kita minta obat ya, aku nggak mau kalau kamu sakit."

"Rayyan cerita banyak padamu?"

"Yah, cerita sesuatu yang tidak akan kamu ceritakan." Naima terkekeh.

***

1
dedeh kurniasih
betapa hati seorang wanita tersakiti tapi masih bisa mengatakan rasa cinta ke suami nya dunia ini tak sesempit pikiran mu syena
dedeh kurniasih
Kecewa
dedeh kurniasih
Buruk
dedeh kurniasih
saya seneng membaca nya dan alur ceritanya baik dan lembut
dedeh kurniasih
bismillahirrahmanirrahim masyaa Alloh terharu membaca cerita nya dan sedih
Vebi Gusriyeni: MasyaAllah terima kasih atas dukungannya kakak 💗
total 1 replies
Cevineine
Lanjut Thorr👍👍
Vebi Gusriyeni: iya 😊
Cevineine: Okeeey, mampir juga ya ke lapak akuuu❤️ salam kenal
total 5 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!