Dipinang adiknya, tapi dinikahi kakaknya. Loh!! Kok bisa? Terdengar konyol, tapi hal tersebut benar-benar terjadi pada Alisya Mahira. Gadis cantik berusia 22 tahun itu harus menelan pil pahit lantaran Abimanyu ~ calon suaminya jadi pengecut dan menghilang tepat di hari pernikahan.
Sebenarnya Alisya ikhlas, terlahir sebagai yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan tidak dapat membuatnya berharap lebih. Dia yang sadar siapa dirinya menyimpulkan jika Abimanyu memang hanya bercanda. Siapa sangka, di saat Alisya pasrah, Hudzaifah yang merupakan calon kakak iparnya justru menawarkan diri untuk menggantikan Abimanyu yang mendadak pergi.
*****
"Hanya sementara dan ini demi nama baikmu juga keluargaku. Setelah Abimanyu kembali, kamu bisa pergi jika mau, Alisya." ~ Hudzaifah Malik Abraham.
Follow ig : desh_puspita
******
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20 - Kurang Dewasa?
"Bukan belum, tapi sepertinya anak manja kita ini harus didorong setiap hari agar bisa bersikap layaknya suami."
Seolah tidak ada habisnya, hingga detik ini Hudzai masih menjadi bahan olokan keluarga besarnya. Tidak hanya di belakang, tapi secara terang-terangan di depan.
Awalnya Hudzai tidak terlalu memusingkan hal itu. Akan tetapi, anggapan mereka yang mengatakan bahwa dirinya anak manja dan juga cupu terus melekat dan membuat jiwanya mulai resah.
Hanya karena itu, Om Sean sampai mengatakan keraguan bahwa dia akan mampu bersikap layaknya seorang suami. Sikap dalam hal ini sudah pasti dapat Hudzai pahami, dia cukup pandai dan sudah dewasa untuk mengerti.
"Huft ... aku harus bagaimana lagi memangnya? Apa begini masih kurang dewasa?"
Selama ini anggapan orang-orang padanya seakan tidak jadi masalah. Akan tetapi, terkhusus perbincangan tadi siang benar-benar mengusik pikiran rasanya.
Hudzai sudah berusaha untuk menganggap hal itu sebagai candaan belaka. Akan tetapi, semakin dia berusaha semakin resah dan kesal saja.
Kata-kata semacam itu seolah membuat jiwanya bergelora, tertantang dan ingin dia buktikan. Ternyata berani maju dengan menikahi Alisya tidak membuatnya dianggap sebagai laki-laki, cara mereka memandang Hudzai masih sama seperti yang sudah-sudah.
Dalam diam, Hudzai masih menatap bayangannya di cermin. Butiran air yang berada di permukaan kulit Hudzai seolah menjadi saksi bagaimana perasaan pria itu.
Tidak ada yang salah dengan tubuh Hudzai, nyaris sempurna. Terlebih lagi, sejak dua tahun pasca dia mengalami kecelakaan tragis yang hampir merenggut nyawanya itu, Hudzai begitu peduli tentang kesehatannya.
Tidak hanya bagian dalam, tapi tampilan luar juga demikian. Tidak salah jika Haura sampai sebegitu kagum dan bangga tentang kakaknya yang satu ini, karena nyata memang sangat sempurna.
Bahkan, salah-satu alasan kenapa Haura belum juga memiliki kekasih karena standarnya sangat tinggi, yaitu kurang lebih seperti Hudzai. Anehnya, walau Hudzai sudah begitu tapi di mata beberapa orang tetap saja, dia dianggap bukan pria seutuhnya.
Cukup lama Hudzai berdiam diri, merenung dimana letak salahnya. Di tengah kegiatan Hudzai, pintu kamar mandi diketuk beberapa kali hingga pria itu terpaksa beranjak keluar.
Beruntungnya memang sudah pakai handuk, jadi tidak terlalu gelagapan manakala Alisya mendesaknya untuk segera keluar.
"Aa' ngapain? Kenapa lama banget mandinya?" selidik Alisya dengan dahi yang kini berkerut karena memang sang suami lama sekali.
Hampir satu jam di kamar mandi, entah apa yang dilakukan. Alisya yang khawatir sang suami kenapa-kenapa dengan sangat terpaksa mengusik kegiatannya.
"Kamu mau mandi?" Tidak segera menjawab, Hudzai justru balik bertanya yang kemudian Alisya angguki.
"Iya, A', baru berasa gerahnya."
Pria itu tersenyum tipis, cara Alisya menjawab yang begitu terdengar lucu dan terkesan manja di telinga Hudzai sebenarnya.
Tak segera memberikan akses untuk Alisya meneruskan langkahnya, Hudzai masih terus memerhatikan sang istri yang terlihat canggung di sana.
"A' ...."
"Iya, kenapa, Sya?" tanya Hudzai masih tetap berdiri di tempat semula, entah kapan dia akan berpindah.
Padahal, Alisya sudah menunggu sejak tadi, tapi hendak memintanya berpindah sungkan juga.
"Ehm boleh keluar sekarang tidak? Neng mau masuk soalnya," ucap Alisya setelah berusaha memberanikan diri.
Hudzai yang mendengar sontak maju. "Boleh-boleh ... lewatlah."
Hudzai gelagapan, gugup juga sebenarnya. Tidak hanya sebentar, tapi cukup lama karena hingga pintu kamar mandi tertutup, jantung Hudzai masih terus berdegub tak karu-karuan.
Tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, tapi kini Hudzai mengusap wajahnya berkali. Pria itu mendudukan tubuhnya di tepian tempat tidur, tapi satu bagian penting dari dalam dirinya justru egois dan masih terus berdiri.
"Astaghfirullah ... apa yang kau pikirkan, Hudzai," ucapnya sembari berusaha mengatur napas.
Tidak sedang bercanda, Hudzai tengah mengalami sesuatu yang memang kerap menjadi penyakit kaum Adam. Mendadak on dalam situasi yang tidak terduga, dan untuk kasusnya kali ini sudah bisa dipastikan terjadi lantaran Alisya secara terang-terangan membuka hijab.
Baru hijab, sementara yang lain masih melekat sempurna di tubuh sang istri. Tadi pagi dia memang sempat melihat yang tak kalah menandang, saat dimana Alisya hanya menggunakan bathrobe dan rambutnya dibalut handuk kecil.
Akan tetapi, Hudzai tidak sampai begini. Entah kenapa sore ini mendadak dia menggila sampai harus melakukan olahraga ringan demi membuat aliran darah ke bagian sana lancar dan perhatiannya teralih demi membuat drama konyol ini segera terhenti.
"Kumohon jangan membuatku malu!! Kalau dia sampai lihat mau taruh dimana mukaku?"
.
.
Niat hati tidak ingin Alisya melihatnya dalam keadaan on-fire lantaran malu, Hudzai rela mencari keringat padahal sudah mandi. Semua dia lakukan benar-benar karena terpaksa, jika saja tidak sedang berada di kediaman Om Sean, bisa dipastikan Hudzai akan berlari keluar.
Akan tetapi, berhubung saat ini justru lebih berbahaya andai dia berlari keluar, Hudzai mencari jalan pintas saja. Siapa sangka, di tengah usahanya, Alisya yang sejak tadi dia takuti sudah berdiri di sisinya.
"Aa' ngapain?"
Gleg
Mata Hudzai membulat sempurna, dunianya seketika terhenti manakala mendengar suara lembut Alisya. Sembari menoleh, Alisya perlahan berdiri dan menutupi bagian intinya dengan kedua telapak tangan.
"Sya? Su-sudah mandinya?"
"Ehm, sudah," jawab Alisya sembari mengangguk pelan.
Rambutnya yang tadi tergerai kini sudah terbalut handuk kecil. Sungguh Hudzai tak habis pikir, kenapa bisa perempuan mandi secepat itu.
"Cepet juga kamu mandinya."
"Justru tidak baik lama-lama di kamar mandi A'."
"Ha-ha-ha iya, aku lupa," sahut Hudzai dengan tawa yang dibuat-buat.
Alisya mengulas senyum hangat, tanpa melanjutkan pertanyaan yang tadi karena telanjur lupa, Alisya memilih menyiapkan pakaian untuk sang suami.
Pakaian Hudzai memang hanya ada beberapa, karena rencana ke Bandung tidak lama. Walau demikian, Alisya sudah menatanya di lemari yang sama.
"Bajunya ada dua, Aa' mau pakai yang pendek atau panjang malam ini?" tanya Alisya memberikan pilihan, karena dia belum tahu Hudzai sukanya apa.
Akan tetapi, alih-alih menjawab Hudzai masih terus memandangnya dengan tatapan tak terbaca. Tatapan penuh damba dan bisa dipastikan membuat Alisya berdesir seketika.
"A' Hudzai?"
"Hem?" Hudzai mengikis jarak, responnya juga sudah terdengar aneh di telinga Alisya, sungguh.
Semakin lama, jarak keduanya kian dekat dan kini hanya terpisah beberapa senti saja. Alisya tidak mengerti apa yang Hudzai inginkan, terlebih lagi tatkala pria itu tiba-tiba meraih pinggangnya demi menarik Alisya dalam pelukan.
"Aa'?" Dalam keadaan panik, jelas hanya itu kata-kata yang bisa Alisya lontarkan, tidak ada lainnya.
Tanpa menjawab, Hudzai terus menatap sang istri sebegitu lekatnya, inci demi inci hingga berakhir tepat di bibir ranum sang istri.
"Aa' ... jangan bikin takut, Aa' mau ap_"
Cup
"⊙_⊙"
.
.
- To Be Continued -