~ Dinar tak menyangka jika di usianya yang baru tujuh belas tahun harus di hadapkan dengan masalah rumit hidupnya. Masalah yang membuatnya masuk ke dalam sebuah keluarga berkuasa, dan menikahi pria arogan yang usianya jauh lebih dewasa darinya. Akankah dia bertahan? Atau menyerah pada takdirnya?
~ Baratha terpaksa menuruti permintaan sang kakek untuk menikahi gadis belia yang pernah menghabiskan satu malam bersama adiknya. Kebenciannya bertambah ketika mengetahui jika gadis itu adalah penyebab adik laki lakinya meregang nyawa. Akankah sang waktu akan merubah segalanya? Ataukah kebenciannya akan terus menguasai hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lindra Ifana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
Dinar gelisah tak bisa tidur. Selain karena sedikit tak nyaman tidur di sofa sempit, ia juga tak bisa membayangkan apa yang terjadi saat suaminya pulang nanti. Malam ini adalah malam pertama mereka sebagai suami istri. Walau ia yakin Bara tak akan mau menyentuhnya tapi tetap saja ia tak bisa mengontrol degup jantungnya yang terus saja bertalu kencang.
"Jam dua pagi. Ya Tuhan kenapa mata ini tidak mau terpejam..." cicit Dinar menurunkan selimut sebatas leher. Nafasnya sesak karena sedari tidur tadi ia menutup seluruh tubuhnya hingga ujung kepala, karena tak berharap melihat kedatangan suami monsternya.
Ibu mertuanya mengatakan jika besok pagi dia akan pergi ke salah satu universitas bergengsi di ibukota untuk mengurus pendaftaran sekaligus melihat secara langsung lingkungan kampusnya.
Rasanya senang seperti mendapat sebuah jackpot karena setidaknya ia tidak akan terpaku dirumah selama dua puluh empat jam menghadapi suami arogannya. Dan dia pun dapat meraih semua impiannya.
Tak terasa semakin lama matanya terpejam juga, hingga matanya terbuka karena sayup terdengar suara ketukan di pintunya. Dinar langsung bangun kalang kabut karena menyadari jika hari sudah siang.
"Ibu, sepertinya aku kesiangan!" ujar Dinar ketika membuka pintu dan melihat Wening ada di depan pintunya.
"Hei jangan lari lari sayang, tidak apa apa waktu masih panjang! Kau hanya akan melihat tempatnya karena semua sudah ada yang mengurus!" seru Wening geleng geleng kepala ketika melihat Dinar berlarian menuju kamar mandi. Dia tahu menantu cantiknya terlalu bersemangat datang ke universitas barunya.
Selesai membersihkan diri dan bersiap diri Dinar segera turun untuk sarapan, Wening dan Malik terlihat sudah menunggunya di meja makan.
"Lain kali jangan lari lari ditangga, itu sangat berbahaya. Kau mirip sekali Krisna, setiap pagi dia akan selalu berlari dari atas untuk pergi sarapan," ujar Malik yang membuat dua wanita di depannya saling menatap.
"Iya Kek maaf. Apa setelah saya pergi ke kampus saya boleh pulang kerumah sebentar? Saya ingin bertemu dengan bapak dan ibu...."
"Boleh, tapi tidak untuk menginap karena untuk hal itu kau butuh ijin dari suamimu," sahut Malik seperti sedang mencari seseorang." Mana dia?" sambungnya karena Bara tak juga terlihat menyusul untuk sarapan bersama.
Dinar menggelengkan kepalanya dengan kepala tertunduk, saat ini pasti Malik mengira dirinya bukan istri yang baik karena bahkan tak tahu keberadaan suaminya.
"Tuan Muda ada di daerah Xx untuk melihat rumah sewa. Selamat pagi semua!"
"Anom...selamat pagi, kau sudah pilihkan kampusnya bukan? Untuk jurusan kau bisa bertanya langsung pada menantuku. Ayo sarapan dulu," ujar Wening menuang susu ke dalam gelas dan diletakkan di depan putra angkatnya.
Dinar melihat kedatangan seorang pria muda yang datang dari arah pintu samping. Pria bernama Anom itu mengangguk pelan padanya sebelum duduk bersama di meja makan.
"O iya Din, dia Anom Wijaya. Sekarang dia sudah menjadi saudaramu, dia yang akan mengurus semua hal di kampus barumu nanti karena suamimu sama sekali belum mengenal ibukota."
"Hai Anom, aku Dinar Paramita. Maaf jika hari ini aku akan membuatmu repot."
"Jangan sungkan Nyonya Muda, itu sudah menjadi tugas saya," jawab Anom hanya melihat sekilas gadis yang baru saja menyapanya. Selanjutnya pria itu makan dengan tenang.
Dinar menghela nafasnya, ternyata semua pria Wirabumi mempunyai watak yang tak jauh dari suaminya. Bahkan dia tak melihat ekspresi apapun di wajah Anom ketika berbicara dengannya. Jangankan senyum, bicara pun sangat irit.
Dan akhirnya mereka berangkat dengan menaiki mobil yang sama. Jika sang supir dan Anom duduk di jok depan maka dia duduk sendirian di jok belakang. Dan itu akan lebih nyaman karena ia merasa Anom bukanlah teman bicara yang baik.
Dinar memicingkan matanya ketika mereka sampai disebuah toko ponsel, bukan di kampus seperti yang di bicarakan Wening pagi tadi.
"Nyonya Wening ingin anda memilih ponsel dan satu atau dua laptop yang nantinya akan berguna untuk tugas tugas kuliah anda."
"Ehhh...tapi aku sudah punya ponsel, waktu itu tertinggal di mobil. Mungkin ibu masih menyimpannya, masih bagus kok...sayang kalau harus beli lagi. Nanti sepulang dari kampus ibu bilang aku boleh pulang sebentar."
"Terserah anda Nyonya...."
Dan mungkin karena terburu buru setelah turun dari mobil Dinar tersandung kakinya sendiri hingga jatuh di lantai area parkir toko. Lutut gadis itu berdarah dan rasanya sedikit perih.
Dinar langsung berdiri dan kembali duduk di jok mobil dengan kaki yang masih terjulur di lantai parkir. Tadi dia sudah mencoba berjalan tapi kakinya terasa nyeri sekali.
"Ckk ceroboh...,"
Entah dari mana asalnya tapi saat ini ditangan Anom sudah memegang sebuah kotak kecil berisi cairan antiseptik dan perban. Dengan cepat pria muda itu membersihkan dan membalut luka, tak peduli ketika melihat Dinar yang kadang meringis kesakitan.
"Maaf jika sudah merepotkanmu," ujar Dinar ketika Anom sudah selesai merawat lukanya.
"Sepertinya saya harus terbiasa dengan itu."
tidak pernah membuat tokoh wanitanya walaupun susah tp lemah malahan tegas dan berwibawa... 👍👍👍👍
💪💪