Naidim, Widy dan Grady adalah teman dekat sejak berada di bangku SMP dan SMA. Mereka memiliki banyak kesamaan dan selalu ada satu sama lain. Namun, saat memilih jurusan kuliah, mereka mengambil jalan yang berbeda. Widy memilih jurusan teknik, sedangkan Naidim lebih tertarik pada bidang pendidikan keolahragaan. Perbedaan minat dan lingkungan membuat hubungan mereka renggang. Widy yang selama ini diam-diam menyukai Naidim merasa sangat kehilangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Widyel Edles, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pilihan Yang Terbaik
Naidim melangkahkan kaki perlahan menuju perpustakaan sekolah. Ruangan itu terasa sunyi dan sejuk, menjadi pelarian yang sempurna dari hiruk pikuk pikirannya. Ia memilih sudut yang paling jauh dari pintu masuk, di mana cahaya matahari tidak langsung menyinari mejanya. Di sana, Naidim membuka buku tebal tentang astronomi, berharap bisa mengalihkan perhatiannya pada keajaiban alam semesta. Namun, betapapun kerasnya ia mencoba fokus, wajah Widy terus muncul dalam benaknya.
Hari demi hari berlalu, Naidim semakin merasa kesepian. Ia merindukan obrolan ringan dengan Widy, canda tawa mereka, dan semangat belajar yang selalu mereka bagikan. Namun, harga dirinya masih membuatnya enggan untuk meminta maaf.
Suatu sore, saat Naidim sedang duduk termenung di taman belakang asrama, ia melihat Widy berjalan sendirian. Hati Naidim bergemuruh. Ini adalah kesempatannya untuk memperbaiki semuanya. Dengan hati yang berdebar, Naidim menghampiri Widy."Widy," sapa Naidim pelan.
Widy terkejut melihat Naidim. Ia berhenti sejenak, kemudian menatap Naidim dengan tatapan yang sulit dibaca. "Nadim," jawabnya singkat.
"Aku... aku ingin minta maaf," ucap Naidim gugup. "Aku tahu aku salah. Aku nggak seharusnya begitu."
Widy terdiam sejenak. Kemudian, ia tersenyum tipis. "Aku juga punya salah, Nadim. Kita sama-sama keras kepala."
Mereka berdua terdiam, memandang satu sama lain. Akhirnya, Naidim memecahkan keheningan.
"Kita bisa jadi teman lagi, kan?"
Widy mengangguk. "Tentu saja."
Widy berjanji pada Naidim tidak akan terlibat dalam urusan lain yang melibatkan Aleyra karena itu akan semakin membuat persahabatan mereka terputus.
Widy berusaha sekuat tenaga untuk menepati janjinya. Ia menghindari topik-topik yang berkaitan dengan Aleyra dan berusaha untuk bersikap netral. Setiap kali melihat Naidim berjalan bersama Aleyra dia berusaha sekuat tenaga untuk bertindak netral sebagaimana mestinya.
Widy berhasil menahan diri selama beberapa minggu. Namun, semakin lama ia berusaha untuk menjauhkan diri dari masalah tersebut, semakin dalam ia merasa tertekan. Ia merindukan persahabatannya dengan Naidim seperti dulu, tanpa ada dinding yang menghalangi.
Suatu hari, secara tidak sengaja Widy mendengar percakapan antara Naidim dan Aleyra. Terdengar nada tinggi dalam percakapan mereka, dan Widy merasa gelisah. Ia ingin sekali menengahi, namun ingat janjinya pada Naidim.
Widy berdiri di sana, hatinya bergemuruh. Ia merasa seperti berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ia ingin menepati janjinya pada Naidim dan menjaga jarak dari masalah mereka. Di sisi lain, ia tidak bisa tinggal diam melihat sahabatnya terluka.
Pikirannya berkecamuk. Jika ia ikut campur, kemungkinan besar persahabatannya dengan Naidim akan benar-benar hancur. Namun, jika ia tidak melakukan apa-apa, kemungkinan persahabatan mereka tetap berlangsung.
Widy menghela napas panjang, berusaha menenangkan detak jantungnya yang tak beraturan. Ia menatap langit, mencari jawaban yang tak kunjung datang. Akhirnya, dengan berat hati, ia memutuskan untuk memilih persahabatannya dengan Naidim dan Grady.
"Aku harus percaya pada mereka," gumam Widy pada dirinya sendiri. Ia yakin bahwa Naidim dan Aleyra pasti memiliki alasan tersendiri atas apa yang terjadi. Mungkin ada kesalahpahaman yang bisa diselesaikan dengan baik.
Beberapa hari berlalu, Widy semakin terbiasa untuk tidak terlibat dalam apapun mengenai Aleyra. Hatinya merasa tenang akan hal itu. Suatu hari, secara tidak sengaja Widy bertemu Aleyra di perpustakaan sekolah. Jantungnya berdegup kencang, namun ia berusaha untuk bersikap biasa saja. Mereka saling melempar senyum tipis, namun tak ada kata-kata yang terucap. Suasana menjadi canggung, dan Widy memilih untuk segera pergi dari tempat itu.
Namun mencoba menghindar atas kejadian yang menghampiri bukan berarti itu pilihan yang terbaik. Ketika kita berani menghadapinya, kita akan menemukan kekuatan dalam diri yang bahkan tidak pernah kita sangka sebelumnya. Tantangan adalah peluang untuk tumbuh dan belajar, dan dengan dukungan orang-orang di sekitar kita, kita pasti bisa melewati semuanya.
Pagi ini, gedung sekolah riuh rendah dengan suara siswa yang berbincang dan tertawa. Widy berjalan dengan langkah ragu menuju aula, tempat pembagian raport akan berlangsung. Matanya terus mencari sosok Naidim, sahabatnya. Ketika akhirnya menemukan Naidim, jantungnya berdegup kencang. Bukan hanya karena gugup menunggu hasil raportnya, tapi juga karena Naidim sedang berdiri di samping Aleyra, pacarnya.Widy terkejut karena Hoodie pemberian Naidimyang dipakainya sama dengan Hoodie yang dipakai oleh Aleyra.
Widy berusaha mengabaikan perasaan tidak nyamannya. Ia berusaha meyakinkan diri bahwa ini hanya kebetulan.
Widy berusaha tersenyum canggih saat mendekati Naidim dan Aleyra. "Hai, Dim. Kelihatannya kalian sudah siap ya untuk pembagian raport." Suaranya terdengar lebih ceria dari yang sebenarnya ia rasakan.
Naidim dan Aleyra membalas sapaannya dengan senyum tipis. "Iya, Wid. Kamu sendiri gimana? Udah siap?" tanya Naidim.
"Siap-siap aja lah. Cuma deg-degan aja gitu," jawab Widy sambil memainkan ujung hoodie-nya.
Saat mereka bertiga berjalan menuju aula, Widy tidak bisa mengalihkan pandangannya dari hoodie yang mereka kenakan. Hoodie berwarna biru dengan gambar bintang kecil di bagian depan itu terlihat sangat mirip. Bahkan, jahitan dan tag mereknya pun sama persis.
"Wid, hoodie kamu lucu banget. Samaan sama aku," ujar Aleyra sambil tertawa kecil.
Widy hanya mengangguk kecil. Ia semakin yakin bahwa ini bukan kebetulan. Mungkin saja Naidim yang sengaja membelikan hoodie yang sama untuknya dan Aleyra. Atau, jangan-jangan...
Pikiran buruk mulai memenuhi benak Widy. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Naidim
Saat tiba di aula, Widy berusaha untuk bersikap biasa saja. Ia berusaha untuk tidak menunjukkan rasa gelisahnya. Namun, setiap kali matanya bertemu dengan tatapan Naidim, jantungnya berdebar kencang.
Setelah acara selesai, Widy memberanikan diri untuk mengajak Naidim berbicara berdua.
"Dim, kita bicara sebentar?" tanya Widy dengan suara pelan.
Naidim mengangguk. Mereka berjalan menjauh dari kerumunan.
"Aku ingin tahu tentang hoodie kita. Kenapa bisa sama persis?" tanya Widy, berusaha agar suaranya terdengar tenang.
Naidim tersenyum.
"Aku memang sengaja membelinya. Aku pikir kalian berdua pasti akan suka."
Widy menatap Naidim dengan penuh tanya.
"Kenapa harus membeli Hoodie yang sama?"
Naidim menghela napas.
"Aku... aku nggak tahu harus gimana lagi. Aku sayang sama kalian berdua. Kau adalah sahabat terbaikku dan Aleyra pacarku"
Widy terdiam. Ia tidak menyangka bahwa Naidim akan mengatakan hal seperti itu.
"Aku nggak bisa milih di antara kalian berdua. Kalian sama-sama berharga bagiku," lanjut Naidim.
Widy semakin bingung. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi, ia senang karena Naidim jujur padanya. Namun, di sisi lain, ia merasa sakit hati.
Widy mengambil napas dalam-dalam. Ia sadar bahwa perasaannya saat ini rumit. Di satu sisi, ia ingin sekali memiliki Naidim untuk dirinya sendiri. Namun, di sisi lain, ia juga tidak ingin kehilangan persahabatannya dengan Naidim dan memiliki masalah lagi dengan Aleyra. Mereka sudah berteman lama dan memiliki banyak kenangan bersama.
Akhirnya, Widy memutuskan untuk menjaga persahabatannya dengan Naidim dan pertemanannya dengan Aleyra. Ia berusaha untuk tidak terlalu memikirkan perasaan cintanya pada Naidim. Ia mencoba untuk fokus pada hal-hal positif dalam hidupnya, seperti sekolah, hobi, dan persahabatannya.
Namun, setiap kali melihat Naidim dan Aleyra bersama, hati Widy tetap saja terasa sakit. Ia seringkali merasa iri dan cemburu. Meskipun begitu, ia berusaha untuk menyembunyikan perasaannya itu.
jika berkenan mampir juga dikarya baruku trimakasih😊