Amora Kiyoko, seorang gadis yatim piatu yang lembut hati, menjalani hidup penuh cobaan. Ia tinggal bersama bibinya, Tessa, dan sepupunya, Keyla, yang memperlakukannya dengan kejam.
Di tempat lain, Arhan Saskara, CEO muda PT Saskara Group, tengah menghadapi masalah di perusahaannya. Sikapnya yang dingin dan tegas membuat semua orang segan, kecuali sahabatnya, Galang Frederick.
Hari itu, ia ada pertemuan penting di sebuah restoran, tempat di mana Amora baru saja bekerja sebagai pelayan.
Namun, saat hendak menyajikan kopi untuk Arhan, Amora tanpa sengaja menumpahkannya ke tangan pria itu. Arhan meringis menahan sakit, sementara Galang memarahi Amora, "Kau ini bisa kerja atau tidak?!"
Penasaran kelanjutan cerita nya, yuk ikuti terus kisahnya, beri dukungan dan votenya🙏🏻😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Up 35
Kinanti berkata dengan dingin, "Minum, Amora."
"Tidak, aku nggak mau!" Amora berusaha melawan.
Rara mendesis, "Kinanti, pegang dia!"
Mereka berdua memaksa Amora untuk meminum teh, padahal Amora sangat alergi terhadap teh. Begitu banyak meneguk teh, tiba-tiba kepala Amora terasa pusing, dadanya sesak, dan perutnya sakit luar biasa.
"Aaaakkkkkhhhh! Sakitttt, Tante tolong!" jerit Amora.
Rara tertawa kejam. "Hahahaha, ini baru awal, Amora. Kalau kamu nggak mau meninggalkan Arhan, kami akan berbuat lebih buruk."
Tiba-tiba, pintu terbuka dengan keras. Arhan berdiri di sana dengan tatapan tajam, membuat mereka berdua terkejut.
"Arhan, tega kamu sama mama!" teriak Rara.
Amora menjerit kesakitan. "Kak... Tolong... Sa...kitttt..."
Arhan berlari mendekat. "Sayang, bertahan. Aku mohon."
Amora menahan rasa sakit yang luar biasa, lalu jatuh pingsan.
"Arhan...!" Adara berbisik pelan, sebelum kesadarannya hilang. Darah segar keluar dari tubuhnya membuat Arhan semakin panik.
"Ara... Ara, bangun, sayang..." Arhan memegang tubuh Amora yang pucat. "Hey... D... Darah!"
Arhan berteriak dengan panik. "Sayang, aku mohon bertahanlah."
°°Rumah Sakit°°
Di rumah sakit, Vio segera menangani Amora.
"Vio, Amora nggak apa-apa kan? Anak aku juga nggak apa-apa kan?" tanya Arhan khawatir.
Vio mencoba menenangkan Arhan. "Amora sudah melewati masa kritisnya Han.. tapi..."
"Tapi apa, Vio?" Arhan semakin cemas.
Vio menarik napas. "Amora keguguran."
"Tidak mungkin! Vio, katakan kalau ini bohong!" teriak Arhan.
Vio menunduk dengan hati-hati. "Maaf, Han. Kandungan Amora masih sangat muda. Aku harap jangan kasih tahu dia dulu, aku takut dia shock."
Arhan menatap Vio dengan tatapan kosong. "Hem... Aku titip Amora."
Vio mengangguk. "Kamu mau ke mana?"
"Menyelesaikan urusanku," jawab Arhan, lalu bergegas pergi menggunakan mobilnya.
Arhan berteriak kesal di dalam mobil. "Aaaarrgghh! Kenapa ini harus terjadi? Bagaimana cara aku memberitahu Amora..."
°°Kantor Polisi°°
Di kantor polisi, Rara dan Kinanti terdiam dalam sel.
"Arhan, sayang, kamu mau kan bebaskan mama dan Kinanti?" pinta Rara dengan penuh harap.
Kinanti juga memohon, "Iya, Mas, bebaskan kami."
Arhan menatap mereka dengan tajam. "Bebas? Enak sekali kalian. Kalian tahu nggak, gara-gara kalian, aku harus kehilangan calon anakku lagi?"
Rara berpura-pura terkejut. "Apa? Jadi Amora hamil?"
Arhan tersenyum sinis. "Jangan pura-pura kaget. Aku sudah tahu, kalian sebenarnya bersorak bahagia."
Kinanti menunduk, menyesal. "Maafkan aku, Mas."
Arhan tak bergeming. "Kalian nggak pantas dimaafkan. Pak, tolong beri hukuman yang setimpal untuk kedua orang ini, karena mereka telah menghilangkan anak saya dan hampir membuat istri saya kehilangan nyawanya."
Polisi mengangguk. "Baik, Tuan Muda."
...----------------...
°°Rumah Sakit°°
Amora masih terbaring lemas di tempat tidur, matanya mencari sosok Arhan. "Kak Arhan mana, Vio?" tanyanya dengan suara lemah.
Vio yang sedang duduk di sebelahnya menjawab, "Ah, tadi katanya ada kerjaan sebentar."
Amora terdiam sejenak, kemudian bertanya lagi dengan penuh kecemasan, "Vio, anak aku?"
Vio menghela napas, tampak ragu sejenak. "Emmm..."
Amora menangis terisak. "😭😭😭😭😭 Kenapa, Vio? Allah nggak kasih kesempatan aku untuk jadi ibu... Apakah aku nggak pantas?"
Vio menggenggam tangan Amora, mencoba menenangkan. "Amora, jangan bicara seperti itu. Ini takdir. Lagian kamu sama Arhan masih muda, kalian pasti bisa kok mendapatkan momongan lagi."
Tiba-tiba, pintu kamar terbuka, dan Arhan masuk dengan wajah cemas. "Sayang, kamu sudah sadar?"
Amora langsung menatapnya dengan mata berkaca-kaca, menangis lebih keras lagi. "Kak Arhan... Hiks... Hiks... Maafkan aku, Kak. Aku nggak bisa jaga anak kita... Maafin aku."
Arhan menunduk dengan hati yang hancur. "Ini salah aku, sayang. Aku yang nggak bisa jaga kalian."
mohon dukungan like dan vote nya 🙏🏻😁