Mentari dijodohkan oleh ayahnya dengan pria lumpuh. ia terpaksa menerimanya karena ekonomi keluarga dan bakti dia kepada orangtuanya.
apa yang terjadi setelah mentari menikah?
apa akan tumbuh benih-benih cinta di antara keduanya?
apakah mentari bahagia? atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ristha Aristha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Obrolan Beni Dan Dirga
...Rumah Bagas...
"Mana Mentari, Ga?" tanya Beni saat melihat Dirga duduk di kursi roda sendirian, keponakannya itu melihat ke arah luar jendela dengan pandangan yang sulit di artikan.
Dirga di sengaja datang kerumah keluarga Bagas untuk menjenguk Dirga, ia juga di suruh Ranti untuk mengantarkan makanan yang baru saja dimasak oleh istrinya.
Namun ketika Beni masuk kedalam rumah sederhana Bagas, ia tidak bisa menemukan siapapun di dalam. Beni hampir saja keluar jika dia tidak melihat Dirga, keponakannya itu sedang melamun sehingga ia Dirga tidak mendengarkan salam yang Beni ucapkan.
"Om? Kapan datang?" tanya Dirga bingung.
"Barusan, kok. Om kira tidak ada orang disini, soalnya tidak ada yang menjawab ucapan salam", jawab Beni menyindir.
"Maaf, Om. Dirga tidak gak dengar", ujar Dirga meringis. "Om, bawa apa itu?" Tanya Dirga mengalihkan perhatian Beni.
"Bawa beberapa makanan, Tantemu tadi sengaja masak banyak untuk di makan kalian semua", jawab Dirga sambil meletakkan kantong plastik yang ia bawa ke atas meja.
"Gimana, Betah?" tanya Beni basa-basi.
"Hmm, biasa saja", jawab Dirga singkat. "Tapi keluarga ini sedikit membuatku nyaman, tidak ada kepalsuan, mereka semua biasa saja, Om. Tidak seperti orang lain sebagai penjilat yang memberikan ribuan pujian kepada ku dan keluarga kita, saat tahu keluarga kita kaya raya. Keluarga disini.... berbeda." ucapan Dirga lirih di akhir kalimatnya.
"Kan, Om sudah bilang. Keluarga pak Bagas memang berbeda, mereka baik sekali". Beni berujar puas, karena ia tak sia-sia kemarin membangga-banggakan keluarga besan kakaknya itu.
"Yang paling membuat aku salut, kekeluargaan mereka dan juga ibadah mereka. Tidak ada yang melewatkan waktu sholat, bahkan Mentari tadi membangunkan ku
di waktu subuh, dia membantuku ke kamar mandi, dan kami sholat berjamaah. Rasanya... Tenang", kata Dirga lagi.
Lagi-lagi Dirga mengingat bagaimana Mentari mengurus semua kebutuhannya, istrinya itu sama sekali tidak menunjukkan keberatan walau harus mengurus suami lumpuh seperti dirinya.
Namun, disisi lain Dirga menduga itu semua hanya sebuah kamuflase saja. Sisi jahatnya itu mengatakan wajar jika Mentari dan keluarganya bersikap baik padanya, karena mereka sudah banyak sekali di berikan kemewahan oleh keluarga Dita dan Revan.
"Jangan berpikir yang tidak-tidak, Ga", Beni mengeluarkan suaranya , apalagi dia melihat Dirga tengah berpikir keras. "Mereka sangat baik, dan kami juga sudah menjadi bagian dari keluarga ini...maka kamu nanti akan semakin jatuh cinta, dan bersyukur masuk dalam keluarga yang hangat ini", lanjut Beni.
Dirga tersenyum miring, lalu dia mendongak melihat Beni. "Om dan Mama kelihatannya begitu mengidolakan Mentari dan keluarganya, jangan-jangan kalian terkena pelet, nih", katanya sambil terkekeh.
"Hust... Kamu sembarangan", sahut Benni cepat. "Om bilang seperti ini bukan karena terpengaruh oleh Mamamu yang ngebet kepengen menjadikan Mentari sebagai istrimu, tapi Mentari itu memang gadis yang baik, dan GK neko-neko", sambungnya lagi.
Dirga mengendikkan bahunya, dan kembali melihat ke arah luar jendela. Semuanya nanti akan terungkap, jika Mentari dan keluarganya memang orang baik atau bahkan sebaliknya, pasti cepat atau lambat akan kelihatan.
"Dan Om minta satuhal sama kamu, jangan kesal dengan Mamamu, Ga. Dia begini karena sayang padamu, Mbak Dita mau kamu memiliki pendamping yang baik dan mau berdiri disamping kamu bahkan ketika kamu berada di posisi terburuk pun", kata Beni panjang lebar, dia sedikit tersenyum ketika melihat bahu Dirga menegang. "Kamu pasti tidak suka di jodohkan, apalagi dengan gadis kampung yang sama sekali tidak kamu kenal. Tapi, kamu bisa pegang kata-kata Om. Nanti, kamu akan berterima kasih pada Mamamu karena telah memilih Mentari sebagai istrimu!" tegasnya lagi.
"Om, benar-benar sok tahu", gumam Dirga pelan.
Beni terkekeh, "Om memang sok tahu", balasannya. "Oh ya, kemana semua orang? Mana Tari dan yang lain?" tanya Beni kepo.
"Tari dan kedua orangtuanya sedang melihat rumah, kemungkinan dalan waktu dekat kami akan pindah. Rasanya aku sudah tidak sabar mengajak mereka semua pindah, tidak pantas Mentari dan keluarganya tinggal disini", Kata Dirga sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah Bagas, yang Dirga rasa tidak layak untuk di tempati. Dia sudah kaya dari lahir dan dia sama sekali belum pernah menghuni tempat kumuh seperti ini. "Kalau adik-adik Tari baru saja keluar, tadi mereka disini dan aku memberi mereka uang untuk jajan dan bersenang-senang", ujarnya lagi.
Kedua adik Mentari memang di tugaskan untuk menjaganya. Mereka sempat berbincang dan Dirga terenyuh saat mereka mengatakan nyaris tak pernah bersenang-senang karena tidak memiliki uang. Bahkan jika mereka memiliki uang pun, mereka akan lebih memilih untuk menabung uang itu ketimbang untuk dihambur-hamburkan.
Ketika Dirga bertanya kenapa, kedua adik Mentari memberi tahu alasannya. Tak lain dan tak bukan karena Mentari dan Bagas mencari uang untuknya dan keluarga. Mana mungkin mereka meminta uang untuk dihambur-hamburkan. Ketimbang buat jajan, lebih baik uang itu dibuat beli beras.
Di titik itulah Dirga ingin menangis. Bagaimana tidak, kedua remaja itu begitu dewasa. Sedangkan Dirga diusia mereka dulu, sibuk bermain dengan teman-temannya dan tentu saja menggunakan uang kedua orangtuanya. Dia menjadi merasa tidak berguna.
"Hei, Kamu kok melamun, sih? Mikirin apa?", tanya Beni menepuk pelan pundak Dirga.
"Siapa yang melamun, Om?" Dirga berdalih.
"Siapa? Om mu ini ngomong dari tadi dan kamu diam saja, melamun kayak orang kesambet, tau!" cibir Beni setengah kesambet.
"Memang Om ngomong apa?" tanya Dirga akhirnya.
"Om bilang... bagus ide kamu, jangan di tunda-tunda kalau bisa besok langsung pindah. Toh, rumah itu sudah lengkap isinya dan kalian tinggal bawa badan saja, kan? Tari dan keluarganya itu sering di hina oleh keluarga Pak Bagas. Kamu pasti sadar bagaimana tatapan mereka pada mentari dan juga kamu. Om harap kamu bisa membungkam mereka, Ga", Beni berujar dan menggebu-gebu.
Dirga terkekeh. "Aku menyadari hal itu, Om. Jujur saja Aku terkejut saat mereka mengira Mama dn Papa itu adalah seorang pembantu dan sopir", jawabnya.
"Ide mereka, wajib kita ikuti lho", balas Beni dengan nada pasrah. "Ingat lho, Mentari itu sudah sering dihina dan dicaci, kamu harus bisa menjadi benteng untuk istrimu, Ga",
"Duh, aku akan berusaha dengan semampu dan sebisaku, Om", Dirga menggaruk tengkuknya.
"Kamu juga harus semangat, ayo cepat sembuh. Kamu itu satu-satunya ahli waris dari Mbak Dita dan Mas Revan, cepat atau lambat kamu harus turun langsung ke perusahaan dan semua usaha mereka, Ga", tukas Beni sangat lembut.
"Ayolah Om, bisa tidak kita gak perlu bahas ini?" tanya Dirga jengah, ia tahu kemana arah pembicaraannya Beni.
"Om hanya minta kamu untuk terapi lagi, Ga. Agar kamu bisa berjalan lagi, itu yang dokter katakan", Beni tidak peduli, dan kembali mengeluarkan unek-uneknya.
"Dan aku katakan sekali lagi, Om. Aku gak mau terapi, dan aku juga gak mau membuang-buang waktu untuk sesuatu yang tidak pasti", Dirga menjawab tegas.
Mereka tidak tahu jika Mentari sedang menguping pembicaraan mereka dari luar, dan ia bertekad akan membuat Dirga kembali mau terapai. Dirga sudah memberi banyak untuknya dan Mentari merasa harus membalas itu semua.
...****************...
lanjut thor
ines bukan rasa cinta itu..