Satu Cinta Untuk Dua Wanita

Satu Cinta Untuk Dua Wanita

Pernikahan Tak Diduga

...Assalamu'alaikum sahabat fillah...

...Ini merupakan lanjutan dari kisah Fian Aznand yang ada di novel "Engkau Milikku" Kalian bisa baca novel itu terlebih dahulu jika ingin tahu siapa Fian Aznand dan latar belakang kehidupan Fian Aznand, tapi jika ingin baca ini langsung juga boleh aja. ...

...Semoga suka dengan cerita ini ya, salam sayang dari author 😊 Jangan lupa berikan dukungan dengan vote dan komentar nya. Untuk visual tokoh, kalian bisa lihat di akun sosial media author. ...

...Ig : velinaselina02...

...Tiktok : vebigusriyeni...

...Jangan lupa follow...

...***...

Fian sedang sibuk dengan dokumen kerja yang harus dia selesaikan malam ini, dia sekarang berada di sebuah desa terpencil yang tidak begitu banyak penduduk.

Rumah yang ditempati oleh Fian juga sedikit terpencil dari rumah warga yang lain, kiri, kanan, dan belakang hanya terdapat ladang jagung sehingga suasana di sekitar rumah itu sangatlah sepi dan hening.

Seminggu lagi adalah hari pernikahannya dengan Naima Aghnia, gadis yang tidak sengaja bertemu dengannya di sebuah mall dan akhirnya bekerja di perusahaan miliknya hingga menjadi kekasih bahkan sekarang sudah menjadi calon istrinya.

Awalnya Fian ke desa itu untuk melihat lokasi proyek yang akan dia garap namun lokasi itu tidak cocok dengannya karena ada seorang gadis dari masa lalu yang ternyata orang desa itu.

Fian datang ke desa itu bersama dengan Hamid, orang kepercayaannya, namun malam ini Hamid diminta oleh Fian untuk mencari makanan, lalu tiba-tiba lampu mati.

"Sial, kenapa pakai acara mati lampu segala sih?" Fian menghidupkan senter dari ponselnya dan berjalan keluar rumah untuk melihat sekring.

Saat membuka pintu, tiba-tiba tubuh Fian dilabrak oleh seorang gadis yang langsung memasuki rumah Fian dengan begitu ketakutan.

"Heh siapa kamu?" Teriak Fian, namun gadis itu langsung menarik Fian masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu. Suasana gelap membuat gadis itu semakin ketakutan, dia bersembunyi bersama Fian di dalam rumah tersebut. Fian dapat mendengar kalau gadis itu terisak dalam tangisnya, lalu tiba-tiba pintu rumah tersebut digedor dengan kuat oleh tiga orang pria berbaju hitam lengkap dengan penutup wajah hingga Fian tidak bisa mengenali mereka.

Kaca rumah dilempar dengan batu hingga pecah yang mengakibatkan ketakutan luar biasa bagi gadis itu.

"Mending kita sembunyi di dalam kamar saja, jauh lebih aman." Ajak Fian yang dibalas anggukan oleh gadis tersebut. Mereka berlari menuju kamar dan mengunci kamar itu, Fian merasakan degupan kencang di jantungnya.

"Mereka siapa?" Fian bertanya pada gadis tersebut.

"Aku tidak tau, aku tadi diminta untuk datang ke sebuah kebun oleh gadis bernama Vivi lalu tak lama aku dikepung oleh tiga orang berpakaian hitam, mereka membawa senjata tajam, aku sangat takut, aku melihat rumah ini makanya aku langsung ke sini." Tuturnya dengan suara terdengar gemetar.

"Vivi? Apa maksudnya memintamu untuk datang ke kebun malam-malam begini?"

"Dia bilang mau menunjukkan sesuatu padaku, aku sendiri tidak tau, karena aku sangat mempercayainya makanya aku datang." Fian mengangguk, dia berniat untuk keluar.

"Tunggulah di sini, aku akan menghadapi mereka."

"Jangan, aku tidak mau kamu kenapa-napa, tetaplah di sini." Fian teringat dengan perkataan kakak iparnya sebelum dia berangkat ke desa itu, dia tidak ingin kalau pernikahannya batal hanya karena hal seperti ini.

"Baiklah, kita tunggu saja sampai aman di sini, sebentar lagi temanku akan datang." Gedoran dan teriakan ketiga pria misterius itu menggema di dalam pendengaran Fian dan gadis itu.

"Bagaimana ini? Kenapa mereka belum pergi juga?" Gadis itu semakin ketakutan, ada sekitar sejam lebih mereka di dalam kamar bersembunyi hingga akhirnya lampu pun menyala menerangi ruangan kamar tersebut.

Fian dapat melihat dengan jelas wajah gadis yang dia tolong itu, begitu juga dengan gadis tersebut.

"Sepertinya mereka sudah tidak ada lagi." Kata Fian, mereka keluar dari kamar lalu mengintip keluar dan ternyata memang sudah aman.

Gadis manis berwajah anggun dan lembut itu terlihat lega, dari logat bahasa yang dia gunakan, Fian bisa menebak kalau dia bukan dari Indonesia. Wajahnya seperti orang arab, ya bisa dibilang seperti itu, cantik, tinggi, putih dan sangat lembut.

"Terima kasih, kamu sudah bersedia membantu saya." Ucap gadis 23 tahun itu pada Fian.

"Ya." Jawab Fian dengan singkat.

"Apa kamu berani untuk pulang sendiri? Ini sangat gelap." Ujar Fian saat melihat di luar rumah begitu gelap, hanya hamparan ladang jagung yang terlihat.

Gadis itu tampak sedikit ragu karena baru saja dia hampir dibunuh oleh orang yang tidak dia kenal.

"Tunggulah di sini, aku akan mengantarkan mu." Fian kembali ke dalam kamar untuk mengambil ponselnya yang tidak mendapatkan sinyal semenjak datang ke desa itu tadi pagi.

Syena berdiri di teras rumah, dia melihat kalau warga berbondong-bondong menghampiri dirinya, gadis itu tersenyum lega namun seketika berubah karena mendengar teriakan Vivi yang menggema di antara rombongan tersebut.

"Lihat itu bapak-bapak, ibu-ibu, mereka malah berzina di dalam rumah itu." Teriak Vivi yang membuat para warga tersulut emosi.

"Dasar wanita hina, kalau mau berbuat tak senonoh jangan di kampung kami ini." Teriak seorang pria yang usianya berkisar 40 tahunan.

"Ada apa ini?" Tanya gadis itu heran.

"Bunuh saja dia, dasar wanita biadab." Kembali teriakan itu menggema.

"Vivi, kenapa ini? Kenapa kamu menuduh aku begitu?"

"Jangan sok suci kamu Syena, kamu itu melakukan zina kan dengan Fian di dalam rumah itu?"

"Fian?" Syena nama gadis itu, dia baru tahu kalau pria yang sudah menolongnya bernama Fian.

"Demi Allah, aku dan dia tidak berbuat apa-apa, aku berani bersumpah." Jawab Syena dengan air mata yang sudah melimpah dari kelopak matanya.

Mendengar suara ribut di luar, Fian keluar dan kaget melihat warga sudah berkumpul di depan rumahnya.

"Ada apa ini?" Tanya Fian.

"Nah ini dia laki-lakinya, seret saja mereka berdua, datang ke kampung ini hanya membuat bala."

"Kalian tidak boleh main hakim begini, memangnya ada apa?"

"Kalian sudah berbuat zina di kampung kami."

"Kami tidak berbuat apa-apa." Bela Fian.

"Memang untuk apa kalian berdua dalam rumah ini malam-malam." Fian mencoba untuk menceritakan apa yang terjadi sebenarnya pada warga, namun karena hasutan Vivi, warga tetap menuduh mereka telah berbuat zina dan terus menyudutkan Fian dan Syena.

Fian menatap benci ke arah Syena yang memang tidak tau apa-apa.

"Sialan kau, kau menjebak ku ya?" Tuduh Fian pada Syena.

"Wallahi, aku tidak menjebak atau berniat buruk padamu."

Setelah perdebatan sengit, akhirnya Fian dan Syena dibawa ke balai desa untuk dinikahkan. Wali Syena adalah wali hakim, teriakan sah dari para saksi membuat Fian dan Syena sekarang sudah menjadi suami istri yang sah secara agama.

Mereka diusir malam itu juga dari kampung tersebut, tak lama Hamid datang membawakan makanan, dia sangat kaget melihat bos nya sudah terjebak seperti ini. Fian menemani Syena untuk membereskan barang-barangnya lalu lanjut ke tempat Fian menginap untuk mengemasi barang-barang Fian pula.

Sekarang sudah pukul 9 malam, wajah Fian dan Syena sedikit terluka akibat amukan warga yang sudah menuduh mereka berbuat zina tadi.

Fian sedari tadi menahan emosinya pada Syena, dia masih tidak terima dengan semua keadaan ini, dia masih menganggap kalau Syena sudah menjebak dirinya.

"Dasar wanita kurang ajar, kau sudah membuat aku terjebak olehmu, kau pikir aku menerima semua ini hah? Asal kau tau Syena, seminggu lagi aku akan menikah dengan gadis yang sangat aku cintai dan kau sudah membuat semua rencanaku hancur." Di dalam mobil yang dibawa oleh Hamid, Fian terus menyalahkan dan memarahi Syena, gadis itu tidak bisa lagi membela dirinya, dia hanya bisa menangis tersedu.

"Maafkan aku, tapi aku tidak menjebak mu Fian."

"Persetan dengan ucapanmu." Fian membuang wajahnya, rahangnya mengeras, tangannya mengepal dengan sempurna. Syena hanya bisa menunduk, dia tidak memiliki keberanian untuk menatap Fian.

Hamid melakukan rem mendadak hingga tubuh Fian dan Syena yang duduk di bangku belakang terdorong ke depan.

"Kenapa?" Tanya Fian.

"Bos, ada yang mencegat kita." Fian menatap mobil di depannya dan melihat kalau Vivi keluar dari mobil itu, Fian keluar dengan emosi yang meledak-ledak lalu melayangkan tamparan kuat di kedua pipi Vivi. Bukannya menangis, dia malah tertawa dengan girang melihat amarah Fian padanya.

"Apa salahku padamu hah?" Teriak Fian pada Vivi.

"Salahmu itu, kau selalu mengabaikan aku dan sekarang kau bilang kalau kau akan menikah dengan wanita yang kau cintai, kau pikir aku terima dengan perlakuan seperti itu hah?" Balas Vivi dengan sengit pada Fian.

"Sialan kau Vivi, dulu kau menolak ku dan sekarang kau menghancurkan hidupku."

"Haha waktu itu aku menolakmu berharap agar kau terus mengejar ku dan membuat aku merasa sangat dicintai tapi kau malah mengabaikan aku."

"Dasar wanita tidak tau diri, kau pikir aku akan mengemis cinta padamu? Haha itu tidak akan terjadi sialan."

"Sekarang aku tidak peduli lagi padamu Fian, aku sudah puas karena bisa membuat kau gagal menikah dengan gadis impianmu itu, aku yang sudah menjebak kalian berdua, selamat menikmati pernikahanmu bersama dengan Syena." Syena yang sedari tadi hanya menonton saja, sekarang membawa langkahnya untuk mendekati Vivi lalu menampar Vivi dan menarik hijab Vivi hingga hijab itu terlepas.

"Kurang ajar kau Syena."

"Kau yang kurang ajar, kenapa kau melibatkan aku seperti ini hah?"

"Aku melakukan hal ini karena aku juga membencimu, kau sudah mengambil hati calon suamiku padahal kau tau kalau dia akan menikah denganku."

"Aku tidak pernah peduli dengan calonmu itu, aku tidak pernah ingin mendekatinya."

"Tapi dia selalu mendekatimu."

"Ya itu bukan salahku, harusnya kau memberi pelajaran padanya bukan padaku."

"Tetap saja kau yang salah, jika kau tidak masuk ke desa ini, dia tidak akan terpincut olehmu."

"Kau benar-benar keterlaluan Vivi, tapi aku sangat puas karena tidak ada pria yang tulus mencintaimu, dasar pengemis." Vivi murka mendengar hinaan Syena padanya, dia mendekati Syena dan akan menampar Syena namun ditahan oleh Fian.

"Jangan sentuh istriku, apa yang dikatakan oleh istriku itu semua benar, kau memang pengemis rendahan yang tidak tau malu." Fian menghempaskan tangan Vivi, dengan emosi Vivi mengambil pisau yang ada di sakunya untuk mencelakai Fian dan Syena tapi dengan cepat Fian menghalangi, Fian memutar dan menahan kedua tangan Vivi ke belakang tubuh Vivi hingga Vivi kesulitan bergerak dan melawan.

"Sekarang katakan padaku, apa yang terjadi sebenarnya?" Tanya Fian pada Vivi.

"Jangan harap aku akan mengatakannya."

"Hamid, kumpulkan semua warga di sini, aku ingin semua warga melihat kelakuannya, bukankah orang tuanya begitu terhormat di desa ini." Hamid menuruti perkataan Fian dan mengumpul semua warga.

Sekitar 25 menit menunggu, akhirnya warga dan juga kedua orang tua Vivi hadir di sana.

"Ada apa ini? Kenapa kau memperlakukan anakku seperti itu?" Tanya ayah Vivi melihat anaknya di ikat oleh Fian.

"Kalian harus lihat perlakuan wanita murahan ini, dia yang sudah menjebak aku dan Syena serta memprovokasi kalian semua."

"Nggak, bohong, dia bohong."

"Kami ada buktinya." Hamid memutar rekaman Video saat Vivi mengakui kalau semua itu memang perbuatannya atas dasar marah pada Fian dan Syena.

Kedua orang tua Vivi begitu malu dengan kelakuan putri mereka, calon suami Vivi mengatakan di hadapan semua warga kalau dia tidak jadi menikahi Vivi.

"Aku tidak sudi menikah dengan wanita seperti dia, pernikahan ini dibatalkan." Ujar calon suami Vivi lalu pergi dari sana.

"Kau tidak bisa mengambil keputusan seperti itu, kau tidak bisa membatalkannya begitu saja." Teriak Vivi tapi tidak dipedulikan oleh calon suaminya itu.

Warga sangat menyesal karena sudah menghakimi Fian dan Syena hingga mereka menikahkan Fian.

"Kalian pikir segampang itu minta maaf padaku?" Semua warga hanya menunduk.

"Aku akan membuat desa ini hancur dalam sekejap, kalian sudah menghakimiku tanpa peduli dengan kebenaran yang aku sampaikan dan nikmatilah semua ini. " Ancam Fian.

"Tolong jangan hancurkan desa kami, kami mohon ampuni kami." Fian tidak peduli pada permohonan mereka, Fian, Hamid, dan Syena memasuki mobil keluar dari desa itu, sebelum pergi dia memberi ancaman yang sangat mengerikan untuk penduduk di sana.

"Besok, saat matahari terbit, desa ini akan rata dengan tanah dan kalian semua akan terlunta-lunta." Ancaman Fian memang tidak main-main, apalagi Fian adalah orang yang sangat kaya raya, jadi hal itu tidaklah sulit untuknya, dia meminta pada Hamid untuk mengerahkan anak buahnya menghancurkan desa itu.

...***...

Tepat pukul 1 dini hari, Fian sampai di Jakarta, dia menginap di hotel bintang lima milik Sean, abang kandungnya.

Hamid kembali bersama dengan beberapa orang suruhan Fian untuk meratakan desa itu.

Fian dan Syena memilih satu kamar, mereka ingin berbincang terlebih dahulu karena semua ini sangat mendadak bagi mereka.

Setelah berganti pakaian dengan nyaman, Fian dan Syena ngobrol saling berhadapan di atas sofa, Syena mengenakan bergo hitam yang sangat elegan di wajahnya.

"Kenapa kamu bisa ke desa itu?" Tanya Fian pada Syena.

"Aku ke sana hanya untuk menikmati keindahan desa itu saja karena kata teman-temanku desa itu sangatlah bagus dan cocok untuk dikunjungi."

"Kau pergi sendiri?" Syena mengangguk.

"Semua keluargaku sedang berada di Bali, kami ke Indonesia hanya untuk liburan saja, aku baru tiga hari di desa itu dan selama ini Vivi sangat baik padaku, aku tidak menyangka kalau dia akan mencurangi ku seperti ini Fian." Fian menyandarkan punggungnya di sandaran sofa.

"Lalu kenapa kamu malah dikejar oleh orang-orang itu?"

"Vivi memintaku untuk pergi ke suatu tempat, dia bilang ingin memberi kejutan padaku dan menutup mataku, aku tidak tau kapan dia pergi tapi yang pasti cukup lama aku tidak mendengar suaranya, saat membuka mata, aku melihat ada 3 orang dengan penutup wajah mengelilingiku dan menodong ku dengan senjata tajam milik mereka, aku yang ketakutan tidak tau harus kemana, lalu aku melihat cahaya dari arah rumahmu makanya aku ke sana." Ya, waktu itu memang Fian keluar dengan cahaya dari senter hp nya. Syena menceritakan apa adanya pada Fian, gadis itu merasa sangat bersalah pada Fian.

"Maafkan aku karena sudah memarahimu tadi." Fian menyesal saat ini.

"Iya tidak apa Fian."

"Syena, aku tau kalau pernikahan kita ini hanya karena terpaksa, aku mohon padamu untuk melupakan semuanya karena aku akan menikah dengan wanita yang aku cintai, pernikahanku akan dilaksanakan seminggu lagi." Syena memahami keadaan Fian saat ini, dia juga tidak mungkin akan memaksa Fian untuk membatalkan pernikahannya dengan calon istri Fian hanya demi dirinya.

"Aku mengerti Fian, kalau begitu, kamu menikah saja, anggaplah semua ini tidak pernah terjadi, aku tidak masalah dengan hal itu. Pernikahan kita hanya akad secara agama saja, tidak ada surat menyurat yang di sahkan oleh negara jadi kamu bebas jika ingin menikah lagi." Fian menatap Syena, dia tidak menyangka kalau Syena memiliki hati selapang itu.

"Terus bagaimana denganmu?"

"Aku tidak apa-apa Fian, lanjutkan pernikahanmu dan aku akan melanjutkan hidupku." Fian memegang tangan Syena dengan bahagia.

"Terima kasih Syena, terima kasih."

"Iya, sekarang tidurlah, anggap saja semuanya tidak pernah terjadi." Fian merasa begitu bahagia karena Syena tidak menghalangi dirinya untuk menikah dengan Naima.

...Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!