Sebuah keputusan besar terpaksa harus Jena ambil demi menghidupi keluarganya. Menikah dengan Bos diperusahaannya untuk mendapatkan keturunan agar dapat meneruskan perusahaan adalah hal yang gila. Namun apa jadinya jika pernikahan itu terjadi diatas kontrak? temukan jawabannya disini 👇🏻.. Selamat membaca 🤗🥰🥰
.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nazefa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Harus tahan!
Waktu menunjukkan jam delapan malam kini Jena dan Savero berada di mobil untuk pulang ke apartemen bersama asisten Rey tentunya. Di sepanjang jalan terlihat banyak pedagang kaki lima yang tengah berjualan, aroma yang menggoda masuk kedalam lubang hidung Jena membuat cacing di perutnya kini memberontak meminta jatah mereka. Jena menelan ludah mencoba menahan rasa lapar diperutnya sebisa mungkin, namun nyatanya....
"Tuan, bisakah kita berhenti sebentar?" pinta Jena.
Savero menautkan kedua alisnya menatap heran pada gadis cantik itu.
"Memangnya ada apa?" tanya Savero.
"Saya mau itu Tuan." ucap Jena dengan menunjuk ke kaca mobil di depan sana tampak ada penjual martabak manis kesukaan Jena.
Savero mempertajam penglihatannya sesaat ke arah gerobak martabak itu.
"Kita beli saja nanti direstoran terdekat." ucap Savero.
"Tidak Tuan, aku mau yang itu!" ujar Jena kekeh.
"Tapi itu makanan pinggir jalan, itu tidak sehat." ucap Savero.
"Siapa bilang! selama ini aku suka makan makanan pinggir jalan tapi aku tidak apa-apa, bahkan aku sehat-sehat saja". terang Jena.
"Tapi itu dulu, sekarang kamu sudah menjadi istriku jadi apapun yang kamu makan harus atas ijin dariku karena kamu yang nantinya akan mengandung anakku. Paham!" ucap Savero mencoba membuat Jena mengerti.
Tapi Jena justru semakin keras kepala bahkan dia kini membuat ancaman kecil untuk Savero.
"Tidak! pokoknya kalau Tuan tidak mengijinkannya aku tidak akan pulang malam ini!" ucap Jena kesal dengan melipatkan kedua tangannya ke atas dada sambil mengerucutkan bibir.
Jika sedang seperti ini Savero sangat gemas melihatnya, apa lagi bibir manis Jena rasanya Savero sangat ingin melumatnya saat itu juga. Namun harus dia tahan karena posisi mereka saat ini, dia tidak mau Rey nantinya melihat perbuatannya.
Apalah daya, jika Jena sudah merajuk seperti ini artinya mau tidak mau Savero harus menuruti kemauan istri gelapnya itu.
"Ya sudah, kita akan membelinya." ucap Savero mengalah dari pada nantinya Savero yang dirugikan karena tidak bisa mendapatkan jatah ranjangnya malam ini.
"Yey! Terimakasih Tuan." ucap Jena girang.
"Tapi kamu disini saja, biar Rey yang akan membelikannya." titah Savero.
"Oke."
Savero lalu menyuruh Rey untuk menepikan mobilnya berhenti didepan penjual martabak manis kesukaan istrinya itu dan menyuruh Rey untuk turun membelikannya untuk Jena.
"Rey, tolong belikan aku yang sepesial." ucap Jena.
"Baik Nona." jawab Rey lalu keluar dari mobil untuk membelinya.
Setelah menunggu beberapa saat Rey kembali dengan membawa martabak manis pesanan Jena.
"Ini Nona, silahkan." ucap Rey dengan menyodorkan martabak manis itu.
"Terimakasih Rey," ucap Jena lalu mengambilnya.
Setelah itu mereka melanjutkan perjalanannya untuk pulang. Jena terus memandangi makanan itu karena sudah tidak sabar ingin memakannya.
"Kalau sudah lapar makan saja." ucap Savero dengan sorot matanya lurus kedepan.
"Tidak Tuan, nanti saja."
"Hmm.. terserah." ucap Savero datar.
Mobil itu terus melaju menyusuri malam sampai akhirnya tibalah mereka didepan apartemen tepat dimana mobil mewah milik Savero berhenti.
"Kamu turun saja, saya sudah ada janji." ucap Savero.
Jena menautkan alisnya menatap wajah Savero tajam.
"Dengan Amanda?" tanya Jena namun pertanyaan itu lebih menjurus ke tuduhan yang tidak beralasan.
"Bukan, dengan teman saya seorang laki-laki. Kenapa?" tanya Savero.
Jena langsung mengalihkan pandangannya dan menatap nanar.
"Tidak." jawab Jena.
"Ya sudah, makanlah dulu tidak usah menungguku pelayan pasti sudah memasak untukmu." titah Savero.
"Ya, baik."
Rey pun turun lalu membukakan pintu untuk Jena dan menutupnya lagi setelah Jena keluar. Rey kembali masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya menjauh dari apartemen tersebut setelah memastikan Jena masuk.
Setelah sampai di dalam apartemen Jena langsung duduk di sofa dan menyalakan televisi lalu membuka martabak manis yang dia bawa tadi lalu mulai memakannya sambil menonton televisi.
Setelah puas Jena lalu beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke kamarnya untuk mandi. Selesai mandi Jena langsung berjalan menuju ke meja makan untuk melihat makanan yang sudah disediakan oleh pelayan Savero di sana.
Jena pun segera duduk dan makan malam di ruangan itu sendirian. Setelah kenyang dan membereskan semuanya Jena lalu masuk ke kamarnya untuk istirahat.
Jena tidak langsung tidur dia memainkan layar ponselnya terlebih dahulu. Tidak lama Savero pulang dan duduk di sofa ruang tengah lalu membuka jasnya dan melemparkannya ke tepi sofa lalu melepaskan dasi yang dia pakai lalu membuka kancing kemejanya sampai ke pusar dan duduk menyandar di sofa tersebut.
"Jena?" teriak Savero dari sana.
"Hmm..!! Ya Tuan." jawab Jena dari arah kamar.
"Kemari lah." titah Savero.
Jena memutar bola matanya dengan malas lalu beranjak dari tempat tidurnya.
"Kenapa orang itu selalu saja membuat pekerjaan untuk orang lain!" umpat Jena.
Dengan langkah yang kesal Jena berjalan menemui Savero.
"Ada apa Tuan?" tanya Jena yang kini berdiri di depan Savero menggunakan baju tipis yang memperlihatkan bentuk tubuhnya yang sangat indah.
Savero menatap Jena lekat-lekat dari atas sampai bawah.
"Duduk!" titah Savero.
Dengan terpaksa Jena menuruti keinginan Savero lalu duduk di sebelah pria tampan itu.
"Kenapa kamu tidak memakai baju malam yang aku belikan?" tanya Savero.
"Aku kan sudah bilang, aku tidak mau! Tuan saja yang memaksa." ucap Jena ketus.
"Tapi aku ini suamimu, kamu harus menuruti semua perintah ku!" tekan Savero.
"Tapi aku tidak pernah minta Tuan untuk membelikannya untukku." jawab Jena.
"Kamu memang tidak memintanya tapi aku ini suamimu dan aku berhak menentukan apa yang akan kamu pakai!" tegas Savero.
Jena merasa sangat kesal karena lagi-lagi Savero menggunakan statusnya sebagai suami untuk mengatur Jena. Jena membuang nafasnya dengan kasar.
"Kalau begitu Tuan saja yang pakai sendiri!" ucap Jena lalu berdiri dari tempat duduknya dan berjalan melewati Savero.
Namun dengan sigap Savero langsung meraih lengan Jena dan menariknya membuat Jena kaget, terseret mundur dan akhirnya jatuh dipangkuan Savero sambil memegang pundaknya.
Dengan hati yang berdebar di iringi dada yang naik turun kini keduanya saling berhadapan menatap mata satu sama lain dalam-dalam. Tanpa basa-basi Savero mengikis jarak diantara mereka menciptakan ciuman yang indah dan mulai bermain di sana.
Savero semakin menekan tubuh Jena dengan terus memberikan hisapan-hisapan lembut di bibir tipis Jena membuat Jena kini perlahan mulai membalas ciuman itu. Savero mulai menggunakan lidahnya sambil membelai-belai lembut punggung sang istri, kini tangan tersebut mulai beralih ke gundukan padat yang indah itu membuat sentuhan-sentuhan halus di sana namun semakin lama sentuhan itu berubah menjadi remasan yang cukup keras membuat Jena.....
"Akh! Eumph..!!" pekik Jena menahan nikmat.
Bibir Savero kini mulai turun ke leher mulus Jena bermain sebentar di sana sambil tangannya menarik turun baju piyama yang Jena gunakan. Disana memang disediakan beberapa piyama untuk Jena pakai dan Jena lebih nyaman memakainya dari pada harus memakai baju malam yang Savero belikan untuknya.
Perlahan ciuman itu sampai ke dada indah sang sekretaris dan menciptakan lebih banyak lagi tanda merah di sana yang di iringi remasan membuat Jena tidak berhenti mendesah.
"Aakh!! Tuan..!! Eumph..!!" suara itu lolos begitu saja dari bibir mungil Jena.
Awalnya Savero hanya menciumi pusat dari dada milik sang istri, namun karena dirasa tidak ada perlawanan kini Savero mulai memberanikan diri untuk menyedotnya, tapi kali ini Jena tidak memberontak justru malah semakin menikmatinya.
Aakh!!
Eumph!!
Oowgh!!!
Jena semakin lepas mengeluarkan suara-suara laknat itu dengan memejamkan kedua matanya dan mencengkeram pundak Savero kuat-kuat. Membuat Jena yang sedang di landa kenikmatan kini.....
Ting-tong!!
Ting-tong!!
Ting-tong!!
Tiba-tiba bel apartemen berbunyi membuat keduanya kini harus mengakhiri permainan mereka.
Jena langsung berdiri dari pangkuan Savero dan mulai membetulkan piyama telah turun, sementara Savero terlihat kesal karena ada yang mengganggu kesenangannya.
"Sial!!" umpat Savero.
"Apa Tuan memiliki janji bertemu seseorang malam ini?" tanya Jena memastikan.
"Tidak." jawab Vero.
"Mengganggu saja! Tidak tau jika sekarang adalah waktuku bersama istriku!" umpat Savero.
"Lebih baik Tuan segera membukanya, siapa tau penting." ucap Jena.
"Ah! Apa yang lebih penting daripada waktu ku bersamamu? Aku sudah menahannya seharian." ucap Savero kesal.
"Berarti Tuan harus menahannya lagi sama besok malam." ucap Jena dengan tersenyum kecil.
"Mana bisa!" protes Savero.
"Harus bisa." ucap Jena dengan terkekeh lalu pergi ke kamarnya karena tidak mau ada orang lain melihatnya di apartemen Savero karena ini akan menimbulkan kecurigaan akan hubungan mereka.
Kini Savero tidak bisa berbuat apa-apa, dengan putus asa Savero menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan mulai bangkit dan berjalan untuk membuka pintu.