Tipe pria idaman Ara adalah om-om kaya dan tampan. Di luar dugaannya, dia tiba-tiba diajak tunangan oleh pria idamannya tersebut. Pria asing yang pernah dia tolong, ternyata malah melamarnya.
"Bertunangan dengan saya. Maka kamu akan mendapatkan semuanya. Semuanya. Apapun yang kamu mau, Arabella..."
"Pak, saya itu mau nyari kerja, bukan nyari jodoh."
"Yes or yes?"
"Pilihan macam apa itu? Yes or yes? Kayak lagu aja!"
"Jadi?"
Apakah yang akan dilakukan Ara selanjutnya? Menerima tawaran menggiurkan itu atau menolaknya?
***
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Ara membuka matanya dengan perlahan. Dia menoleh ke samping dan mendapati wajah Gevan yang begitu tampan masih memejamkan matanya.
Ara mengambil ponselnya dan melihat jam.
"Jam 5?" gumamnya lalu menghela nafas. Lumayan lama mereka tertidur.
Ara menepuk-nepuk rahang Gevan agar segera bangun. Bukannya bangun, pria itu malah semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang Ara.
Ara berdecak kesal, "Kak, bangun, udah sore!" ujarnya.
"Sebentar..." gumam Gevan dengan suara berat nan seksi. Sangat menggoda iman Ara. Apalagi wajah Gevan berkali-kali lipat lebih tampan saat tidur. Ara bahkan tak bosan memandangnya.
"Kak..." panggil Ara seraya menoel-noel hidung mancung Gevan.
"Hm..."
"Bangun, udah sore," kata Ara.
"10 menit lagi," sahut Gevan masih dengan mata terpejam.
Ara berdecak kesal, "Aku gak bisa nafas kalo Kak Gevan peluk terus!"
Gevan terkekeh kecil mendengar gerutuan itu.
"Kak! Iiihh!" Gadis berbadan mungil itu memberontak, namun Gevan tetaplah Gevan, dia tak akan melepaskan Ara begitu saja.
"Diam, Ara," tegur Gevan. Bisa bahaya kalau Ara bergerak terus.
"Makanya lepasin! Aku kebelet pipis!" kesal Ara.
Dengan terpaksa Gevan melepaskan pelukannya. Ara pun segera beranjak dan berlari menuju kamar mandi.
Gevan menggelengkan kepalanya melihat tubuh mungil yang berlari seperti anak kucing itu.
"Dasar mini," gumamnya. Untung saja Ara tidak mendengar.
****
Semakin hari, kehidupan Ara begitu menyenangkan karena ada Gevan di sampingnya. Jika Gevan sibuk, maka Ara akan menyibukkan diri dengan dunia perjajanan nya.
Setelah Ara sakit waktu itu, Gevan membatasi Ara untuk makan mie. Gevan juga yang menyetok sayuran dan daging di kulkas Ara. Selain itu juga Gevan selalu mengawasi pergerakan Ara lewat cctv rumah gadis itu. Iya, Gevan menyuruh Nike untuk meretasnya. Untungnya Ara tidak tau. Sebenarnya Gevan hanya berjaga-jaga saja. Dia tidak akan mengawasi sampai ke privasi gadis itu.
Tak terasa, hari bergulir begitu cepat. Keadaan Ara semakin membaik karena ada Gevan yang selalu ada di sampingnya.
Dan hari ini adalah hari ulang tahun Ara. Sekaligus memperingati hari meninggalnya Bunda.
Tidak seperti orang-orang pada umumnya yang saat ulang tahun pasti bahagia atau merayakan dengan ucapan selamat. Ara malah sebaliknya. Saat hari ulang tahunnya tiba, Ara akan mengurung diri di kamar sampai seharian.
Di hari ulang tahunnya lah yang semakin membuat Ara merasa bersalah pada dirinya sendiri.
Sebenarnya Ara ingin sekali mengunjungi makam bundanya. Tapi, keluarganya tak ada yang mau memberi tau.
Asik merenung, Ara dikagetkan dengan ketukan pintu kamarnya dan diiringi suara Pak Yudha.
Kening Ara mengernyit, tumben sekali Pak Yudha mendatanginya.
Dengan langkah lesu, Ara berjalan ke arah pintu dan membukanya sedikit.
"Ada apa, Pak?" tanya Ara.
"Maaf ganggu, Non. Di bawah ada perempuan, katanya pembantu baru dari Mas Gevan," jelas Pak Yudha.
"Hah? Pembantu?" Ara langsung keluar dan melangkah mendahului Pak Yudha.
Dia teras rumah, tepatnya di sebuah bangku yang memang tersedia di sana, ada seorang wanita berumur 36 tahun dengan pakaian sederhananya, tak lupa tas besar yang dia letakkan di lantai.
"Mbak?" sapa Ara.
Mbak Tuti yang sedang melihat-lihat halaman rumah pun langsung menengok ke arah Ara. Dia berdiri dan membungkukkan badannya, hormat.
"Selamat pagi, Nona. Saya pembantu yang diutus Tuan Gevan untuk mengurus rumah Nona," ucap Mbak Tuti.
Ara mengangguk kaku. Sebenarnya dia tak butuh pembantu atau apapun itu untuk mengurus rumah, karena Ara sanggup melakukannya. Tapi, Ara melupakan jika Gevan adalah pria yang peka dan perhatian. Mana mau Gevan membiarkan Ara kelelahan.
"Eumm... Sebentar, ya, Mbak. Aku telpon Kak Gevan dulu," kata Ara yang diangguki oleh Mbak Tuti.
Ara sedikit menjauh dan segera menghubungi Gevan.
"Hm?" sapa Gevan di sebrang sana.
"Kak Gevan kirim pembantu ke rumahku?" Ara langsung bertanya.
"Iya. Maaf saya gak bisa datang ke sana, lagi sibuk soalnya."
Ara menghela nafas berat, jarinya memijat pelipisnya yang berdenyut.
"Kok gak bilang aku, sih? Kak Gevan tau, kan, aku itu orangnya mandiri dan butuh privasi?"
"Bukannya saya udah bilang waktu itu?"
"Kapan?"
"Kamu pikun berarti."
Ara berdecak kesal. Sekarang tak ada pilihan lagi selain menerimanya. Terlebih Gevan adalah orang yang pemaksa.
"Kamu tinggal terima beres aja, Ara. Sudah dulu, ya, saya lagi rapat. Setelah selesai saya ke rumah kamu."
"Hm. Terserah!"
Tut
Ara mematikan sambungannya lebih dulu. Dia pun kembali menghampiri Mbak Tuti.
"Ya udah, kalau gitu aku tunjukkin kamar Mbak, ya," ucap Ara.
Mbak Tuti tersenyum lebar, "Makasih, Non!"
Ara tersenyum sembari mengangguk.
****
Setelah rapat Gevan pergi ke toko kue. Tentu dia tau hari ini adalah hari ulang tahun Ara. Jadi Gevan berniat memberikan kejutan untuk gadisnya.
Desainnya simpel sekali. Karena Gevan tau Ara tidak suka yang terlalu mewah dan terlalu mak jreng.
Setelah membeli kue, Gevan langsung tancap gas menuju rumah Ara. Dia sangat berharap Ara menyukai kue nya.
Sebelumnya Gevan juga sudah menyuruh Mbak Tuti untuk masak banyak, karena Gevan juga berencana mengajak Nike, Mbak Tuti dan Pak Yudha makan-makan di sana, agar Ara tau kalau di sekelilingnya masih ada orang yang peduli dengannya.
Tak lama kemudian, Gevan sudah sampai di depan rumah Ara. Pria itu menyalakan lilin dibantu oleh Nike.
Saat membuka pintu, Gevan mendengar suara cakap-cakap di area dapur. Itu suara Ara dan Mbak Tuti.
Pria itu melangkah pelan menuju dapur.
Gevan berdehem dan berhasil membuat Ara yang sibuk meminum susu menoleh ke arahnya. Terlihat gadis itu terkejut sampai menutup mulutnya.
"Happy birthday my princess," ucap Gevan.
Ara terperangah. Dia masih tak percaya. Matanya menatap Nike dan Pak Yudha serta Mbak Tuti yang bernyanyi lagu Happy Birthday.
"I-ini buat aku?" tanya Ara masih tak percaya.
Tentu saja dia tak percaya. Karena selama ini tidak ada yang merayakan ulang tahunnya.
Gevan mengangguk sambil tersenyum tipis. Dia menyuruh Ara agar segera meniup lilinnya.
"Make a wish dulu," kata Gevan.
Ara memejamkan matanya dan berdoa dengan sepenuh hati, berharap doanya kali ini dikabulkan Tuhan.
Ara cuma pengen ketemu Bunda, Tuhan.
Wush!
Lilin di atas kue tersebut padam saat Ara meniupnya. Semuanya bertepuk tangan, kecuali Gevan karena dia memegang kue.
"Semoga doa kamu dikabulkan oleh Tuhan," ucap Gevan masih dengan senyum tipisnya.
Ara mengangguk, "Makasih, Kak." Dia menatap Pak Yudha, Nike dan Mbak Tuti dan berkata, "Makasih semuanya..."
"Sama-sama, Nona..." jawab ketiganya.
Dan sekarang mereka makan-makan bersama di meja makan.
Ara tidak tau kapan Mbak Tuti masak sebanyak ini. Jadi, dia terkejut saat melihat Mbak Tuti mengeluarkan berbagai lauk ke meja makan.
Bohong kalau Ara tidak senang. Dia selalu menghargai apa yang orang-orang berikan padanya. Baru kali ini ulang tahun Ara dirayakan. Meskipun sederhana, tapi tetap berkesan. Setidaknya ini bisa mengobati rasa sedihnya, meskipun hanya sedikit.
***
Tolong di LIKE ya, teman-teman ☺️☺️
indah banget, ga neko2
like
sub
give
komen
iklan
bunga
kopi
vote
fillow
bintang
paket lengkap sukak bgt, byk pikin baper😘😍😘😍😘😍😘😍😘