Akibat trauma masa lalu, Chaby tumbuh menjadi gadis yang sangat manja. Ia hidup bergantung pada kakaknya sekaligus satu-satunya keluarga yang peduli padanya.
Di hari pertamanya sekolah, ia bertemu dengan Pika, gadis tomboi yang mengajaknya loncat pagar. Kesialan menimpanya, ia tidak tahu cara turun. Matanya berkaca-kaca menahan tangis. Disaat yang sama, muncul pria tampan bernama Decklan membantunya turun.
Decklan itu kakaknya Pika. Tapi pria itu sangat dingin, dan suka membentak. Tatapan mengintimidasinya selalu membuat Chaby menunduk takut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16
Decklan melirik gadis yang sekarang kembali menunduk itu. Pandangannya turun ke tangan gadis itu yang terlihat sedikit bergetar. Kenapa dengan Bara? Ia tahu pria itu tidak suka akrab dengan kaum perempuan, tapi ia belum pernah melihat sahabatnya itu akan seketus itu berhadapan dengan Chaby yang notabenenya adalah seorang perempuan.
"Nama lo Chaby kan?" tanya Andra berusaha mencairkan suasana. Kasihan juga anak orang digituin. Apalagi cewek. Chaby kembali mengangkat wajahnya menatap Andra dan mengangguk. Ia berusaha tersenyum untuk menyembunyikan rasa takutnya.
"Nggak usah dengerin ucapan Bara, dia emang gitu sama semua cewek. Orangnya galak." ucap Andra yang langsung mendapat tatapan tajam Bara tapi ia tak peduli, prinsipnya adalah ia harus baik sama kaum perempuan.
Chaby tersenyum merasa Andra cowok yang lebih baik dibandingkan dua cowok lainnya yang ada disitu.
"Nih, abisin ya." seru Pika yang akhirnya muncul dengan dua porsi makanan berbeda ditangannya. Satunya sup buat Chaby dan satunya lagi Bakso untuk dirinya sendiri. Mata Pika berpindah-pindah pada ketiga cowok didepannyan dengan senyum lebar, memamerkan barisan giginya yang rapi.
"Kita berdua makan dulu yah kakak-kakak." ucapnya pada mereka yang hanya mendapat respon Andra.
Chaby menatap sepiring sup di depannya dengan ekspresi tidak semangat. Makanan yang mengandung sayuran didalamnya adalah makanan yang paling ia benci. Melihatnya saja langsung menghilangkan napsu makannya. Gadis itu lebih memilih mengaduk-aduk makanan itu daripada mengisinya ke mulut.
Diam-diam Decklan memperhatikannya tapi berusaha untuk tidak peduli, meski sebenarnya ia penasaran kenapa gadis itu tidak makan. Apa moodnya hilang karena sikap kasar Bara tadi?
"Kok diaduk-aduk doang?" tanya Pika menyadari Chaby tidak memakan makanannya. Chaby mendekatkan wajahnya ke telinga gadis itu
"Aku nggak suka makanannya." bisiknya tapi bisikan itu tetap terdengar oleh semua cowok dimeja itu.
Pika berdecak menatap Chaby.
"Ya udah, lo makan ini aja biar gue makan makanan lo." katanya lalu menukar makanan mereka. Kan nggak lucu juga kalau Chaby sampai kena maag karena belum makan. Bagaimana kalau ia dimarahi kakak gadis itu.
Chaby buru-buru melahap bakso milik Pika yang ditukar sama supnya. Ia takut kalo Pika berubah pikiran lagi dan menukarnya kembali jadi harus ia habisin secepatnya. Ia tak sadar semua penghuni meja itu sedang memperhatikan aksinya itu.
"Udah nggak makan berapa hari lo?" seru Andra takjub. Ternyata masih ada cewek yang makan tanpa jaim begitu, didepan cowok lagi. Bara yang melihatnya biasa saja tidak peduli, sedang Decklan sudut bibirnya terangkat keatas. Ia teringat waktu pertama kali cewek itu datang kerumahnya dan makan masakan mamanya. Mungkin hari itulah pertama kalinya ia merasa mulai tertarik pada gadis itu.
"Pelan-pelan aja makannya By, gue nggak bakal tuker lagi kok." ucap Pika ke Chaby.
"Cabut yuk." Bara bersuara. Perkataannya ditujukan ke Andra dan Decklan. Cowok itu berdiri dan berbalik pergi duluan. Sebelum pergi, ia sempat melirik Chaby tajam membuat gadis itu kembali menunduk tidak berani menatapnya.
"Kok kak Bara natap gitu ke lo?" tanya Pika heran. Chaby menggelengkan kepala mewakili jawabannya. Ia juga tidak tahu, tapi hatinya merasa kak Bara membencinya.
Tak lama setelah kepergian tiga cowok itu, ada dua siswi kelas sebelas yang mendatangi mereka. Pika kenal gadis yang satu itu. Namanya Nana, teman sekelas kakaknya. Ia ingat Andra pernah cerita Nana suka sama Decklan dan bahkan pernah terang-terangan menembaknya dikelas tapi di tolak. Pika tertawa, yah ialah ditolak. Baru melihat gadis itu saja ia udah tahu kalau gadis itu jauh sekali dari tipe kakaknya. Wajahnya sih lumayan tapi entah kenapa Pika tidak suka.
"Lo berdua kelas sepuluh?" tanya Nana ketus. Ia merasa tidak suka dan terganggu karena dua adik kelasnya itu berani sekali duduk dimeja Decklan dan teman-temannya. Ia tambah tidak suka lagi karena sepertinya mereka memang sudah saling kenal. Meski begitu, gadis itu tetap mempertahankan ekspresinya didepan mereka dengan mencoba bersikap biasa. Ia hanya ingin tahu.
"Ia, emang kenapa?" balas Pika santai.
"Lo tuh adek kelas yang sopan dong." kali ini gadis yang datang bersama Nana yang bicara. Lebih terdengar seperti bentakan sih tapi Pika sama tidak takut, malah Chaby yang bergidik takut.
"Hubungan lo berdua sama kelompoknya Decklan apa?" tanya Nana lagi. Pika mencibir mendengar pertanyaan itu. Ia menatap Nana berani.
"Gue orang yang tahu semua rahasianya kak Decklan." jawabnya penuh percaya diri."
"Dan dia," kali ini Pika menunjuk Chaby.
"Namanya Chaby, satu-satunya cewek yang udah pernah tidur di kamarnya kak Decklan." katanya sengaja memanas-manasi. Memang benar juga, tak ada yang salah dengan perkataannya.
Chaby melotot padanya meski ucapan Pika memang benar, tapi kan nggak usah sampai dibilang ke orang lain juga kan.
Mendadak hati Nana menjadi panas mendengarnya, ia tidak terima ada orang lain yang punya hubungan khusus dengan cowok yang ditaksirnya. Apa? Tidur di kamar Decklan? Wajahnya menatap Chaby menahan emosi.
"Nggak usah ngarang lo ya. Nggak mungkin Decklan ngisinin cewek asing tidur dikamarnya." sergah teman Nana yang namanya Ria itu.
Pika malah tertawa.
"Lo berdua kali yang asing dimatanya kak Decklan, kalo kita berdua sih udah biasa bolak-balik kamarnya." balas Pika lagi tambah memanas-manasi. Entah kenapa Chaby merasa dirinya menjadi korban sahabatnya sendiri. Dasar Pika.
😭😭😭😭😭😭