Genap 31 tahun usianya, Rafardhan Faaz Imtiyaz belum kembali memiliki keinginan untuk menikah. Kegagalan beberapa tahun lalu membuat Faaz trauma untuk menjalin kedekatan apalagi sampai mengkhitbah seorang wanita.
Hingga, di suatu malam semesta mempertemukannya dengan Ganeeta, gadis pembuat onar yang membuat Faaz terperangkap dalam masalah besar.
Niat hati hanya sekadar mengantar gadis itu kepada orang tuanya dalam keadaan mabuk berat dan pengaruh obat-obatan terlarang, Faaz justru diminta untuk menikahi Ganeeta dengan harapan bisa mendidiknya.
Faaz yang tahu seberapa nakal dan brutal gadis itu sontak menolak lantaran tidak ingin sakit kepala. Namun, penolakan Faaz dibalas ancaman dari Cakra hingga mau tidak mau pria itu patuh demi menyelamatkan pondok pesantren yang didirikan abinya.
.
.
"Astaghfirullah, apa tidak ada cara lain untuk mendidik gadis itu selain menikahinya?" Rafardhan Faaz Imtiyaz
Follow Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24 - Bulan Madu, Yuk
"Oh aku tahu itu ... sebenarnya ini cuma latihan, bukan niat melamarmu sungguhan."
"Halah, bilang saja telanjur malu, pakai alesan cuma latihan," cibir Ganeeta tatkala mendengar ucapan kadal gurun di sampingnya.
Tak terima akan hal itu, Ganendra yang sebenarnya memang mengincar Ganeeta sejak lama beralih menghadap pada Aruni hingga berakhir jitakan di keningnya.
"Mau apa? Jangan pernah jadikan aku korban selanjutnya, Ganendra!"
"Ck kalian benar-benar ... kenapa jual mahal semua?" tanya Ganendra seraya mengusap keningnya.
Mereka saling mengenal sebenarnya. Walau memang sudah cukup jauh, tapi mereka masih bisa dibilang keluarga. Atau, dengan kata lain masih termasuk sepupu meski tidak ada hubungan darah.
"Mau yang tidak jual mahal? Tuh, lagi obral katanya," ucap Ganeeta menunjuk ke arah Laura yang tampak sengaja tebar pesona dengan memperlihatkan bibir merah meronanya.
"Ewh, najish ... mending kawin lari sama Aruni saja."
"Ih, kenapa ajak-ajak aku sih? Kawin sana sendiri," ketus Aruni sengaja menepis tangan Ganendra yang lancang merangkul pundaknya.
"Kawin sendiri gimana ceritanya? Kawin tu berdua ... seperti Ganeeta sama siapa sih nama suaminya? Fauzi ya?"
"Faaz!!" timpal Ganeeta tak lupa mendaratkan pukulan tepat di pundak pria itu.
"Santai, kepleset dikit juga."
"Fauzi ke Faaz itu jauh, jauh!!"
"Dikit, yang jauh tu hati kita, Sayang," balas Ganendra lagi dan lagi membuat Ganeeta naik pitam.
Dia yang biasanya menyulut emosi, kini gantian tersulut emosi. "Mulutmu benar-benar minta dihajar sepertinya ya, kuaduin sama kak Dewangga mau?"
"Dikit-dikit ngadu, sudah punya suami ngapain ngadu ke Dewangga? Ngadu ke suaminya dong, mana tahu bisa adu skill."
"Skall-Skill-Skall-Skill, sikil kali yang kamu maksud," timpal Ganeeta seenaknya karena tahu sikapnya tidak akan membuat Ganendra tersinggung.
Mengingat, mereka memang sudah mengenal cukup lama. Lain halnya dengan yang lain, ucapan Ganeeta barusan mungkin akan dianggap tidak sopan atau semacamnya.
"Ha-ha-ha bisa aja," ucap Ganendra tergelak beberapa saat. "Oh iya, kamu 'kan sudah menikah ...."
"Jangan nanya aneh-aneh, Ganendra." Sembari melayangkan tatapan tajam, Ganeeta memberi peringatan lantaran khawatir pemilik wajah tampan itu akan melontarkan pertanyaan di luar nalar.
"Tidak, Net, aku tidak akan bertanya aneh-aneh tenang saja."
"Terus apa?"
Tak segera menjawab, Ganendra terdiam beberapa saat. "Apa benar tidak ada kemungkinan kita bisa berjodoh, Net?"
"Hadeuh, aku kira apa ... sudah kubilang tidak ada, pertanyaannya jangan ngaco deh," kesal Ganeeta sejenak minum demi menghilangkan rasa haus yang menyiksa di tenggorokannya.
"Huft, padahal kita sudah cocok."
"Ini lagi satu, cocok-cocok ... cocok dimananya sih?"
"Inisial kita sama-sama G."
Ganeeta memijat pangkal hidung, sungguh malas sekali sebenarnya menanggapi manusia satu ini lebih lama.
"Ganendra Bagaskara ...."
"Iya, Ganeeta Maheswari?" sahut Ganendra selang beberapa detik pasca Ganeeta menyebut namanya.
"Kamu mendingan ganti nama deh, bawel banget punya mulut," cecoros Ganeeta yang didukung gelak tawa oleh Aruni dan Laura di sana.
Menurut mereka perdebatan kedua orang ini lucu, terkesan menggemaskan dan kalau bisa jangan akur dulu.
"Ganti? Ganti apa?"
"Ya ganti, Gauri kayaknya cocok."
"No, terlalu keren ... lebih cocok Gayatri," sambung Aruni dan berakhir tatapan tak terbaca dari Ganendra.
"Bilang apa tadi?"
"Dih, kenapa begitu banget lihatnya ... Tante Anet yang mulai, kenapa marahnya ke aku saja?"
Melihat Aruni yang tampak bergidik ngeri, Ganeeta terbahak dan tertawa sejadi-jadinya. Hingga dia lupa diri dan memukul Ganendra berkali-kali sebagaimana yang kerap dilakukan kaum hawa ketika tertawa.
Tak berselang lama, ponselnya bergetar dan saat itu pula gelak tawa Ganeeta terhenti seketika.
Sejenak dia mengelilingkan pandangan, memastikan dimana keberadaan seseorang yang mengirimkan pesan singkat padanya.
Beberapa saat mencari, dia tidak menemukan petunjuk hingga ponselnya bergetar lagi.
|| Mas di atas ... arah jam 12
Ganeeta mengikuti petunjuk yang diberikan, benar saja di lantai dua dia menyaksikan Faaz tengah duduk sendiri dan menatap ke arahnya.
|| Ketawanya biasa saja, tidak perlu pukul sana-sini ... bukan muhrim, ingat itu.
Deg
Ganeeta melirik ke kanan kiri, teman-temannya sudah kembali berbincang dengan topik pembicaraan yang lain.
Merasa tidak nyaman karena ternyata Faaz masih mengawasinya, Ganeeta beranjak berdiri dengan alasan ingin ke toilet sebentar.
Mereka yang mendengar percaya saja, tidak sedikit pun mereka mengira bahwa Ganeeta naik ke atas untuk menemui suaminya.
.
.
"Mas ngapain di sini?" desis Ganeeta sengaja mengecilkan suaranya, padahal sekalipun besar juga tidak akan terdengar dari bawah.
"Sengaja, sudah lama tidak nongkrong di tempat seperti ini."
"Huft, bukannya tadi sudah pulang? Kapan masuknya aku tanya?" selidik Ganeeta karena benar-benar dibuat bingung kapan Faaz masuk juga.
Tak segera menjawab, Faaz yang tadinya kembali hanya modal nekat karena tidak percaya Ganeeta seratus persen memilih diam saja.
"Eh, Mas, serius ngapain?"
"Mas ikutan nongkrong, apa salahnya?"
"Iya tidak salah, bebas ... cuma maksudku kenapa tiba-tiba di sini, sengaja ngawasin aku? Iya?" terka Ganeeta karena benar-benar tidak dapat menutupi kecurigaannya.
"Anggap saja begitu."
"Huft, kenapa harus diawasin? Aku bisa kok jaga diri."
"Tidak apa-apa, ingin saja ... lagian Mas tidak punya teman di rumah, Papi sama Mami mau jalan, sementara Khalif main basket, masa Mas berdua doang sama Mba." Faaz mengeluarkan keluh kesah yang memang murni dia rasa.
Tak ayal, Ganeeta turut prihatin dan memang kalau dipikir, Faaz tak ubahnya bak pengangguran tanpa arah jika tidak sedang bersamanya.
"Ehm aku punya ide," ucap Ganeeta secara tiba-tiba dan sengaja duduk di hadapan Faaz.
"Ide? Ide apa?"
"Kita bulan madu yuk, mau tidak?"
Uhuk
Tiada angin, tiada hujan tiba-tiba Ganeeta mengajak bulan madu. Padahal, sejak kemarin mereka tidak pernah membahas tentang hal ini sama sekali.
"Kemana?"
"Kemana saja, Bali boleh," jawab Ganeeta serius karena secara tiba-tiba mood-nya ingin bulan madu saat ini.
"Bali?"
"He'em, Mas punya uang, 'kan?"
Faaz mengangguk, meski dia tidak sekaya sang mertua, bukan berarti melarat juga.
"Nice!! Fiks kita ke Bali kalau begitu."
"Kapan kira-kira?" tanya Faaz kemudian.
"Hari ini, kan bisa langsung pergi," jawab Ganeeta dengan begitu santainya dan menentukan jadwal seenak hati.
"Hari ini?"
"Iya, kenapa sih? Kok mukanya kaget gitu?"
"Kaget saja, bukannya sekarang kamu lagi sibuk-sibuknya? Kemarin Mas ajak ke Yogya tidak mau karena sibuk."
Seketika Ganeeta mengatupkan bibir, ketahuan sekali di sini dia hanya ingin bersenang-senang, tapi tidak bersedia di ajak ke rumah mertuanya.
"Hayo? Gimana jadi? Sibuk atau tidak?" selidik Faaz seraya bersedekap dada sembari mengulas senyum tipis di wajahnya.
"Sibuk sih, tapi aku bosan ... orang lain kalau habis nikah tu bulan madu, masa aku tidak?"
"Ha-ha-ha, kesibukanmu sesuai kepentingan berarti ya?"
"Anggap saja begitu," balas Ganeeta karena sudah telanjur tertangkap basah.
"Okay, kita pulang sekarang."
"Kok pulang? Kan aku ngajak ke Bali, Mas."
"Iya, tapi kan kita harus packing dulu," ucap Faaz yang kemudian membuat Ganeeta segera berdiri.
Dia mengekor di sisi Faaz sembari bergelayut manja di lengan sang suami tatkala melewati para sahabatnya yang jelas bingung sendiri.
Selain bingung sejak kapan Faaz di atas, mereka juga bingung lantaran Ganeeta tiba-tiba pamit pulang padahal janjinya main sampai bosan.
"Mau kemana, Net?"
"Bali," jawabnya sembari berlalu pergi.
Meninggalkan empat orang yang merasa terjebak situasi karena kebetulan, Ganeeta belum membayar makan dan minumannya.
"Tiba-tiba banget ke Bali, mana akur lagi sama suaminya," ucap Laura cukup terkejut akan hal itu.
"Hem, padahal menurut informasi yang kudengar dia dipaksa sama papinya," timpal Ganendra kemudian.
"Dipaksa?"
"Iya, dipaksa, bahkan kejar-kejaran sebelum akad nikah," ucap Aruni ikut menambahkan.
"Masa sih? Tapi dimana aura dipaksanya coba? Orang nempel begitu ... apa mereka pura-pura?"
"Ya mana aku tahu, tanya saja sama Ganeeta, jangan padaku, Laura."
.
.
- To Be Continued -
kasih seneng dikit ngapa mas faaz nya biar tegar lg .. kN ada kewajiban nya anet d bagian itu .. kasihan .. kasih penuh batre nya biar power full .. siap hadapi karkus eh kartika 🥰🤭
kalo aneet terpedaya sih wajar namanya juga kunet anaknya pak cakra kan emang masih labil dn dewasanya cuma di saat tertentu aja,,apalagi berhubungan sm suaminya ya pasti yg ada dikepalanya alias otaknya juga gk bekerja secara maksimal 🤣
setiap rumah tangga pasti ada konfliknya tp aq tau KK othor ga bikin yg berat2
hanya bikin pembaca penasaraaaann😱🥰
Faaz ga pinter akting kayak Kartika, jadi ketahuan boongnya