Marriage Is Scary...
Bayangkan menikah dengan pria yang sempurna di mata orang lain, terlihat begitu penyayang dan peduli. Tapi di balik senyum hangat dan kata-kata manisnya, tersimpan rahasia kelam yang perlahan-lahan mengikis kebahagiaan pernikahan. Manipulasi, pengkhianatan, kebohongan dan masa lalu yang gelap menghancurkan pernikahan dalam sekejap mata.
____
"Oh, jadi ini camilan suami orang!" ujar Lily dengan tatapan merendahkan. Kesuksesan adalah balas dendam yang Lily janjikan untuk dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Syndrome, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gema Cinta dari Sebuah Sentuhan
Isaac menatap matanya dalam-dalam, mencoba meyakinkannya. "Aku nggak punya pacar," ujarnya. Isaac memang tidak memiliki pacar, tapi memiliki istri.
Sebelum Lisa bisa menjawab, Isaac mendekat dan mencium bibirnya dengan lembut. Lisa terkejut, namun dia merasakan kehangatan dan kelembutan dari ciuman Isaac. Sentuhan Isaac semakin intens, tetapi tetap penuh perhatian dan lembut, membuat Lisa merasakan getaran yang tak terduga.
"Kamu cantik banget, bahkan lebih cantik dari siapapun," bisik Isaac lembut di samping telinga Lisa.
Seketika bulu kuduk Lisa meremang, namun ada gairah yang tiba-tiba membuncah. Dia melingkarkan kedua tangannya ke punggung Isaac, menariknya agar lebih dekat.
Perlahan namun pasti, Lisa mulai terbuai oleh pesona dan kelembutan Isaac. Sentuhan Isaac yang halus di tubuhnya membuatnya lupa akan segalanya. Dia menutup matanya, membiarkan diri terhanyut dalam momen tersebut, menikmati setiap sentuhan dan kata-kata manis yang keluar dari bibir Isaac.
Di dalam bilik toilet itu, di tengah gemuruh musik dan lampu yang berkedip-kedip, mereka berdua tenggelam dalam hasrat yang membara.
Dengan perlahan, tangan Isaac mulai turun ke arah dada Lisa, dia merasakan sesuatu yang padat berisi. Sentuhan lembut namun sedikit menekan mengundang desahan lembut dari bibir Lisa.
Bibirnya mulai menelusuri leher Lisa, meninggalkan jejak ciuman panas yang semakin membuat Lisa tenggelam dalam gelora.
Suasana di sekitar mereka semakin memudar, hanya tersisa perasaan intens di antara mereka berdua.
Tiba-tiba, suara ketukan keras di pintu toilet membuyarkan segalanya. "Tok, tok, tok! Gantian, woi! Pengen kencing, nih," suara wanita setengah berteriak membuat Isaac dan Lisa terkejut, jantung mereka berdegup kencang bukan lagi karena gairah, tapi karena kaget.
Suara seseorang dari luar membuat Isaac menggeram marah, rasa frustasi dan kesal bercampur jadi satu. Dia mengepalkan tinju, berusaha menahan diri untuk tidak melampiaskan kemarahannya.
"Sial!" gumam Isaac dengan nada kesal. Dia menatap Lisa dengan tatapan penuh penyesalan. "Kita bisa lanjutin kapan-kapan," katanya, mencoba menenangkan suasana.
Dengan cepat, Isaac membenahi penampilannya, merapikan baju dan rambutnya. Dia membantu Lisa merapikan kembali gaunnya, memastikan semuanya tampak rapi sebelum membuka pintu toilet.
Ketika mereka melangkah keluar, mereka disambut dengan pandangan beberapa orang yang menunggu, termasuk wanita yang mengetuk tadi.
“Minimal cari kamar!” seru wanita itu seraya masuk ke dalam toilet dengan terburu-buru.
Isaac dan Lisa menghiraukan ucapan wanita itu. Keduanya keluar dan berpisah seolah tidak terjadi apa-apa.
Isaac berjalan kembali menuju sofa tempat dimana temannya berada, mencoba menyingkirkan rasa kesal yang masih mengganggu. Di sana, Calvin dan Lucas sudah duduk dengan santai, masing-masing memangku wanita yang tampak menikmati malam itu.
Pemandangan ini membuat Isaac semakin merasa kesal, mengingat apa yang baru saja terhenti.
"Kok lama banget di toilet?" tanya Lucas sambil mengelus paha wanita yang ada di pangkuannya.
"Aku pulang dulu, ya. Kapan-kapan kita nongkrong lagi," katanya singkat mengabaikan pertanyaan Lucas.
Calvin dan Lucas mengangguk bersamaan, lalu kembali asik dengan wanita yang ada di pangkuan masing-masing.
Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari, dan Isaac baru saja melangkah keluar dari klub malam. Selama ini, Lily tidak tahu jika dia suka pergi ke klub malam. Dia selalu berbohong dengan mengatakan pergi bermain billiard atau sekedar gym bersama teman-temannya.
***
Isaac memasuki rumahnya dengan langkah pelan, merasakan keheningan yang begitu pekat menyelimuti setiap sudut ruangan. Lampu-lampu kecil yang tersisa menyala, memberikan penerangan lembut di dalam rumah yang sudah beberapa bulan ini dia tinggali bersama Lily.
Setiap detail rumah, mulai dari lukisan di dinding hingga susunan perabot, membawa kenangan tentang hubungan mereka yang semakin terasa hambar.
Dia berdiri di tengah ruang tamu, memandang sekeliling dengan pandangan kosong. Dalam diam, dia menghela nafas panjang. Rasa cinta yang pernah dia rasakan untuk Lily kini terasa memudar.
Cintanya hanya sementara, hanyut dalam euforia awal pernikahan. Kini, yang tersisa hanyalah kebutuhan, bukan cinta.
Dengan langkah berat, Isaac menuju kamar tidur. Pintu kamar dibuka perlahan, memperlihatkan pemandangan Lily yang sedang tertidur terlentang di atas ranjang. Wajah Lily tampak begitu cantik dan tenang saat tidur, seolah tanpa beban.
Keindahan wajahnya memancing kembali hasrat Isaac yang sempat tertunda beberapa waktu lalu.
Isaac mendekati ranjang, duduk di samping Lily dan mulai menyentuh tubuh istrinya dengan lembut. Kulit Lily yang hangat dan lembut di bawah sentuhannya membuat hasratnya semakin memuncak. Tangannya menggerayangi tubuh Lily dengan perlahan, menikmati setiap sentuhan yang membuatnya semakin terbuai.
Lily terbangun dengan mata terbelalak kaget melihat suaminya yang tengah melepas kancing bajunya. "Isaac," panggilnya dengan suara serak dan kebingungan.
Isaac menatap mata Lily dalam-dalam. "Aku butuh kamu, Lily," bisiknya lirih. "Aku minta maaf atas sikapku tadi sore. Aku tahu aku kasar."
Lily belum sadar sepenuhnya, bahkan rasa kantuk membuatnya sulit untuk berkonsentrasi.
Beberapa saat kemudian. Lily mengingat semuanya.
Lily menepis tangan Isaac yang masih berusaha melepas kancing bajunya.
“Kamu dari mana aja?”
Isaac menghela napas, mencoba menyusun kebohongan yang bisa diterima. "Calvin kecelakaan, sayang. Aku harus bawa dia ke rumah sakit. Makanya aku baru pulang."
Mata Lily sedikit melembut mendengar nama sahabat Isaac. "Terus keadaan dia gimana?"
“Nggak parah, kok. Maaf, ya,” ujar Isaac seraya menyentuh wajah Lily dengan lembut, mencoba menenangkan perasaannya.
Tangannya terus mengelus tubuh Lily, berusaha menyalurkan rasa penyesalan yang tidak sepenuhnya dia rasakan.
Lily, meski masih marah dan kecewa, perlahan mulai melembut di bawah sentuhan Isaac. Akhirnya, dia menyerah, melayani suaminya dengan pasrah. Isaac, kali ini, melakukannya dengan sangat hati-hati dan lembut, berbeda dari kali terakhir dia melakukannya.
Setiap sentuhannya penuh perasaan, membuat Lily terbuai dalam keyakinan bahwa Isaac masih mencintainya.
“Makasih cantik, kamu istri yang paling cantik di dunia,” puji Isaac setelah puas. Dia mengecup kening Lily dan mendekapnya, seolah penuh dengan cinta dan kasih sayang.
Dalam keheningan malam, Isaac membiarkan kebohongan dan keputusannya menguasai momen itu. Dia mungkin tidak lagi mencintai Lily seperti dulu, tetapi kebutuhan akan dirinya cukup untuk membuatnya bertahan. Di antara kebenaran dan kebohongan, mereka terus berlayar dalam pernikahan tanpa arah.
Jantung Lily berdegup kencang dalam dekapan Isaac. Aroma wangi di tubuh Isaac begitu candu, membuat Lily terbuai dan terbang. Kupu-kupu di perutnya kembali bertebaran, seiring dengan belaian yang membuat kulitnya panas.
“Aku sayang banget sama kamu.”
“Aku beruntung punya istri yang cantik dan serba bisa,” puji Isaac sebelum akhirnya tertidur lelap. Pujian demi pujian itu meninggalkan rasa yang bergema bersama dengan sentuhan lembut.
JANGAN LUPA LIKE, KOMEN, VOTE, TAMBAHKAN FAVORIT, DAN BERI HADIAH UNTUK NOVEL INI ❤️ TERIMAKASIH
biar semangat up aku kasih vote utkmu thor