Kesalahan di masa lalu membuat Maudy memiliki seorang anak.
Seiring bertambah usia, Jeri merindukan sosok seorang ayah.
"Apa kamu mau menikah denganku?" tanya Maudy pada pria itu.
"Aku tidak mau!" tolaknya tegas.
"Kamu tahu, Jeri sangat menyukaimu!" jelas Maudy. Semua demi kebaikan dan kebahagiaan putranya, apapun akan dilakukannya.
"Aku tahu itu. Tapi, aku tidak suka mamanya!"
Akankah Maudy berhasil memberikan papa untuk Jeri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hai_Ayyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 - Oh, Tidak Bisa
Nafas Maudy terasa memburu mendengar apa yang Satria katakan bahwa Jeri sedang bersama papanya. Langsung menebak jika Denis masih hidup dan kini mencari mereka.
Jadi menyesal tadi membiarkan Jeri dijemput Satria. Lebih baik ia yang menjemput Jeri sendiri. Putranya pasti tidak akan dibawa pria tidak bertanggung jawab itu. Ia akan langsung menghadapinya.
Satria pasti tadi langsung saja memberikan Jeri, saat Denis bilang dia papa dari putranya. Padahal seharusnya tidak bisa diberikan begitu saja, harus mengatakan padanya. Harus dengan persetujuannya.
Memanglah pria satu itu minta dipecat.
'Jeri itu anakku! Aku yang merawat dan membesarkannya!' batin Maudy.
Maudy tidak akan membiarkan pria jahat itu mengambil putranya. Anak yang dulu tidak diakui dan ditolak mentah-mentah bahkan dikatakan anak haram oleh pria itu. Sekarang Denis mau mengambilnya. Oh, tidak bisa! Tidak semudah itu!
Maudy segera berlari keluar ruangannya. Saat ini ia harus segera mengambil Jeri kembali. Jeri tidak boleh dibawa pria tidak bertanggung jawab itu.
Wanita itu sangat geram sekali. Jika sampai melukai Jeri sedikit saja, akan dipatahkannya tangan pria itu.
Rasa geram, marah, cemas, khawatir, takut telah campur aduk.
"Papa, Denis membawa putraku!" ia pun menelepon papanya sambil menangis mengadukan kegelisahan hatinya.
Papanya harus melakukan sesuatu untuk melindungi Jeri. Denis harus diamankan segera, pria yang dikiranya sudah mati itu ternyata masih hidup dan mengganggu kehidupan mereka.
Para karyawan menundukkan kepala saat Maudy lewat. Mereka merasa heran, atasan mereka yang terkenal angkuh dan sombong itu bisa menangis juga. Berjalan sambil terus mengusap air mata.
Sikap angkuh dan sombong nona Maudy yang seperti biasanya tiada terlihat lagi. Hanya muka bersedih dan putus asa, seolah telah kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya.
Maudy memang tidak peduli bagaimana ekspresinya, sekarang yang lebih penting putranya. Jeri itu nyawa dan dunianya.
Sampai di lantai 1, Maudy melihat sekitar mencari di mana anaknya berada. Tapi tidak ada sang anak di sana. Pasti Denis sudah membawanya kabur.
'Jeri, kamu di mana nak?' Maudy merasakan sesak di dada. Dunianya terasa sudah hancur berantakan. Putranya tidak ada di sisinya. Apa jadinya dia?
Maudy menenangkan perasaannya, ia tidak boleh down dulu. Di saat sekarang ia harus tetap kuat untuk mencari dan merebut Jeri dari pria yang tidak bertanggung jawab itu.
Maudy meraih ponsel dan akan bertanya pada Satria. Pasti Satria tahu ke arah mana anaknya dibawa pria itu.
"Kamu di mana, Sat?" tanya Maudy begitu panggilan terhubung.
"Kami di ruangan anda, nona." jawaban dari sana.
Darah Maudy terasa mendidih mendengar ucapan Satria. Kami? Maksudnya, Denis juga ada bersama mereka di ruangannya.
Langsung mengakhiri panggilan begitu saja dan Maudy segera berlari menuju ruangannya. Ia akan memberi perhitungan dengan Denis, untuk tidak bermain-main dengannya.
Maudy yakin sekarang Denis akan memanfaatkan Jeri agar diberikan uang. Pria itu hanya mau uang saja darinya. Dulu saja ia diporoti.
'Argh!' Maudy kini berteriak kesal dalam hati. Lama sekali lift ini bergerak. Tidak sabar ia bertemu Jeri dan menghajar Denis.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Ayo kita masuk saja, pak" ajak Satria sambil membuka pintu ruangan atasannya itu.
Tadi sekretarisnya bilang, nona Maudy sedang keluar. Jadi mereka akan menunggu di dalam saja. Nona pasti akan marah jika putra kesayangannya menunggu di luar.
Roni menurunkan Jeri dari gendongannya. Dan bocah itu meraih bungkusan yang dipegang Satria.
"Pa, Jeri banyak makanan." ucapnya sambil mengeluarkan jajanannya dan disusun di atas meja. Nanti mau memakan itu dengan papa dan mamanya.
Roni hanya mengangguk sambil tersenyum dan ia melihat Satria.
"Sat, saya pergi dulu." ucapnya pelan. Jeri lagi anteng, akan ditinggalkan dengan Satria saja sembari menunggu nona Maudy datang.
"Papa mau pergi?" Satria sengaja berucap cukup keras, biar Jeri mendengar. Dari pada nanti saat bocah itu menyadari Roni sudah pergi dan langsung menangis, kan jadi repot.
Dan benar, bocah itu meninggalkan jajanannya begitu saja dan memeluk kaki Roni. Ia tidak mau papanya pergi.
Roni membuang nafasnya dengan kasar. Satria memang buat kesal minta ampun lah. Dilihati malah nyengir pula.
"Jeri, kamu tunggu mama di sini sama om Satria ya." bujuk Roni dan hanya gelengan yang ditunjukkan Jeri.
"Om mau makan dulu." ucapnya. Sudah masuk jam makan siang.
"Papa makan sama Jeri saja. Nanti kita makan sama mama juga." ucap Jeri dengan senyuman polosnya.
Roni mendadak merinding jika harus makan bersama wanita kepedean itu. Tah apa nanti yang akan dikatakan nona Maudy padanya.
Wanita itu sudah salah paham dengan dirinya, mengira ia sedang berusaha mendekatinya. Dan sekarang apa lagi nanti katanya, sengaja mendekati anaknya untuk mendapatkan mamanya.
Yang benar saja?!
"Jeri harus makan bersama papa dan mama kan?!" Satria mulai ngomporin. Tidak akan membiarkan Roni pergi sebelum mama anak itu datang.
"Sat!!!" Roni merapatkan giginya.
"Kamu sama om Satria, om pergi dulu!" Roni melepaskan pegangan tangan Jeri di celananya. Dan,
"Huwa... Papa!" suara tangisan melengking itu pun terdengar.
Dan tidak lama,
"Sudah-sudah ya Jeri. Jangan menangis lagi!" bujuk Roni sambil menggendongnya kembali. Mengelus-elus kepala dan pundak bocah itu biar tenang.
"Papa jangan pergi ya!" Jeri makin mengeratkan pelukannya. Ia tidak akan membiarkan papanya pergi lagi.
"Iya, Jeri. Papa Roni tidak akan pergi meninggalkan kamu. Kalau pergi, nanti om Satria yang menangkap dan membawa papa Roni pada Jeri!" ucap Satria dengan sangat yakin.
"Benar, om?" Jeri memastikan bahwa Satria ada di pihaknya. Akan membantu mencari papanya jika pergi lagi.
"Benar. Kapan om Satria yang ganteng ini bohong sama Jeri?!"
Rasanya Roni ingin saja melakban mulut Satria. Menyebalkan sekali pria itu, pakai bicara begitu segala.
"Papa, Jeri mau pipis."
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Bugh... Suara pintu.
Seorang wanita masuk dengan nafas memburu. Ia masuk dan tidak melihat putranya di ruangan itu.
Ke mana anaknya? Apa Denis sudah pergi lagi?
"Sat, di mana Jeri?" tanya Maudy ketika melihat Satria duduk di kursi sofa.
"Lagi pipis, nona." jawab Satria sambil menunjuk ke arah kamar mandi.
Maudy melihat pintu kamar mandi terbuka dan terlihat seorang pria mengangkat Jeri. Pria itu juga berjongkok untuk memasangkan tali pinggang putranya. Posisi yang membelakangi, membuatnya tidak bisa melihat wajah Denis yang sekarang.
"Mama." Jeri melambaikan tangan pada Maudy.
Roni sudah selesai memasangkan tali pinggang, karena tadi Jeri ingin buang air kecil dan hanya mau dibantu dengannya.
Pria yang sedang berjongkok itu akan bangkit dan membalikkan badannya. Dan saat berbalik,
Bugh...
"Beraninya kau menyentuh anakku?!"
.
.
.