Dicampakkan saat sedang mengandung, itu yang Zafira rasakan. Hatinya sakit, hancur, dan kecewa. Hanya karena ia diketahui kembali hamil anak perempuan, suaminya mencampakkannya. Keluarga suaminya pun mengusirnya beserta anak-anaknya.
Seperti belum puas menyakiti, suaminya menalakknya tepat setelah ia baru saja melahirkan tanpa sedikitpun keinginan untuk melihat keadaan bayi mungil itu. Belum hilang rasa sakit setelah melahirkan, tapi suami dan mertuanya justru menorehkan luka yang mungkin takkan pernah sembuh meski waktu terus bergulir.
"Baiklah aku bersedia bercerai. Tapi dengan syarat ... "
"Cih, dasar perempuan miskin. Kau ingin berapa, sebutkan saja!"
"Aku tidak menginginkan harta kalian satu sen pun. Aku hanya minta satu hal, kelak kalian tidak boleh mengusik anak-anakku karena anakku hanya milikku. Setelah kami resmi bercerai sejak itulah kalian kehilangan hak atas anak-anakku, bagaimana? Kalian setuju?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa mungkin ...
Selama berada di Indonesia, Ray jadi kerap bertemu dengan Zafira. Bahkan ia tak segan-segan bertandang ke perusahaan untuk menemui Zafira dan mengajaknya makan siang bersama. Zafira masih sadar diri kalau ia belum benar-benar resmi bercerai pun tidak serta merta menerima. Alhasil, ia memilih mengajak Luthfi makan bertiga. Seperti saat ini, mereka hendak makan di warung nasi Padang yang tak jauh dari kantornya. Tapi sebelum itu, ia meminta izin pada Ray untuk ke mushola kantor melaksanakan kewajibannya.
"Ray, kamu bisa tunggu sebentar? Aku mau shalat Dzuhur dulu," ujar Zafira. Mumpung adzan belum lama berkumandang. Bila ditunda, takutnya terlupa atau terlewatkan waktunya.
"Silahkan saja! Aku menunggu di lobi saja. Nanti kau langsung turun saja," sahut Ray yang sedikit banyak tahu kebiasaan Zafira sebagai umat muslim. Meskipun mereka berbeda keyakinan, tapi Ray sangat menghormati keyakinan Zafira. Oleh karena itu, saat dulu ditolak, ia tak dapat memaksakan kehendaknya sebab ia tahu perbedaan mereka yang sangat mendasar.
"Emmm ... " Zafira berdeham sambil mengangguk. Zafira pun bergegas berjalan menuju musholla kantor. Di belakangnya, ternyata Luthfi pun mengekorinya. "Kamu mau shalat juga, Fi?" tanya Zafira. Sebab selama beberapa hari mengenalnya, ia tak pernah melihat Luthfi masuk ke mushola untuk menunaikan kewajibannya. Berbanding terbalik dengan sang bos yang kerap ia lihat sedang menunaikan kewajibannya. Bahkan Zafira bisa melihat betapa khusyuk Alvian saat menjalankan shalatnya dan ditutup dengan dzikir. Sedikit rasa kagum menelusup ke dalam sanubarinya. Alvian yang seorang pemimpin perusahaan cukup besar ternyata tidak lupa akan Rabb-nya. Sesuatu yang tak pernah ia lihat saat berada di rumah mertuanya dulu. Baik Refano maupun kedua mertuanya tak pernah sekalipun melaksanakan kewajibannya. Pernah Zafira mengingatkan Refano, tapi justru hardikan lah yang ia dapat karena telah sok menceramahinya.
"Iya. Hehehe ... " Luthfi menggaruk tengkuknya salah tingkah.
15 menit kemudian, Zafira akhirnya telah berada di lobi. Disusul Luthfi dengan wajah yang lebih bersinar dibandingkan sebelum-sebelumnya. Mereka pun segera masuk ke mobil Ray dan menuju rumah makan Padang tujuan mereka.
"Ray, kamu mau pesan apa?" tanya Zafira. Ray sudah tak asing dengan masakan Padang sebab dahulu Zafira pernah mengajaknya makan di rumah makan Padang seperti itu. Sejak itu, setiap kali berkunjung ke Indonesia, ia selalu menyempatkan diri untuk makan di rumah makan yang menjual makanan khas Minang tersebut.
"Aku mau nasi rendang aja. Yang lainnya ikut kamu aja," jawab Ray santai.
"Kalau kamu Fi?"
"Aku ikut Koko Ray aja," sahut Luthfi yang memanggil Ray dengan sebutan Koko sebab Ray lebih tua dari dirinya.
"Oke," ucap Zafira. Ia pun hendak beranjak berdiri untuk menyampaikan pesanannya. Tapi baru saja hendak berdiri, seorang laki-laki dengan setelan tapi dan mahalnya tiba-tiba duduk di kursi yang ada di sampingnya membuat Zafira terkejut bukan main. "Pak Alvian ... " serunya dengan mata membulat.
"Kenapa? Kok sampai terkejut kayak gitu? Udah kayak liat hantu," ketus Alvian dengan wajah cemberut yang justru membuat Zafira mengulum senyum sebab wajah itu kok malah tampak menggemaskan sih.
"Tuan Alvian, pak Alvian," seru Ray dan Luthfi bersamaan. Alvian hanya berdeham, enggan menjawab seruan mereka.
"Kamu udah pesan?" tanya Alvian tiba-tiba.
"Bapak mau pesan juga?" tanya Zafira dengan dahi berkerut samar.
"Kamu mau pesan apa?" bukannya menjawab, Alvian justru balik bertanya.
"Saya mau pesan nasi ayam bakar, kalau Ray dan Luthfi ... "
"Yang aku tanyain itu pesanan kamu, bukan mereka. Ya udah, aku samakan aja sama kamu," jawab Alvian sambil mengeluarkan ponselnya.
"Bukannya tadi sebelum saya pergi, saya sudah pesankan makan siang bapak ya, kok malah tiba-tiba ada di sini?" tanya Zafira heran. Bagaimana tidak, tadi sebelum berencana makan siang dengan Ray dan Luthfi, ia sudah memesankan makan siang untuk Alvian.
Sebenarnya Alvian sudah menduga akan mendapatkan cecaran pertanyaan seperti ini. Semua ini memang tidak ada dalam rencananya. Selepas menunaikan shalat tadi, tanpa sengaja ia melihat Zafira masuk ke dalam lift menuju lobi jadi Alvian pun segera memasuki lift khusus anggota eksekutif. Melihat Zafira masuk ke mobil Ray dan diikuti Luthfi, entah mengapa ia mendadak kesal.
'Apa mereka mau makan bersama? Enak aja gue ditinggal. Ajakin kek.'
Sekiranya seperti itulah gerutuan yang keluar dari bibir Alvian. Beruntung ia mengantongi kunci mobil jadi ia pun bisa mengikuti tujuan mereka. Saat tahu mereka masuk ke sebuah rumah makan Padang, ia pun ikut mengekori hendak makan di sana. Ia sampai lupa kalau di ruangannya telah terhidang makan siang miliknya.
"Saya pingin makan nasi Padang, memang kenapa? Salah kamu sendiri tadi main pesan-pesan aja, nggak nanya lagi mau makan apa dan dimana," sahut Alvian santai sambil mengeluarkan ponselnya kemudian memainkannya.
Zafira hanya bisa menghela nafas pelan, benar juga apa kata bosnya itu. Ia tadi langsung memesan saja tanpa bertanya lagi sebab biasanya juga Alvian akan menjawab terserah kamu saja. Jadi sejak itu, Zafira selalu memesankan langsung makan siang Alvian tanpa bertanya lagi.
"Maaf pak, kalau begitu saya pesankan dulu makanannya." Ujar Zafira. Tapi tiba-tiba Ray berdiri di samping Zafira membuat Alvian mengalihkan pandangannya dari hp yang ada dalam genggamannya.
"Ayok Ra, saya temenin," ucap Ray membuat Alvian mendengkus pelan. Entah perasaan apa yang ada dalam benaknya itu. Dia masih saja mengingkari perasaannya. Minim pengalaman masalah percintaan membuat Alvian benar-benar tidak mengerti dengan apa yang dirasakannya. Seumur hidupnya, Alvian hanya fokus dengan pendidikan untuk mencapai cita-citanya dan membahagiakan ibunya. Jadi saat ia dihadapkan dengan seorang perempuan yang membuat dadanya berdebar, Alvian malah mengira dirinya sakit jantung.
Wajah Alvian kian masam saat melihat Zafira berjalan sambil berbincang dengan Ray. Dari kursinya, ia juga dapat melihat Lutfhi yang memandang Zafira dengan sorot mata penuh kagum. Alvian menghela nafas kasar, sebenarnya ada apa dengan dirinya? Benaknya tampak bertanya-tanya.
Malam harinya, Alvian tampak melamun seorang diri. Alvian bukanlah tipe laki-laki yang gemar keluar malam untuk berkumpul dengan teman-temannya. Apalagi mengunjungi tempat yang terlarang seperti klab malam. Meskipun terkadang ia keluar, tapi itu hanya sebentar. Ia tak tega meninggalkan ibunya terlalu lama. Di rumah itu memang ibunya tidak seorang diri. Ada asisten rumah tangga yang sudah membantu ibunya sejak ia masih kecil. Tapi tetap saja, sebagai anak, ia tak tega meninggalkan ibunya berlama-lama. Karena dari pagi hingga sore ia berada di kantor, sebisa mungkin saat malam ia selalu berada di rumah.
"Kamu melamunin apa sih, Al? Kayaknya khusyuk banget?" celetuk ibunya saat membuat Alvian tersentak kemudian tersenyum salah tingkah.
"Eh, ibu, ngagetin aja," sahut Alvian membuat wanita paruh baya itu terkekeh.
"Emang ngelamunin apalagi sih? Akhir-akhir ini ibu liat kamu jadi lebih sering melamun lho?" tanya Bu Ayu.
"Emmm ... Bu, Al boleh nanya nggak?" tanya Alvian ragu-ragu.
"Nanya apa, hm? Kalau ibu bisa jawab, ya nanti ibu jawab. Asal kamu jangan tanya rumus senyawa kimia aja, ibu nyerah." Jawab Bu Ayu seraya tergelak.
"Yah, ngapain juga Bu Al nanya yang kayak gituan." Alvian menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar jawaban aneh sang ibu.
"Jadi mau nanya apa? Kayaknya serius banget?" tanya Bu Ayu yang sudah mode serius.
"Bu ... emmm ... ibu ... ibu pernah jatuh cinta nggak?" tanya Alvian ragu-ragu tapi mampu membuat ibunya membulatkan matanya.
"Al, kamu jatuh cinta? Sama siapa? Wah, akhirnya ... " seru bu Ayu yang tiba-tiba saja heboh.
"Ibu, ya ampuuun. Al nanya, Bu, nanya, bukan berarti udah jatuh cinta." Alvian memberengut kesal melihat sikap heboh sang ibu.
Bu Ayu tersenyum sambil mengusap kepala Alvian. Tapi senyum itu terlihat getir. Ingatannya pun seketika terlempar ke masa lalu.
Alvian mengernyitkan dahinya. Ia dapat menangkap kesedihan di balik wajah lembut sang ibu. Ibu yang selalu berusaha tampak ceria di hadapannya. Tapi sebenarnya ada beribu-ribu luka yang disimpannya.
"Bu, maaf, maafkan Aku yang kembali mengingatkan ibu dengan keparat itu." Ucap Alvian dengan mata yang sudah memerah.
"Nggak papa. Oh ya, emangnya kenapa kamu tanya itu?" Bu Ayu mengalihkan pembicaraan mereka agar tidak membahas masalah dirinya.
"Nggak, cuma penasaran aja, gimana sih ciri-ciri orang jatuh cinta itu," kilah Alvian sambil tersenyum.
"Oh. Umur kamu udah berapa Al, masa' baru nanya kayak ginian sekarang. Aneh. Kalah sama anak SD jaman now," seloroh Bu Ayu yang sudah tersenyum geli membuat Alvian mencebikkan bibirnya karena merasa diremehkan. "Sebenarnya nggak sulit untuk mengetahui kita jatuh cinta atau tidak pada seseorang, Al. Pertama kalau kita melihat orang itu, jantung kita berdegup kencang, berdebar-debar, ada rasa ingin selalu menatapnya, melihatnya. Kedua, kesal saat ada orang lain yang mendekatinya terutama lawan jenis. Contohnya, kamu kesal saat ada cowok yang dekat sama cewek yang menarik perhatian kamu. Darah kamu tiba-tiba aja mendidih nggak jelas saat dia tertawa dengan cowok lain. Pikiran kamu tiba-tiba tak tenang. Ketiga, selalu kepikiran si dia."
Bu Ayu mengulum senyum, ia tahu, putranya itu sepertinya sedang tertarik dengan seorang perempuan. Tapi ia ragu dengan perasaannya sendiri.
Alvian terdiam setelah mendengarkan pemaparan sang ibu. Ia menyadari, semua yang diucapkan ibunya itu sudah ia rasakan semua.
'Apa mungkin aku benar-benar jatuh cinta padanya?' batin Alvian bertanya-tanya.
...***...
Mama ... mama ... mama, tolonglah aku yang sedang bingung, kurasakan virus-virus cinta, ku butuh dokter Cinta ... 🎶🎶🎶
...😂😂😂...
...***...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...