Cintanya pada almarhumah ibu membuat dendam tersendiri pada ayah kandungnya membuatnya samam sekali tidak percaya akan adanya cinta. Baginya wanita adalah sosok makhluk yang begitu merepotkan dan patut untuk di singkirkan jauh dalam kehidupannya.
Suatu ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis namun sayangnya gadis tersebut adalah kekasih kakaknya. Kakak yang selalu serius dalam segala hal dan kesalah pahaman terjadi hingga akhirnya.........
KONFLIK, Harap SKIP jika tidak biasa dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Pertengkaran.
Kening Mama Arlian berkerut, Dilan sudah mulai sadar namun tidak ada hal fatal dalam sepengetahuannya.
"Bagaimana?? Ada bahaya atau tidak????" Bang Rama menanyai Mama Arlian dengan tidak sabar.
Papa Hanggar sudah terpancing emosi tapi Mama Arlian menahannya.
"Tidak ada sesuatu yang berbahaya, Mama periksa juga tidak ada lagi tanda pendarahan. Kamu bisa tenang." Jawab Mama Arlian.
"Tenang apanya???? Mana bisa tenang kalau keadaan istriku seperti ini. Ini semua pasti karena cateringnya..!!" Tuduh Bang Rama kemudian mengambil ponselnya.
Kini Dilan yang cemas karena sebenarnya semua hanya akal-akalan nya sendiri. Dilan pun menarik celana Bang Rama.
"Bang..!!"
Melihat Dilan sadar, fokus Bang Rama pun beralih pada Dilan.
"Bagaimana rasanya?? Pusing??? Ada yang sakit???"
Dilan menggeleng sembari berurai tangis.
"Laaahh.. kenapa jadi nangis??? Ada yang lecet ya?? Coba Abang cek..!!"
"Abang.. sebenarnya Dilan bohong. Dilan nggak apa-apa..!!" Kata Dilan akhirnya jujur.
Bang Rama mengatur nafasnya. Ia berjongkok di samping tempat tidur dan menatap wajah Dilan dengan lekat. "Apa maksudmu, dek??? Kamu jangan bercanda soal anak. Abang tidak suka."
Paham akan ada pembicaraan penting di antara menantu dan putranya, Papa Hanggar segera mengajak Mama Arlian keluar dari kamar.
"Ada apa?" Raut wajah Bang Rama mulai tidak bersahabat. Nada suaranya pun sudah tidak lembut lagi.
"Dilan... Pura-pura sakit agar Abang dan Mama... saling menyapa." Jawab Dilan dengan suara pelan, suara itu lebih terdengar gelisah dan takut.
"Pura-pura??? Kamu pura-pura hanya untuk mendekatkan Abang dan Mama??????"
Bang Rama berdiri kemudian menghantam lampu hias pada meja nakas.
pyyyrrr..
"Lancang..!! Kalau kamu tidak paham apapun tentang hidup Abang..!! Jangan pernah ikut campur..!!!" Bentak Bang Rama kasar.
Mama Arlian ingin mencoba menengahi namun Papa Hanggar melarangnya dan mengajak Mama Arlian untuk duduk di teras.
"Maksud Dilan bukan begitu.........."
"Lantas apa???? Kamu tidak pernah paham rasanya. Abang melihat Mama meninggal di depan mata karena melindungi manusia yang di sebut ayah, taukah kamu Hanggar tidak pernah mencintai mama dan Abang ada karena tindak perko**an. Abang adalah anak yang tidak pernah di harapkan." Ucap geram Bang Rama hingga membanting apa yang ada di dalam kamar. Bang Rama sungguh meluapkan amarahnya.
Dilan yang melihat amarah itu merasa sangat takut tapi dirinya bangkit dan memeluk Bang Rama. Nafas Bang Rama berpacu dengan panasnya perasaan.
"Dilan minta maaf, Dilan salah..!!"
Bang Rama mencoba melepaskan pelukan Dilan namun Dilan semakin erat memeluknya.
"Jangan coba memaksaku untuk menyayangi dia. Dia sudah mendapatkan seluruh cinta di dunia ini, kecuali dariku. Dan asal kau tau, tidak ada cinta dariku tidak akan membuatnya mati." Ucap kasar Bang Rama.
"Baang..!!"
"Mama terbunuh karena melindungi laki-laki itu tapi laki-laki itu hanya melindungi Arlian." Suara itu begitu menggelegar mengisi kamar namun Dilan tetap memeluknya erat.
"Abang sudah melihat wajah ibu, Dilan bahkan tidak tau bagaimana rasanya di peluk seorang ibu. Dilan hidup di jalanan, dari belas kasih orang. Hidup yang terus berulang tanpa bisa berubah. Jika saja dulu Dilan bisa meminta pada Tuhan tentu Dilan akan memilih hidup sebagai pohon, meskipun suatu saat nanti Dilan akan tertebang, tapi Dilan bisa memberi keteduhan, mati pun memberi manfaat." Ujar Dilan.
Bang Rama begitu syok hingga tubuhnya terasa terhuyung. Ia masih enggan membalas pelukan sang istri.
"Dilan selalu berharap tangis ini adalah tangis yang terakhir tapi ternyata takdir Tuhan belum mengijinkannya." Kata Dilan sampai setengah melemah. Ia meraba perutnya. "Usai lulus sekolah, Dilan di nikahi hanya untuk kehamilan ini namun Dilan tidak tau kalau laki-laki itu sudah beristri. Istrinya terus mencari Dilan dan hendak membunuh Dilan, dia lah Mala. Mala menyebar foto Dilan ke banyak sosial media dan akhirnya perceraian itu terjadi dengan syarat penghapusan foto panas tersebut. Dilan pun bebas namun sayang laki-laki itu menemukan Dilan dan jadilah Dilan mengandung anak di luar pernikahan."
Bang Rama menahan tangis sekuat mungkin. "Abang sudah tau. Mala bukan istrinya." Jawabnya merendahkan nada suaranya.
Sungguh dalam hati Bang Rama tersimpan kesakitannya sendiri. Namun semakin di tahan, perasaannya terasa jauh lebih sakit. "Abang juga tau siapa bapaknya." Setitik air mata Bang Rama akhirnya lolos juga. Hanya saja ada hal yang membuat Bang Rama tidak tega mengungkapkan pada Dilan bahwa sebenarnya ayah dari bayi itu adalah seseorang yang amat sangat di kenalnya dan Dilan pun mungkin tidak menyadari bahwa laki-laki itu pun adalah seorang tentara.
Dilan menangis sejadi-jadinya. Ia sampai meremas pakaian Bang Rama sekuatnya. "Dilan tidak pernah niat menjual diri."
Dengan adanya kejadian ini, Bang Rama menekan emosi dan menyudahi pembahasan ini. Jelas Bang Rama pun memikirkan kondisi mental Dilan yang akan memperburuk perkembangan bayi di dalam kandungan.
Bang Rama mengalah dan mengangkat Dilan ke atas tempat tidur. "Kenapa kita harus bertengkar seperti ini?? Tolong jangan menguji kesabaran Abang."
Bang Rama mengangsurkan air minum agar Dilan bisa sedikit lebih tenang. Jemari itu kemudian beralih mengusap perut Dilan dengan lembut.
"Kamu tau, membentakmu seperti tadi sudah membuat hati Abang ikut sakit. Ada kalanya laki-laki juga tidak tahan melihat wanitanya menangis, jadi tolong jangan gunakan air matamu sebagai senjata karena Abang tidak kuat melihatnya." Kata Bang Rama. "Pada akhirnya hatimu sakit mengingat hal yang tidak seharusnya kamu ingat, Abang mati-matian menjagamu tapi kamu sendiri yang membuat semua ini menjadi persoalan yang panjang."
"Dilan hanya ingin tau, jika Abang bertemu dengan dia.. Apa yang akan Abang lakukan?" Tanya Dilan.
.
.
.
.