Kesalahan satu malam membuat Meisya harus menanggung akibatnya seorang diri. Kekasih yang seharusnya bertanggung jawab atas kehamilannya, malah mengabaikan dan mengira kehamilan Meisya sebagai lelucon.
Meisya yang ketahuan hamil, justru diusir oleh keluarganya dan terpaksa membesarkan anaknya seorang diri. Dia dituntut untuk hidup mandiri dan kuat demi anaknya.
Sampai akhirnya, takdir mempertemukan Meisya dan Ello, mantan kekasih sekaligus ayah dari anaknya. Akankah Meisya bersedia mengungkapkan kebenaran tentang anak mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itta Haruka07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesalahan Semalam Bab 15
“Aku belum kasih nama yang pas, Bu. Bagusnya apa ya?” gumam Meisya sembari menatap wajah bayi perempuannya yang cantik.
Bu Laras mengusap wajah bayi Meisya dan ingin sekali mengutarakan niatnya untuk memberikan nama pada anak Meisya.
“Bagaimana kalai namanya Lavender, biar sama kayak Elvander, kembarannya,” usul Bu Laras.
Meisya tampak mempertimbangkan usulan wanita yang menjadi bosnya itu. Walau bagaimanapun, dia juga ingin membuat Bu Laras yang tidak memiliki keturunan untuk turut memberikan nama bagi sang putri tercinta.
“Sepertinya itu nama yang sangat bagus, Sya. Elvander sama Lavender, cocok banget deh,” sahut Mirna turut berpendapat. “Tapi, aku juga punya usulan. Gimana kalau namanya Zio dan Zoey!”
Meisya terlihat semakin bingung dengan usulan nama-nama yang sangat indah untuk dua anaknya itu. Namun, setelah berpikir cukup lama, Meisya akhirnya bisa memutuskan.
“Ya, baiklah. Nama si kembar Zio Elvander dan Zoey Lavender! Orang-orang boleh panggil Elvander dan Lavender atau Zio dan Zoey,” putus Meisya dengan sangat bahagia.
Semua orang di ruangan itu pun turut merasakan kebahagiaan yang sama. Mereka sama-sama antusias dengan kelahiran si kembar Zio dan Zoey.
Kelahiran si kembar tentu membawa kebahagiaan yang sangat besar untuk Meisya. Wanita itu memiliki semangat yang dua kali lebih kuat untuk kedua anaknya. Dia ingin masa depan Zio dan Zoey terjamin meski tanpa tanggung jawab dari ayah mereka.
Kehidupan Meisya sekarang tidak terlalu menyedihkan. Ada Bu Laras yang sudah menganggapnya sebagai anak sendiri. Juga ada Mirna dan Rendy yang masih memberikan dukungan pada Meisya. Meski begitu, dia tetap ingin menjadi perancang busana yang sukses sehingga tidak ada lagi yang merendahkannya.
*
*
*
Tiga tahun berlalu, kehidupan Meisya sudah hampir mencapai puncak. Dia telah berhasil menjadi salah satu pendatang baru dalam dunia tata busana yang patut diperhitungkan.
Tahun ini, Meisya berhasil menjadi nominasi perancang busana muda dalam penghargaan yang cukup bergengsi dalam dunia fashion. Meski tidak menjadi pemenang, tetapi muncul dalam nominasi itu sudah membuat popularitas Meisya dalam dunia mode cukup melambung.
Bu Laras tentu sangat bangga dengan pencapaian Meisya yang luar biasa itu. Oleh karena itulah, Bu Laras ingin mengirim Meisya ke Paris untuk mengikuti pelatihan kilat selama tiga bulan.
“Tiga bulan, Bu?” Meisya sangat terkejut saat Bu Laras mengatakan niatnya untuk menyekolahkan Meisya ke luar negeri.
Wanita itu benar-benar tidak siap jika harus berpisah dengan kedua buah hatinya yang masih bertumbuh kembang dan sangat butuh perhatiannya.
“Iya, Sya. Ini kesempatan yang bagus loh. Kamu tahu 'kan pelatihan dengan John Valentino itu sangat terbatas. Belum tentu pelatihan dua tahun yang akan datang kita memiliki kesempatan lagi.” Bu Laras menciba meyakinkan Meisya bahwa penawarannya ini adalah yang terbaik untuk masa depannya.
Meisya sendiri sangat paham betapa terkenalnya perancang busana itu. Menjadi muridnya adalah impian semua perancang busana termasuk Meisya. Namun, tiga bulan di negara orang yang jauh dengan anak-anaknya tentu bukanlah hal yang mudah untuk Meisya.
“Zio dan Zoey gimana ya, Bu. Aku nggak bisa tinggalin mereka,” keluh Meisya yang dilanda kebingungan.
Anak-anaknya tidak mungkin bisa ditinggalkan bersama Bu Laras. Mereka sedang aktif-aktifnya dan Bu Laras juga sibuk mengurus butik. Walaupun ada pengasuh, tapi tetap saja Meisya tidak bisa meninggalkan dua bocah itu begitu saja.
“Gini aja deh, Sya. Kamu pikir-pikir dulu. Tapi, kalau bisa kamu ambil kesempatan ini biar impian kamu bisa menjadi nyata dan ini juga demi anak-anakmu, 'kan?”
Kata-kata Bu Laras itu seperti racun yang bekerja cepat mempengaruhi sel-sel otak dalam diri Meisya. Wanita itu terus memikirkan usulan Bu Laras yang mungkin akan menjadi kesempatan sekali dalam hidupnya.
Usai bekerja di butik Bu Laras, Meisya mengajak kedua anaknya untuk menghabiskan akhir pekan di rumah Mirna dan Rendy yang beberapa bulan lalu kehilangan calon bayi mereka. Mirna mengalami keguguran yang membuatnya merasa sangat kehilangan, dan untuk menghibur kakaknya itu Meisya pun membawa si kembar ke rumah sang kakak.
“Mama, Papa!” seru Zio dan Zoey setelah turun dari mobil yang dikemudikan sendiri oleh Meisya.
“Hati-hati Zio, Zoey!” teriak Meisya saat kedua anaknya berlari untuk mencari Mirna dan Rendy.
Wanita itu menatap sekeliling, takut ada orang yang mengawasi kemunculannya di rumah itu. Ya, dia patut curiga karena selama beberapa kali Ello terus mencarinya ke rumah itu, membuat Meisya tak tenang saat berada di sana.
Jika bukan untuk menghibur Mirna, pasti Meisya enggan menginjakkan kaki di kota yang telah mengukir banyak kenangan dan luka bersama Ello, ayah anak-anaknya.
“Sya, masuk!” panggil Rendy sambil menggendong Zio dan Zoey.
Meisya pun segera masuk dan menutup pintu, berharap tidak ada orang yang melihat kemunculannya di rumah sang kakak.
“Kak Mirna mana, Mas?” tanya Meisya setelah masuk di rumah Rendy dan Mirna.
“Ada di kamar lagi ganti baju. Aku bawa Elvan sama Lav ke belakang dulu, kamu tunggu aja kakakmu di sini atau samperin aja ke kamar!” jawab Rendy yang kemudian segera membawa kedua anak adik iparnya itu ke belakang untuk menunjukkan kura-kura miliknya.
Meisya pun memilih untuk menunggu sang kakak sambil membaca majalah. Tak lama kemudian Mirna muncul dengan penampilan yang terlihat lebih segar.
“Gimana keadaan Kakak?” tanya Meisya sambil memeluk tubuh Mirna.
“Ya, sudah lebih baik. Kamu tumben mau nginep di sini, Sya?”
“Iya, Kak. Anak-anak udah kangen sama Papa katanya,” jawab Meisya.
Kedua anaknya memang sudah terbiasa memanggil Rendy dan Mirna dengan panggilan papa-mama karena ajaran pasangan suami istri itu. Kehadiran si kembar rupanya membuat kebahagiaan juga untuk mereka yang gagal menimang keturunan karena keguguran yang dialami Mirna beberapa waktu lalu.
“Pasti mereka kangen Mas Rendy karena butuh sosok seorang ayah, Sya. Kamu kenapa nggak cari pasangan sih? Masih ngarepin Ello?” tanya Mirna tanpa basa-basi.
Meisya membuang muka. “Aku nggak pernah ngarepin dia, Kak. Aku bahagia sama anak-anakku dan nggak butuh cowok. Buat apa?”
“Buat anak-anak kamu, Sya. Kasihan kalau mereka tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah.”
“Bagi mereka, Mas Rendy udah cukup jadi sosok ayah buat mereka,” jawab Meisya dengan cepat. “Oh iya, aku lagi bingung banget nih Kak. Bu Laras mau aku ikut pelatihan di Paris, tapi aku nggak bisa jauh dari anak-anak,” ungkap Meisya yang sengaja mengalihkan pembicaraan.
“Paris? Berapa lama?” tanya Mirna sembari mengangkat alis tinggi-tinggi.
“Tiga bulan, Kak. Lama banget, kan? Aku jadi bingung banget, Kak. Ini kesempatan langka, tapi aku nggak bisa bawa anak-anak, dan juga aku nggak tega ninggalin mereka sendiri sama susternya,” jawab Meisya sambil menundukkan kepala.
Tanpa berpikir panjang, Mirna dengan yakin memberi saran pada adiknya itu. “Udah, kamu pergi aja, biar anak-anak sama aku. Mas Rendy juga pasti senang banget ada mereka di sini.”
***
Kembang kopinya jangan lupa 💋💋
tapi untuk kebodohannya luar biasa dan sangat luar biasa.
jempol terbalik buat Ello.