BY : GULOJOWO NOVEL KE-7 😘
"Menikahlah dengan ku, aku pastikan ayah mu bisa melihat lagi."
Gluk!
"Dan jika kamu bisa membangunkan milik ku, maka aku akan memberikan apapun yang kamu inginkan."
Gluk!
Lagi-lagi Kirana, gadis yang akrab dengan panggilan Kiran itu menelan ludahnya berkali-kali saat mendengar ucapan dari bosnya yang menurut rumor yang beredar di kantor tempatnya bekerja, bosnya itu mengidap impoten.
Apakah Kirana akan menerima tawaran bosnya itu dengan iming-iming yang dijanjikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GuloJowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 4
"Aaaaa!" Mei memekik tertahan. Ia segera menghampiri Kirana yang masih terduduk di tempatnya semula. "Ini gila, ini gila." Mei nampak heboh sendiri. "Beruntung banget loe Ran. Sekretaris Niko seperhatian itu sama loe. Astaga... mimpi apa loe semalam." Mei mengguncang kedua bahu Kirana.
"Ish, apa sih Mei. Nggak usah lebay begitu." Kirana menepis kedua tangan Mei dari bahunya.
"Hey, sana kembali lagi bekerja! Jangan hanya memakan gaji buta!" Seru Bu Winda kemudian berlalu dari pantry karena merasa mual melihat kelakuan keduanya. "Ada hubungan apa mereka? Kenapa sekretaris Niko seperhatian itu dengan Kirana?" Gumam Bu Winda setelah keluar dari pantry.
Sepeninggal Bu Winda, mulut Mei nampak berkomat-kamit seolah menirukan atasannya itu saat mengomel. Dan kelakuan Mei itu membuat Kirana terkekeh.
"Sudah, ayo kita kembali bekerja." Kirana bangkit dari duduknya.
"Eh, beneran loe nggak papa?" Mei sedikit tidak yakin karena benjolan yang ada di kepala sahabatnya itu pasti membuat kepalanya pusing atau sakit. Kirana mengangguk kemudian berlalu meninggalkan Mei.
*****
Arsen menyeruput kopi yang seharusnya menjadi milik sekretarisnya itu beberapa kali hingga kopi itu tandas dan hanya menyisakan ampasnya saja. Ini adalah kali pertamanya ia meminum kopi hitam kembali setelah sekian lama ia tidak menyentuhnya.
Dilihatnya kembali isi dalam cangkir itu. Barangkali masih ada sisa-sisa kopi yang bisa dia teguk kembali. Namun sayangnya ampas hanyalah tinggal ampas dan tidak bisa dinikmati lagi. Arsen langsung meletakkan dengan kasar cangkir itu ke atas piring kecil atau yang biasa disebut dengan lepek sebagai tatakan cangkir atau gelas.
Arsen segera memencet intercom yang tersambung ke ruang sekretarisnya. "Siapa yang membuat kopi tadi?" Ucap Arsen langsung saat sambungan terhubung.
"Eh, iya Tuan." Sahut sekretaris Niko.
"Apa perlu aku mengulangi pertanyaan ku untuk kedua kalinya?!"
"Eh, saya tidak tahu Tuan. Tapi tadi yang membawa kopi itu namanya Kirana."
"Cari tahu siapa yang membuat kopi dan perintahkan kepadanya untuk mengantarkan kopi ke ruangan ku setiap pagi!"
"Setiap pagi Tuan?" Tanya sekretaris Niko memastikan pendengarannya. Pasalnya ia tahu betul, selama dirinya bekerja bersama bosnya itu Arsen tidak pernah mengkonsumsi kopi hitam. Jadi sekretaris Niko pikir bosnya itu tidak menyukai kopi hitam.
Belum sempat sekretaris Niko mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, namun sambungan telepon sudah terputus. Sekretaris Niko hanya bisa menghela nafasnya kasar. Bosnya itu memang tidak suka mengulang pertanyaan yang sama. Tapi kan dirinya juga butuh kejelasan agar tidak salah dalam menentukan langkah.
"Ah sudahlah, hanya perkara kopi saja." Sekretaris Niko akan mengingat permintaan bosnya itu. Ia sendiri yang akan memastikan setiap pagi sudah ada kopi di atas meja kerja bosnya sebelum bosnya tiba di kantor. Sekretaris Niko kembali melanjutkan pekerjaannya.
*****
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Kirana dan Mei sudah bersiap-siap untuk pulang. Setiap hari Kirana dan Mei selalu berangkat dan pulang bersama karena rumah mereka berdekatan. Dan lagi Kirana tidak memiliki kendaraan sendiri. Jadi Kirana menumpang motor Mei. Dulu Kirana juga memiliki motor. Namun sayangnya motornya itu harus terjual karena untuk biaya pengobatan ayahnya.
Dulu Mei lah yang membawanya bekerja di perusahaan Arsen. Mei lebih dulu bekerja di sana. Saat ada lowongan pekerjaan, Mei langsung menghubungi Kirana yang saat itu memang belum memiliki pekerjaan.
Dengan mengendarai motor matic warna merah, mereka berdua meninggalkan gedung perusahaan tempat mereka bekerja. Hampir satu jam lamanya jarak yang ditempuh oleh mereka. Itu pun kalau tidak terjebak macet. Namun semua itu mereka lalui dengan penuh sukacita. Mereka tetap bersyukur meskipun hanya bekerja sebagai OB. Masih banyak di luaran sana pengangguran yang tidak memiliki pekerjaan.
Mereka tiba di rumah menjelang magrib. Mei menurunkan Kirana tepat di depan pagar rumahnya lalu kembali melesatkan motornya menuju ke rumahnya yang hanya berjarak beberapa rumah saja dari rumah Kirana.
"Assalamualaikum Yah." Ucap Kirana saat membuka pintu rumahnya.
"Waalaikum salam." Sahut Ayahnya Kirana dari dalam. Pak Irwan meraba-raba mencari tongkat yang biasanya dijadikan sebagai penunjuk arahnya lalu bangkit dari duduknya untuk menyambut kepulangan anak gadis semata wayangnya.
"Eh ayah duduk saja." Kirana segera menghampiri ayahnya kemudian meraih tangannya dan langsung menciumnya.
"Anak ayah sudah pulang?" Pak Irwan mengelus lembut kepala putrinya itu dengan menggunakan tangan kirinya karena tangan kanannya masih berada dalam genggaman sang anak.
"Iya yah. Ayah udah mandi?"
"Sudah dong. Udah ganteng begini." Pak Irwan terkekeh menertawakan kenarsisannya. Kirana pun ikut terkekeh. Hanya dengan candaan kecil seperti itu saja sudah membuat keduanya bahagia.
"Ayah sudah makan?"
"Sudah tadi siang." Sahut pak Irwan. "Kalau malamnya belum. Kan Ayah pengen makan bareng sama anak gadisnya ayah." Lagi-lagi keduanya terkekeh bersama.
"Ya sudah, Kiran mandi dulu ya yah. Habis itu masak terus kita makan bersama."
"Ya, mandi sana. Bau acem." Gurau pak Irwan yang mampu membuat Kirana mengerucutkan bibirnya. Kirana pura-pura ngambek dengan ucapan Ayahnya itu.
"Ish ayah, acem begini tetap cantik kok."
"Ya, ya, anak gadis ayah ini memang yang paling cantik."
Cup!
"Love you yah!" Kirana mencium pipi ayahnya kemudian cepat-cepat masuk ke dalam kamarnya. Beruntung ayahnya tadi tidak mencium keningnya. Pasti ayahnya akan kepikiran kalau mengetahui jidat anaknya benjol. Kebiasaan ayahnya memang selalu mencium kening atau puncak kepalanya saat dirinya pamit berangkat bekerja atau pun pulang dari bekerja.
Begitulah kehangatan yang tercipta antara seorang ayah yang kehilangan penglihatannya dengan seorang putri semata wayangnya yang sekarang menjadi tulang punggung keluarganya. Kirana terpaksa tidak melanjutkan kuliahnya dan memilih bekerja untuk menyambung hidup mereka karena tidak memiliki biaya. Ayahnya dinyatakan buta Setelah mengalami kecelakaan saat dirinya duduk di bangku kelas 3 SMA. Ibunya sudah meninggal saat dirinya duduk di bangku kelas 1 SMA.
*****
*****
*****
Jangan lupa Like Komen dan Votenya, saweran kopi dan bunganya juga boleh ☕🌹 Tonton iklannya ya setelah membaca, terimakasih 🙏
ntah lah karna jawaban ny hny othor saja yg tau😅😅