Demi mendapatkan biaya pengobatan ibunya, Arneta rela mengorbankan hidupnya menikah dengan Elvano, anak dari bos tempat ia bekerja sekaligus teman kuliahnya dulu.
Rasa tidak suka yang Elvano simpan kepada Arneta sejak mereka kuliah dulu, membuat Elvano memperlakukan Arneta dengan buruk sejak awal mereka menikah. Apa lagi yang Elvano ketahui, Arneta adalah wanita yang bekerja sebagai kupu-kupu malam di salah satu tempat hiburan malam.
"Wanita murahan seperti dirimu tidak pantas diperlakukan dengan baik. Jadi jangan pernah berharap jika kau akan bahagia dengan pernikahan kita ini!"
Follow IG @shy1210_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 - Bukan Mama, Tapi Kamu!
Dua minggu berlalu, kondisi mental Arneta mulai membaik. Dia juga sudah bekerja seperti biasanya di kantor. Kejadian yang menimpanya tempo hari berhasil membuatnya bisa lebih dekat dengan El dan membuat rasa traumanya cepat hilang karena sikap perhatian El.
Sejak kejadian hari itu, El sudah sangat jarang meninggalkan Arneta keluar rumah selain berangkat bekerja. El juga jarang membalas pesan dari Cahya hingga membuat wanita itu jadi bertanya-tanya ada apa dengan dirinya.
Tanpa diketahui oleh El, hari itu Cahya datang berkunjung ke kediamannya. Kedatangan Cahya saat itu disambut oleh Bibi yang kebetulan sedang ditugaskan membersihkan rumah El dan Arneta.
"Apa Elnya ada?" Tanya Cahya ramah setelah mengetahui jika wanita yang ada di depannya saat ini adalah pembantu baru di rumah El.
"Ada, Nona. Silahkan masuk dulu. Saya panggilkan Tuan El sebentar."
Cahya mengangguk dengan wajah tersenyum. Kini dia sudah duduk di ruangan tengah sambil mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan. "Kenapa udah terpajang foto pernikhan El dan Arneta di sana. Perasaan kemarin gak ada." Cahya sedikit kaget melihatnya. Baru dua minggu dia tidak datang berkunjung, sudah ada perubahan saja di rumah El.
Tak lama berselang, El nampak menuruni tangga. Dahi pria itu mengkerut melihat keberadaan Cahya di rumahnya. Berbeda dengan El yang menatap Cahya dengan tatapan bingung. Cahya justru menatap wajah El dengan senyum manisnya.
"Ada apa kamu datang ke sini, Cahya?" Tanya El. Wajah Cahya seketika kecut mendengar pertanyaan El. Untuk apa El mempertanyakan hal tersebut kepadanya. Harusnya El sudah tahu sendiri jika ia datang karena ingin bertemu El.
"Aku hanya ingin bertemu denganmu saja dan membahas beberapa hal."
"Hal apa itu?" El bertanya seraya menjatuhkan bokong di atas sofa. Cahya tersenyum kepada El sebelum menjawab pertanyaannya.
"Aku dengar kalau sekarang Andika sudah ditetapkan sebagai tersangka. Aku gak nyangka kalau kamu bakalan laporin di balik ke pihak berwajib."
El tersenyum miring. Tidak akan sulit baginya untuk menjebloskan Andika ke penjara. Apa lagi dia sudah mengantongi bukti yang kuat. Untuk laporan Andika kepadanya tempo hari pun sudah ditolak oleh pihak kepolisan.
"Dia memang pantas untuk mendapatkannya. Pria badjingan sepertinya sudah selayaknya masuk ke dalam penjara!" El mengatakannya dengan penuh emosi. Membuat Cahya tertegun melihatnya.
"Apa kamu marah karena dia berusaha melecehkan Arneta?" Cahya bertanya dengan hati-hati.
Tatapan mata El nampak tajam menatap Cahya. Membuat Cahya jadi bergedik ngeri. "Maaf. Aku pikir kamu gak sepeduli itu pada Arneta. Apa lagi saat itu kamu bilang kalau sangat membencinya." Cahya memberikan alasan yang logis. Membuat tatapan tajam El perlahan jadi lenyap.
"Terlepas bagaimana perasaanku kepadanya, aku tetap tidak akan tinggal diam kalau Andika sampai ingin melecehkannya di saat dia masih sah berstatus sebagai istriku!" El memberikan alasan yang tak kalah logis. Membuat Cahya berpikir jika El masih tidak memiliki perasaan kepada Arneta.
"Aku turut prihatin dengan apa yang menimpa Arneta. Aku juga ingin meminta maaf karena gak bisa menyegah kejahatan yang Andika lakukan kepada Arneta." Wajah Cahya sudah nampak penuh sesal. Membuatnya sudah seperti ibu peri yang sangat baik saat ini.
El hanya mengangguk meresponnya. Lagi, Cahya masih kelihatan baik di matanya. Membuat Cahya yang mengetahuinya jadi makin bersemangat untuk terlihat baik di depan El.
"Oh ya, omong-omong Arnetanya kemana? Kenapa dia gak terlihat?" Sudah lama berbincang dengan El, Cahya baru mempertanyakan sosok yang dari tadi mereka bahas.
"Dia lagi pergi ke minimarket. Katanya mau membeli pembalut tadi."
Cahya mengangguk. Dengan tidak adanya Arneta di rumah itu, membuatnya leluasa berbicara banyak dengan El tanpa gangguan. Ya... walau pun masih ada Bibi yang berada dekat dengan mereka.
Tin!!
Terdengar suara klakson mobil dari luar rumah. El sedikit bingung siapa lagi orang yang datang berkunjung ke rumahnya. Bibi yang mendengarnya sudah terlihat melangkah ke arah pintu untuk membukanya.
"Mamah!!" El terkejut melihat kedatangan Nyonya Rossa. Sama seperti Cahya, Nyonya Rossa datang tanpa memberitahu dirinya lebih dulu.
Tatapan mata Nyonya Rossa kini tertuju pada Cahya. Wanita yang terlihat asing di matanya. Nyonya Rossa berjalan mendekatinya dengan ekspresi wajah yang nampak datar.
"Tante..." Cahya gegas menyalimi Nyonya Rossa dengan wajah tersenyum. Dia terlihat bersikap begitu ramah pada Nyonya Rossa. Walau pun Nyonya Rossa ikut tersenyum kepada dirinya. Namun, Nyonya Rossa sedikit tidak suka melihat keberadaan wanita lain di rumah putranya.
"Siapa wanita ini, El?" Nyonya Rossa bertanya dengan wajah tersenyum. Dia terlihat sangat ramah untuk menutupi rasa tidak sukanya.
"Namanya Cahya, Mah. Anaknya Om Edwin. Aku pikir Mama udah mengenalnya."
Nyonya Rossa merasa tidak asing dengan nama yang disebutkan oleh El. Dia seperti pernah mendengarnya. Tapi kapan? Pertanyaan itu berputar di benak Nyonya Rossa.
"Oh, Mama gak tahu. Apa dia datang ke sini mau menemui Arneta?" Tanya Nyonya Rosaa lagi. Kini dia sudah duduk berhadapan dengan Cahya. Entah mengapa Nyonya Rossa lebih ingin bertanya kepada El dari pada ke Cahya langsung.
El meragu untuk menjawab. Jika dia berkata dusta, mamanya pasti dengan cepat mengetahuinya. Alhasil dia menjawab dengan jujur saja. "Cahya datang ingin menemuiku, Mah. Dia ingin membahas permasalahan di acara reuni kemarin."
"Oh... jadi kamu temannya Arneta juga, ya?" Kini Nyonya Rossa sudah mengajak Cahya berbicara. Membuat Cahya mengangguk semangat merespon pertanyaannya. "Kalau benar kamu adalah temannya Arneta juga, kenapa gak menemui Arneta saja? Kenapa harus menemui El?" Nyonya Rosa sudah menatap Cahya dengan sebelah alis yang terangkat ke atas. Membuat Cahya jadi bingung harus menjawab apa.
Karena tidak mendapatkan jawaban langsung dari Cahya, Nyonya Rossa mengalihkan pandangan pada El. "Kemana Arneta, El? Kenapa dia gak kelihatan. Perasaan tadi Mama telfon katanya lagi di rumah."
"Arneta lagi keluar, Mah. Dia ke minimarket untuk membeli pembalut."
Wajah Mama Rossa nampak tak bersahabat menatap wajah El. "Kenapa kamu biarin Arneta pergi sendiri? Seharusnya kamu anterin dia, El. Kamu kan tahu sendiri Arneta baru sembuh dari traumanya. Bisa aja dia jadi trauma lagi kalau melihat wajah pria yang mirip dengan Andika!!"
Suasana di rumah yang sudah tidak kondusif, membuat Cahya bergegas berpamitan untuk pergi dengan sebuah alasan. Nyonya Rossa mengiyakannya dengan tersenyum ramah. Namun, di dalam hati Nyonya Rossa menaruh rasa tidak suka pada Cahya setelah mengingat jika Cahya adalah wanita yang pernah diceritakan oleh Oma Sukma untuk direkomendasikan menjadi istri El.
"Mamah harusnya gak bersikap seperti tadi di depan Cahya!" El sudah bersuara dengan sedikit ketus setelah kepergian Cahya.
"Harusnya kamu yang gak bersikap seperti tadi, El. Kamu menerima tamu wanita di saat istri kamu gak ada di rumah. Dimana pikiran kamu sehingga menerima tamu di saat istri gak ada di rumah, huh?!"
***
Masih semangat mau lanjut?🤗
serta ditunggu karya selanjutnya lopeupull 😘😘😘