Setelah 3 tahun bercerai dengan Dimas Anggara. Anna Adiwangsa harus kembali ke kota yang menorehkan banyak luka. Anna dan Dimas bercerai karena sebuah kesalah pahaman. Tanpa di sadari, ke duanya bercerai saat Anna tengah hamil. Anna pergi meninggalkan kota tempat tinggalnya dan bertekad membesarkan anaknya dan Dimas sendirian tanpa ingin memberitahukan Dimas tentang kehamilannya.
Mereka kembali di pertemukan oleh takdir. Anna di pindah tugaskan ke perusahaan pusat untuk menjadi sekertaris sang Presdir yang ternyata adalah Dimas Anggara.
Dimas juga tak menyangka jika pilihannya untuk menggantikan sang ayah menduduki kursi Presdir merupakan kebetulan yang membuatnya bisa bertemu kembali dengan sang mantan istrinya yang sampai saat ini masih menempati seluruh ruang di hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Dimas melepaskan celana dalamku, dan aku melihatnya terdiam menatap milikku.
"Sayang, kamu datang bulan?" tanyanya.
"Hah! Benarkah?" aku melihat celana dalamku yang ada bercak merah.
Aku melihatnya dengan wajah tidak enak. "Maaf mas. Aku tidak tau jika datang bulan."
"Astagaa!" Dimas meraup wajahnya frustasi lalu mengacak rambutnya sendiri.
"Mas, tolong ambilkan tas ku ya." pintaku, sebenarnya aku tidak enak, tapi mau bagaimana lagi. Siapa yang menyangka jika aku datang bulan disaat seperti ini. Sebenarnya ini memang sudah saatnya aku datang bulan.
Aku selalu membawa pembalut dan celana dalam ganti kemanapun pergi. Untuk saat-saat seperti ini.
Ku lihat Dimas keluar dengan pakaian yang sudah berantakan, tanpa merapihkannya terlebih dahulu. Aku tau dia kecewa. Aku memunguti pakaianku dan masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah memakai pembalut dan merapihkan pakaian juga penampilanku, aku keluar dari kamar mandi dan tak melihat Dimas di kamar.
Aku keluar kamar dan melihatnya duduk di depan komputer dengan wajah masam. Penampilannya juga tidak ia rapihkan.
Aku merasa tidak enak karena Dimas pasti kecewa. Tapi kan bukan salahku, aku juga sangat ingin bercinta dengannya. Memangnya dia saja yang kecewa, aku juga sudah sangat berhasrat tadi. ucapku dalam hati.
"Mas!" aku mendekatinya dan mengusap punggungnya.
"Hmm!"
"Bukan mauku seperti ini. Aku juga sangat ingin bercinta denganmu. Mas Dimas pikir aku tidak berhasrat setelah mendapatkan rangsangan dari mas tadi." kataku dengan suara lembut.
"Hhh! Ya Aku tau. maaf karena tidak mengerti perasaanmu. Sudah tidak papa, kita akan melakukannya setelah dirimu bersih." kata mas Dimas.
Aku merasa lega mendengar jawabannya. "Mas, aku bisa memuaskan mas dengan cara lain kalau mas mau!"
Mas Dimas menggelengkan kepalanya dan tersenyum, ia mengusap punggung tanganku. "Tidak perlu sayang, aku bisa menunggumu sampai kamu bersih, aku tidak ingin puas sendiri. kita harus sama-sama puas saat melakukannya nanti."
Aku senang mendengar perkataanya. Tidak ingin egois sama sekali, padahal dia bisa memintaku memuaskannya.
Aku merapihkan kembali penampilannya, mengancingkan kemeja nya dan memasangkan kembali dasinya.
"Apa agendaku setelah ini?" tanyanya saat aku sedang menyisir rambutnya.
"Jam 10 ada peninjauan ke proyek pembangunan apartemen Golden Palace bersama tuan Narendra mas. Sampai jam makan siang nanti. Lalu jam satu mama dan papa mengajak mas untuk menemui keluarga Lisa untuk membatalkan rencana pernikahan kalian. Lalu pukul 4 kita harus persiapan untuk menuju ke kepulauan seribu untuk menghadiri pesta ulang tahun pernikahan tuan River." kataku.
Mas Dimas menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu aku keluar dulu ya mas, aku ada pekerjaan. Mas tanda tangani berkas diatas meja. Kalau sudah selesai panggil aku."
"Hmm!" jawabnya singkat.
Aku keluar ruangannya dengan menenteng tasku, dan duduk di mejaku, menatap jam di atas meja masih menunjukan jam 9 kurang, sepertinya Leo sudah sampai di tempat pertemuan. Aku melihat apakah berkasnya sudah di ambil Lala, ternyata sudah tidak ada.
...🌸🌸🌸🌸🌸...
Sekitar jam 12 Dimas mengajakku pulang ke rumah papa Willi. Ia akan berangkat ke rumah orang tua Lisa dari rumah papa Willi.
Kami langsung masuk ke dalam rumah, dan melihat Yessa dan opa nya sedang bermain di ruang bermain yang baru di buat di bawah tangga. Disana di buat pagar plastik berwarna warni dan karpet tebal untuk tempat bermain Yessa. Sudah banyak mainan seperti ayunan, seluncuran, dan juga kolam berisi banyak bola warna warni untuk Yessa mandi bola.
Aku melihat mama dan Dewi sedang menyiapkan makan siang. Aku menggelayut di lengan mas Dimas mendekati ruang bermain Yessa.
"Mommy! Daddy!" pekik Yessa ketika melihat kami datang. Ia langsung meluncur dari atas seluncuran dan langsung berlari mendekati kami. Mas Dimas langsung menggendongnya.
"Waah, Yessa habis malak opa ya. Mainan nya banyak sekali sayang!" kataku. Mendengar perkataan ku, Yessa menggelengkan kepalanya.
"Opa dan Oma yang kasih Mom!" jawabnya polos.
"Untuk cucu opa, semua akan Opa berikan."
Yessa mengangguk mendengar ucapan Opanya. "Benar Mom, Opa bilang semua buat Yessa, Daddy belum pernah membelikan Yessa mainan, jadi Oppa belikan yang banyak buat Yessa."
Kami semua tertawa mendengar perkataan Yessa. "Nanti akan Daddy belikan mainan yang banyak buat Yessa ya." kata mas Dimas. Ia lalu membawa Yessa duduk di sofa dan menciumi pipi gembil Yessa, dan menggelitik lehernya hingga Yessa tertawa kegelian.
Aku mencepol rambutku asal, dan melepaskan blazerku, lalu menggulung kemejaku hingga siku. Lalu membantu mama dan Dewi di dapur.
"Perlu di bantu ma?" aku menawarkan diri sesampainya di ruang makan.
"Tidak perlu nak, kamu naik ke atas saja sana berganti pakaian. Mama sudah belikan pakaian untukmu tadi, bibik menyusunnya di kamar Dimas. Kamar Dimas di ujung lantai 2." kata mama. Aku mengangguk mengikuti perintah mama.
Aku kembali mendekati Dimas dan mengajaknya untuk mengganti pakaian.
"Mas, ganti pakaian dulu." kataku. Lalu mengecup Yessa yang sedang bermain dengan daddy-nya.
"Yessa, Daddy dan mommy ganti pakaian dulu ya. Setelah itu kita makan siang, nanti kita main bersama lagi." Yessa mengangguk patuh.
Dimas kembali mengecup pipi sang putri dan menggigit pipi nya karena gemas, hingga Yessa menangis.
"Huaaa! Daddy nakal. Sakit! Huaaa!" mendengar tangisan Yessa mama dan Dewi mendekat.
"Ada apa ini?" kata mama mendekati Yessa.
"Masss! Kok gitu sih. Kan sakit." aku memarahi Dimas karena kesal.
"Daddy gigit pipi Yessa Oma! Huaaa!" Yessa mengadu pada sang Oma. Mama menjewer telinga mas Dimas.
"Aah, sakit! Ampun Oma!" mas Dimas mengusap telinganya yang di jewer mama.
"Maaf sayang, Daddy benar-benar gemas sama Yessa. Cup cup! Nanti Daddy belikan eskrim ya." Dimas membujuk Yessa, tapi tidak berhasil. Yessa berlari kearah opa nya yang masih duduk di ruang bermainnya.
"Dasar sudah tua tidak ada otaknya!" kata mama kesal. Ia memarahi mas Dimas karena membuat cucunya menangis. Tapi mas Dimas hanya tertawa.
"Jangan melakukan itu lagi mas, kasian Yessa." kataku memarahi mas Dimas.
"Iya sayang, maaf. Nggak lagi deh. Ya sudah yuk naik."
Mas Dimas menggamit pinggangku menuju ke kamarnya.
ada ada aj kau dim
good job Leo,.maklum lah Dimas kan CEO amatir..
Leo dikerjain bos yang lagi nyidam...