Ketika cinta harus terpatahkan oleh maut, hati Ryan dipenuhi oleh rasa kalut. Dia baru menyadari perasaannya dan merasa menyesal setelah kehilangan kekasihnya. Ryan pun membuat permohonan, andai semuanya bisa terulang ....
Keajaiban pun berlaku. Sebuah kecelakaan membuat lelaki itu bisa kembali ke masa lalu. Seperti dejavu, lalu Ryan berpikir jika dirinya harus melakukan sesuatu. Mungkin dia bisa mengubah takdir kematian kekasihnya itu.
Akan tetapi, hal itu tak semudah membalikkan telapak tangan, lalu bagaimanakah kisah perjuangan Ryan untuk mengubah keadaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Merasa Sial
...----------------...
Suasana di dalam kelas begitu berisik karena gurunya tidak hadir. Sang guru ada keperluan sehingga tidak bisa mengajar seperti biasanya. Untuk gantinya, murid kelas XII IPA 4 itu diberikan tugas kelompok agar mereka tetap tenang di jam pelajaran.
Akan tetapi, sepertinya harapan guru tersebut hanyalah angan semata. Faktanya, hampir semua murid di kelas itu malah sibuk dengan urusan masing-masing. Hanya ada beberapa gerintil murid yang tetap mengerjakan tugas. Mereka adalah murid teladan yang selalu mendapatkan nilai teratas.
"Heh, lo nggak ngerjain tugas?" Rara bertanya kepada Mita yang sibuk berkaca di depan cermin kecil. Kedua ujung jari telunjuknya menempel di pipi sebelah kanan. Gadis itu tengah berusaha memecahkan jerawat batu yang sangat menyakitkan.
"Ish, jangan gangguin gue! Gue lagi konsentrasi buat mecahin ini. Lagian lo kan ketua kelompoknya. Jadi lo yang harus tanggung jawab, dong."
"Eh, seenaknya aja lo ngomong. Tugas ketua itu cuma lihat hasil kerja anak buahnya aja, ya. Ngapain gue punya anak buah kalau harus kerja juga," sanggah Rara lalu merebut cermin kecil yang bersandar di tas temannya itu. "Udah gue bilang jangan suka mecahin jerawat kayak gitu! Ntar lo infeksi," imbuhnya membuat Mita sontak berdecak lalu duduk tegak.
Gadis itu memutar tubuh menghadap Rara. "Kalau nggak gue pecahin, jerawatnya bakalan beranak pinak. Nanti muka gue jadi perkebunan jerawat. Hih, nggak mau." Mita bergidik ketakutan setelah mengatakan itu.
"Filosofi dari mana, sih. Mending ke dokter kulit aja. Muka lo udah kena radiasi kayaknya."
Mita hendak menanggapi, tetapi kedatangan Heri membuat perkataannya tertelan lagi.
"Halo, cantik. Gimana tugas kita? Udah selesai?"
Heri adalah anggota kelompok tugas Rara yang lainnya. Dalam satu kelas itu mereka dibagi kelompok yang terdiri dari 3-4 orang saja. Karena IQ Rara dinilai paling tinggi di antara kedua temannya, gadis itu pun diusung sebagai ketua.
"Ini lagi cunguk satu. Abis dari mana lo? Dateng-dateng nanyain tugas udah selesai apa belum? Lo ngerjain juga nggak," sembur Rara pada lelaki yang selama ini selalu menggodanya itu.
"Aduh, Sayangnya gue. Sorry, tadi gue kebelet ke kamar mandi. Biasa, panggilan alam. Nggak bisa ditunda," kekeh Heri sambil memperlihatkannya deretan giginya yang sedikit kekuningan.
"Alasan aja lo." Rara meraup wajahnya kasar merasa kesal. Dirinya frustrasi karena merasa sial beberapa hari ini. Belum lagi masalah Ryan yang kini semakin bertingkah seenaknya. Karena perjanjian mereka, Rara jadi tidak bisa berbuat sesuatu untuk mengusir lelaki itu. Suasana hatinya benar-benar buruk akhir-akhir ini.
"Kenapa kelompok kita nggak kebagian si Wahyu aja, sih. Biar rada beneran dikit. Seenggaknya otaknya paling encer di kelas ini," ucap Rara lagi. Pandangannya tertuju pada murid laki-laki yang selalu menjadi juara pertama yang bernama Wahyu. Walaupun penampilan laki-laki itu terlihat cupu, kepintarannya adalah nomor satu. Benar saja, murid teladan itu terlihat begitu serius mengerjakan tugasnya di saat anggota kelompok lainnya berleha-leha. Rara jadi iri karenanya.
"Udah, terima aja nasib kita. Emang si Heri yang paling cocok buat lo."
Celetukan Mita berhasil membuat pandangan Rara langsung beralih kepadanya, kemudian kening mulus yang tertutup poni keriting itu menjadi sasaran empuk tangan Rara. "Diem lo!" sentak Rara kesal. Mita pun berhenti berkata sambil menggaruk kening yang disentil oleh sahabatnya itu.
Pandangan Rara pun beralih lagi pada Heri, lalu berkata, "Ngapain lo berdiri terus? Cepetan duduk! Bentar lagi jam pelajarannya selesai. Bisa gawat kalau tugasnya belum kelar."
Pemuda itu kemudian memepet tubuh Rara hingga tubuh gadis itu bergeser sedikit. Tanpa rasa malu, Heri langsung duduk satu kursi dengan Rara.
"Ngapain lo duduk di sini?" sentak Rara lagi. Matanya melotot tidak suka, sedangkan Mita kembali melanjutkan aktivitasnya yang tertunda setelah berhasil mendapatkan cermin secara diam-diam dari tangan Rara. Tidak peduli dengan drama cinta antara kedua sahabatnya.
"Katanya disuruh duduk."
"Hih, bukan di sini. Minggir lo!"
Tubuh Heri langsung terpelanting ke samping dan jatuh ke lantai karena mendapatkan dorongan extra kuat dari Rara. Gadis itu langsung memosisikan duduknya di tengah-tengah agar Heri tak lagi punya celah.
"Maksud gue ambil kursi lo!" titah Rara kemudian. Walaupun hatinya sedikit menyesal, tetapi Rara pura-pura tidak peduli dengan rasa sakit yang dirasakan oleh temannya itu. Takutnya pemuda itu akan kege-eran.
"Jahat banget!"
Heri mengambil kursinya lalu menempatkannya di samping meja Rara. Pemuda itu duduk dengan wajah memberenggut, tetapi dalam hatinya tidak pernah membenci kelakuan Rara tersebut. Rasa suka Heri terlalu besar sehingga bisa menahan segala perlakuan kasar yang gadis itu lakukan selama ini.
"Ini lagi. Ngerjain tugas, woy!" Perhatian Rara kembali pada Mita, membuat sahabatnya itu langsung bersikap siap siaga. Cermin di hadapannya pun langsung dimasukkan ke kolong meja. Kepala Rara menggeleng tak habis pikir dengan kelakuan kedua temannya.
****
Pukul 2.00 siang sudah saatnya pulang. Hari ini tidak ada jadwal ektra kurikuler atau jam tambahan sehingga murid kelas tiga SMA itu bisa pulang lebih awal.
Akan tetapi, tugas kelompok tadi belum selesai dikerjakan. Alhasil, itu menjadi pekerjaan rumah yang harus dikumpulkan esok harinya. Kelompok Rara pun sepakat untuk mengerjakan tugas tersebut di rumah Rara. Walaupun Rara menolak, kedua temannya itu terus mendesak. Rara pun merasa terjebak.
"Ibu mana, Ren?" Rara bertanya kepada adiknya yang sedang duduk sambil membaca buku di kursi teras rumahnya.
"Belanja," jawab Rendi.
"Kalau bapa?"
"Bapa ke Kantor Desa."
Rara menganggukkan kepalanya sebagai tanggapan dari jawaban Rendi. Kedua teman Rara pun menyapa anak kecil tersebut, lalu Rara mempersilakan keduanya duduk.
"Gue ambil minum sama cemilan dulu, ya. Kita ngerjain tugasnya di sini aja," ucap Rara lalu masuk ke dalam rumah. Beberapa saat kemudian dia kembali sambil membawa nampan yang berisi makanan dan minuman.
Sang adik yang tidak terbiasa dengan banyak orang pun merasa terganggu. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke kamarnya.
"Gue boleh minta esnya agak banyakan nggak, sih? Pengen yang agak sejuk gitu, panas banget hari ini," pinta Heri tiba-tiba, tetapi Rara menanggapinya dengan pelototan mata.
"Kalau nggak ada nggak apa-apa, kok. Ini juga udah adem." Melihat tatapan Rara yang menakutkan sepertinya Heri langsung paham. Entah kenapa hari ini emosi gadis itu terus melonjak tajam. Heri berpikir jika Rara sedang datang bulan.
Untuk beberapa saat, mereka bertiga sibuk mengerjakan tugas. Di sela kesibukan mereka, kedatangan sebuah mobil avanza membuat perhatian mereka tersita. Terlebih Mita yang sampai memicingkan kedua matanya.
Gadis itu terkesiap melihat seseorang yang keluar dari mobil tersebut. "Eh, eh, itu kan ...?"
Rara menghela menghela napasnya melihat reaksi Mita seperti itu. Hal yang ditakutkannya pun terjadi. Sudah seminggu semenjak Ryan tinggal di sini, Rara tidak pernah memberitahu sahabatnya itu.
"Bukannya dia cowok asing yang sudah mengacaukan acara lomba peragaan busana itu, ya. Kok, dia ada di sini?" Heri berucap heran. Pemuda itu langsung mengenal wajah Ryan karena dulu sudah berani memeluk sang pujaan.
"Iya, Ra. Lo jelasin sekarang! Kenapa tuh cowok ganteng bisa mendarat di rumah lo?" desak Mita, membuat Rara harus menenggak saliva. Apalagi ketika melihat Ryan malah melangkah mendekati mereka. Habislah dia, jika Mita tahu lelaki itu adalah tetangganya.
disitulah mulai ga sadar senyum sendiri 🤣🤣🤣
ga berasa baca teh 😁
ko tau
ya tau dong
masa engga 😅😅😅
drama indihe meregehese 🤣🤣🤣
ada yang panas
tapi bukan seblak 😅😅😅
ryan pk helikopter emang ?